ss: 1. moomin

12.8K 1.9K 218
                                        

Sehari sebelum keberangkatan ke Melbourne ...



Hanya butuh dua ketukan hingga pintu putih ini terbuka. Dari baliknya muncul seorang wanita paruh baya yang terlihat masih sangat muda dari umurnya. Wajahnya familiar, mirip dengan putranya. Ah, tidak. Putranya yang mirip dengan dia.

"Sore, Tante," sapaku.

Ini baru pertemuan kedua kami. Tapi untunglah dia masih mengingatku, saudara kembarnya Jeno. "Loh, kok udah datang? Kata Renjun masih nanti?"

Aku tersenyum kikuk. "Em, kebetulan lewat, Tante. Jadi sekalian aja. Emangnya Renjun lagi nggak di rumah?"

Bundanya Renjun, Tante Huang, menggeleng. "Ada, kok. Cuma kuenya Tante belum selesai."

"K-kue?"

Kali ini tante Huang mengangguk. "Ya udah, deh. Gampanglah itu. Masuk, yuk!"

Aku mengikuti Tante Huang masuk ke dalam.

"Renjun lagi di galeri. Nggak tau udah dari kapan tahun nggak keluar-keluar. Kamu langsung ke sana aja."

"Eh? Nggak apa-apa, Tante?"

"Loh? Kenapa mesti apa-apa? Ya nggak apa-apa, dong! Soalnya dia kalau disuruh keluar juga pasti nggak mau."

"Em, tapi—"

"Aduh, Jeni sayang. Dibilangin nggak apa-apa. Dia nggak makan orang, kok!" Tante Huang terkekeh setelahnya. Kami masih terus berjalan, entah ke mana aku sedang diarahkan.

"Bukan itu, Tante. Saya nggak tau galerinya di sebelah mana."

Beberapa langkah kemudian, kami berhenti di depan sebuah pintu kaca. Dari luar tidak terlihat isinya apa, karena seluruh pintu ini ada stiker sandblast-nya.

Dulu, aku datang kemari saat masih kelas sepuluh. Waktu itu kami berlima berada di kelas yang sama. Aku, Renjun dan Jeno pernah satu kelompok, dengan beberapa teman lainnya juga. Itu adalah kali pertama aku berkunjung ke sini. Tapi saat itu kami hanya sampai ruang tengah. Aku tidak pernah punya kesempatan untuk mengelilingi rumah ini.

"Nah, Tante pergi, ya. Kamu masuk aja. Tante mau lanjut bikin kue dulu." Tante Huang lalu meninggalkanku di depan pintu.

Aku menatap pintu itu sejenak.

Memangnya dia ngapain di dalam sampai nggak mau banget diganggu?

Setelah menghirup napas dalam, aku mendorong pintu itu dan masuk ke dalam.

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menganga saat menyaksikan apa yang ada di hadapanku. Terdapat berbagai macam lukisan di tiap sisi dindingnya. Beberapa juga dibuat di atas kanvas yang hanya dijejerkan begitu saja.

Ruangan ini ... luar biasa.

Ini semua dia yang buat?

Entah aku yang memang tidak menimbulkan suara atau dia yang terlalu fokus di sana, Renjun masih tidak menyadari kehadiranku. Dia masih sibuk berkutat dengan sesuatu di depannya.

Aku menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Iya, deh. Tau gue yang anak FSRD."

Renjun kontan menoleh.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aoratos | JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang