"What's the point of falling in love?"
—• Aoratos •—
"Gue nggak ngerti kenapa kalian—spesies orang-orang yang suka banget cari penyakit—itu eksis di bumi?"
Aku tidak perlu mendongak untuk mengetahui siapa gerangan orang ini. Jangankan kakinya, meski tanpa suara dan hanya mengacu pada kata-katanya saja, aku sudah bisa mengetahui siapa si tuan ini.
Iya, dia Kokonya Somi, Renjun.
Aku memandangi kaki-kaki kami yang kini terendam air. "Kenapa, ya?"
"Padahal, sejak awal lo bisa aja nolak kalo lo emang nggak mau. Kata 'tidak' diciptakan buat saat-saat seperti itu."
"Mungkin, karena saat itu gue nggak menemukan alasan untuk menolak."
"Sebenarnya alasan itu ada. Selalu ada malah. Udah sejak lama. Tapi emang dasar lo-nya aja yang pura-pura buta, bertingkah seolah nggak ada apa-apa dan semuanya baik-baik aja. Bahkan sejak awal, lo emang nggak pernah mencoba buat berjuang, kan?" Renjun mengambil jeda sejenak. "Ini baru buat diri lo pribadi. Gimana kalo lo disuruh buat berjuang demi orang lain?"
"Oh, kalau itu, mungkin ceritanya bakalan beda."
"Oh, ya?" Renjun mendengus sinis. "Gue jadi bertanya-tanya apa lo cukup sayang sama diri lo sendiri atau nggak? Sampai detik ini pun gue masih menyalahkan lo yang ... mencoba bertahan pun nggak."
Aku mengangkat bahu. "Semuanya sesederhana gue yang nggak merasa pantas untuk melakukan hal-hal yang lo sebutin tadi. Sesederhana gue yang nggak merasa cukup bahkan buat diri gue sendiri."
Renjun menyentakkan kepalanya. "Pertanyaan gue sebelumnya udah terjawab kalo gitu."
Kami berdua terdiam cukup lama. Hanya suara riak air yang terdengar kala kaki-kaki kami bergerak. Sejauh ini, belum sekali pun pandangan kami bertemu. Aku sendiri bingung, suasana macam apa ini?
Embusan napas pelan terdengar dari sosok di sebelahku. "Padahal selama ini, si pemilik rumah selalu memastikan pintu rumahnya tertutup. Tapi ada seseorang yang juga tinggal di sana, sebut saja si penjaga rumah, malah dengan gampangnya membiarkan orang lain masuk."
Aku menggeleng dalam tundukku. "Pintu itu memang selalu tertutup, tapi nggak pernah terkunci. Semua orang sebenarnya bisa masuk, tapi nggak semua orang cukup berani. Si penjaga rumah bukan orang yang cukup lancang untuk membuka pintu itu sembarangan. Dia hanya membuka karena ada yang mengetuk, bukan karena sengaja mau membiarkan orang-orang masuk."
"Tapi sebagai orang yang selalu berjaga di pintu, si penjaga rumah ini punya hak penuh untuk memilih, akan membuka, atau mengabaikan si pengetuk pintu. Si pemilik rumah udah memberikan kepercayaan penuh ke si penjaga untuk mengatur regulasi tamu."
Salah satu ujung bibirku tertarik ke atas. "Nggak, dia nggak punya hak, Ren. Dia hanya orang asing yang kebetulan terlalu lama berada di sekitar pemilik rumah. Kepercayaan itu datang hanya karena terbiasa, bukan karena benar-benar sudah, atau memang mau percaya. Tugas si penjaga rumah ini hanya menerima dan menyampaikan, sama sekali nggak punya hak untuk mengabaikan. Dia nggak punya posisi sepenting itu."
"Kalau tugasnya emang hanya sebatas itu, lalu kenapa dia malah ngebiarin si pengetuk pintu itu masuk terlalu jauh? Kalau dia terbiasa hanya membuka pembatas itu, kenapa kali ini dia ngizinin orang asing buat bertamu? Orang asing, bukan saudara, bukan teman, bahkan bukan kenalan. Hanya orang asing."
"Karena ... karena sejak awal si pengetuk pintu ini memang punya niat untuk bertamu?"
"Lo bahkan nggak terdengar yakin dengan ucapan lo sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aoratos | Jaemin
FanficHanya sebuah cerita singkat yang menegaskan bahwa tidak semua rasa suka harus berakhir bersama Dan tidak semua tokoh utama punya cerita yang berakhir bahagia "Gak usah kepedean. Dia baik sama semua orang." ©2018