"Gue tuh ngerasa kayak Aladdin. Nilai biologi gue jadi karpet sama lo jadi jinnya,"
Kata Indra yang sedang merangkul pundakku.
"BTW, ini kenapa kita jalannya ke warnet ya?"
Sepulang sekolah, Indra menyeretku dari gerbang sekolah menuju sebuah warnet mungil di pinggir jalan. Dia berkata aku harus menagih janji lantaran nilai biologinya lebih besar daripada nilai biologiku.
Permasalahannya, yang diseret baper.
"Ikut aja napa sih, cerewet banget!"
Katanya mengusap puncak kepalaku.
Dan tersenyum gemas.
Sepertinya Tuhan lupa aku berbuat buruk.
Buktinya aku di surga. Bertemu malaikat. Namanya Indra.
Indra dan aku lekas duduk didepan komputer setelah beberapa lembar abu kutukarkan di kasir.
"Nia, kamu pegang hpku. Rekam layarnya ya," ujarnya menyodorkan ponsel pintarnya.
Di tautan baru, Indra mengetik sebuah website yang nampaknya tidak asing bagi para bocah cilik.
www.games.co.id/permainan_/bomb-it
"Nia, siap-siap rekam,"
"Lo mau jadi yutuber yang suka ngegame permainan bocah?"
"Bukan. Ini buat Fadli, dia suka banget main game ini. Tapi di Rumah Sakit nggak ada komputer,"
KAMU SEDANG MEMBACA
He, Indra!
Short StoryHe, Indra! Namamu Indra Tapi mengapa rangsangan perasaanku tidak pernah ditanggapi olehmu? ***************************************** Catatan kecil Nia tentang teman duduknya yang bernama Indra. Bagi kalian yang memiliki gebetan bernama Indra, selam...