Pukul delapan malam Swara baru selesai menyetrika baju di depan televisi. Setelah merapikan segala perabot yang ia pakai dan menyusun pakaian ke dalam lemari yang ada di kamarnya, gadis itu pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan menyikat gigi. Kebiasaannya sebelum tidur.
Sebenarnya ada perasaan asing di hati Swara saat menyusun baju orang lain ke dalam lemari besar miliknya. Lemari itu adalah hadiah kelulusan Swara dari ayahnya. Waktu itu Swara baru lulus SMP. Biasanya ia selalu memakai barang bekas dari Ainun, tapi lemari itu adalah lemari baru pertama miliknya dan Swara senang sekali menerima itu. Rasanya seperti Swara mendapat dunianya sendiri. Bebas mengatur baju sesuka hati tanpa ada yang merecoki. Dan sekarang dia harus berbagi lemari dengan Sigit karena pria itu telah menjadi suaminya. Mereka juga memutuskan tinggal di rumah Swara saja. Hiwayat sudah ikut ke rumah kakaknya. Ainun merasa pesan terakhir dari Ningrum yang memintanya untuk menjaga sang ayah ia anggap amanat.
Kembali ke kamar, Swara mendapati Sigit sudah duduk manis di atas kasur. Ponsel yang sejak tadi dia tekuni sekarang tergeletak di atas meja belajar Swara. Melihat senyum Sigit terukir di bibir, tak luput dua lesung pipit di pipinya, Swara merasa akan ada sesuatu yang terjadi di antara mereka.
Sigit menepuk bagian kasur kosong yang ada di sisinya. “Sini, Ra.”
Dengan senyum canggung, Swara menurut untuk duduk di sebelah Sigit.
Seminggu telah berlalu sejak hari akad nikah mereka dan baru hari itulah mereka memiliki hari tenang. Bangun pagi di atas kasur yang sama, seharian di rumah, dan malam sunyi di rumah yang mungkin terlalu luas jika diisi oleh dua orang yang masih terlihat canggung satu sama lain. Biasanya mereka selalu punya kesibukan bersama para keluarga dan berbagai acara lainnya. Mereka selalu segera tidur setelah malam datang karena lelah. Tak jarang pula Swara lebih dulu terlelap seorang diri di kamar karena Sigit terlalu lama menerima tamu.
“Tanganmu mana, Ra?”
Seperti anak SD, Swara mengangkat tangan setinggi kepalanya dengan muka polos. “Kenapa, Mas?”
“Nggak pa-pa. Siniin.”
“Buat apa?” Masih dengan muka polos, Swara menyodorkan tangannya seperti mau diramal saja.
“Mau aku pegang.”
Meski mendelik, Swara diam saja ketika tangannya digenggam oleh Sigit lantas ditaruh di atas pangkuan pria itu. Jelas sekali Swara tahu Sigit menahan tawa. Suaminya ini memang payah dalam urusan begini.
“Gimana rasanya jadi istriku, Ra?”
“Biasa aja.”
Sigit hampir berteriak heboh karena jawaban tak berperasaan meluncur dengan mulus dari mulut Swara. Padahal dia sudah gugup setengah mati untuk memulai malam itu. Gagal sudah niatnya mau bermanis-manis ria.
Mendesah pendek, Sigit melepas tangan Swara lagi. “Ayo, wudlu. Kita sholat dulu.”
“Aku udah isya’, Mas.”
“Siapa bilang kita mau sholat isya’?” Sigit sekarang sudah berdiri dan memutari tempat tidur. Dengan hati-hati dia menyeret Swara agar bangkit.
“Lah, terus sholat apa?”
“Emangnya kamu nggak mau bersenggama, Ra?”
APAH? BERSENGGAMA DIA BILANG? batin Swara menjerit keras.
Dia paham dengan apa yang ditanyakan oleh Sigit, tapi gadis itu hanya dia. matanya nyalang menatap Sigit yang mau tertawa—lagi. Swara merengut bukan berarti tidak mau, toh itu memang kewajibannya, tapi kalau ditanya begitu mana berani juga dia bilang mau! Mau ditaruh mana mukanya sebagai seorang wanita?
“Ayok! Kita harus sholat dulu kalau mau ngelakuin itu.”
Parah ditarik oleh Sigit ke tempat wudlu yang ada di luar kamar mandi, Swara mencicit, “Tapi aku nggak tahu caranya, Mas.”
“Nggak pernah google?”
Swara diam lagi. Buat apa pula dia mencari hal begitu di internet?
Buat referensi saja, lah! Belajar akan sesuatu dengan niat baik, pasti akan berguna juga di suatu hari nanti unyuk kebaikan juga. Swara ingin kesal, tapi dia juga malu secara bersamaan.
“Tenang, nanti Mas ajarin.” Sigit mendorong Swara ke arah keran air. “Kamu duluan yang wudlu.”
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
AKAD
Romance[SUDAH DIREVISI] Menikah muda sungguh bukan suatu hal yang pernah ia bayangkan dan akan ia lakukan. Swara hanya ingin menuntut ilmu setinggi mungkin dan menjadi orang yang sukses untuk mengangkat derajat keluarganya dengan menggunakan tangannya send...