9. is it the end?

8.4K 2K 116
                                    

Aku mengernyit lalu mengerjap perlahan, berusaha membiasakan pandangan dalam keadaan kamar yang gelap gulita tanpa penerangan.

Ah, sudah malam lagi ternyata.

Aku bangun pelan-pelan, bersandar pada headboard sambil mengumpulkan kesadaran.

Akhir-akhir ini aku benar-benar hanya menghabiskan waktuku di kamar dan kasur. Setiap pulang sekolah, setelah mengerjakan tugas dan me-review pelajaran hari itu, aku akan bergegas mandi lalu tidur. Bunda akan membangunkanku saat jam makan malam tiba. Dan setelah itu, aku akan kembali masuk ke kamar, belajar hingga lelah kemudian tidur lagi hingga hari berganti.

Aku mematikan AC lalu turun dari tempat tidurku, berjalan keluar kamar tanpa berniat menyalakan lampu.

Rumah tampak sepi. Sepertinya Ayah dan Bunda keluar lagi. Aku lupa mengecek jam saat bangun tadi, tapi firasatku mengatakan bahwa malam belum lama datang karena Ayah dan Bunda masih belum pulang.

Berjalan ke ruang tengah, aku mendapati tv yang menyala dengan pencahayaan ruangan yang hampir tidak ada. Dari tempatku berdiri aku masih tidak melihat siapa-siapa di sana. Mungkin Jeno sedang menonton sambil berbaring di sofa hingga wujudnya tidak terlihat dari tempatku berada.

Aku berjalan mendekat. Tebakanku benar. Jeno memang sedang berbaring di sofa sambil memakan kacang goreng. Tidak ada tempat yang tersisa di atas hingga aku harus mengalah dan duduk di bawah. Untung saja ada karpet yang tersedia hingga aku tidak perlu berurusan dengan lantai yang sedang dingin-dinginnya.

"Oh, udah bangun lo," tegurnya.

"Kirain listrik rumah padam. Taunya cuma lagi dieksploitasi buat pribadi. Mentang-mentang Ayah sama Bunda lagi pergi."

"Ya kali gue nonton horor tapi lampu rumah nyala semua. Feelnya nggak dapet, Beb."

Aku tidak menjawab lagi dan ikut bergabung dengan Jeno. Aku tidak ingat pernah menonton film ini. Judulnya pun aku tidak tau. Mungkin ini film baru yang tidak sempat Jeno tonton di bioskop. Bagaimanapun juga Jeno itu tipikal orang yang tidak mau ketinggalan jika sudah menyangkut film dunia perhantuan.

Sepanjang film kami berdua tidak berbicara sama sekali. Hanya suara getaran hp Jeno yang sesekali menginterupsi fokus kami.

"Kalau nonton itu ya mending hpnya disimpan dulu. Filmnya jalan terus tapi mata lo juga di hp terus. Where is the 'feelnya nggak dapet' thing before, uh?"

Tidak menggubris ucapanku, Jeno bangkit dari posisinya. Ia melempar hpnya padaku. "Gue kebelet. Kalo ada telpon atau chat dari Yena bilang gue lagi mengabdi buat negara."

Jeno beranjak tanpa menunggu respons dariku. Aku hanya bisa menggeleng melihatnya pergi dengan terburu-buru. Memangnya pengabdian macam apa yang dilakukan di kamar mandi? Apa ini efek karena terlalu lama bergaul dengan Haechan?

Dari hp Jeno aku tau bahwa sekarang masih pukul 8 malam. Tidak lagi fokus pada film di tv-yang memang tidak kuikuti sejak awal-aku melihat-lihat isi hp Jeno sambil makan martabak.

Recent call hari ini hanya ada Ayah, Bunda dan Yena. Pesan masuk teratas berasal dari operator, Ayah, Bunda dan Yena. Galeri hpnya bulan ini berisi catatan pelajaran dan beberapa foto Yena. Aku benar-benar hampir merasa dilupakan jika saja homescreen dan lockscreen Jeno bukan foto terbaru keluarga kami yang diambil beberapa bulan yang lalu.

Aku beralih pada LINE-karena tadi Jeno menitipkan chat dari Yena padaku. Seperti dugaan, chat paling atas memang dari Yena. Aku membukanya dan melihat-lihat isi percakapan mereka. Pembahasannya sederhana, hanya seputaran aktivitas mereka dan beberapa lontaran sweet talk yang berasal dari Jeno yang ngomong-ngomong, aku tidak tau dia belajar dari mana-atau dari siapa. Sangat biasa sebenarnya, jika saja mereka berdua memang ada apa-apa. Tapi kenyataannya, mereka tidak lebih dari sebatas teman sekolah.

Aoratos | JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang