Chapter 7 - Twin

12.6K 479 7
                                    

Author Pov

Waktu sudah menunjukan pukul 07.00, Dissa tak mungkin bisa bangun jam segini di Hari Minggu, tapi kali ini dia sudah terbangun. Matanya terbuka perlahan karna sinar matahari yang masuk dari jendela sangat menyilaukan. Perlahan, Dissa mencoba bangun dari tempatnya. Dia ingat betul kalo tadi malam tertidur di mobil Satria. Dilihatnya sekelilingnya, semua perabotan perempuan, warna dasarnya pink-putih. Keren, batinnya.

Dissa beranjak dari tempat tidurnya, melihat-lihat isi kamar ini. Ukurannya sedikit lebih besar dari kamarnya, tapi disini rapi seperti tak tersentuh. Dia berjalan menuju sebuah meja jajaran foto-foto yang diletakan rapi.

Foto paling kanan memperlihatkan seorang perempuan seumuran dengan siswa SMP sedang tersenyum manis. Foto selanjutnya, perempuan itu duduk di sebuah taman menikmati musim gugur. Yang ketiga, viewnya masih sama hanya saja musim dingin. Yang keempat, foto perempuan itu, Satria, dan mamanya dengan background sebuah air terjun. Yang terakhir, foto perempuan itu bersama Satria, keduanya saling merangkul. Disana, Satria terlihat lebih kecil dari sekarang. Diambilnya foto itu oleh Dissa. Dibacanya sebuah tulisan di bawah foto mereka.

"Satria Alvaro, Sabrina Alvara." Jadi Satria punya adik? Eh ini mereka mirip dan keliatannya seumuran. Jadi Satria kembar? Tapi kenapa gak pernah liat ya. Batin Dissa.

Diletakkan kembali foto itu pada tempatnya. Pandangan Dissa mengarah kepada satu pintu. Dissa yakin itu bukan pintu keluar karna pintu keluar ada di sisi sebelahnya dan juga bukan kamar mandi karna kamar mandi ada di dekat almari di ujung yang lain dan Dissa tadi juga sudah masuk ke kamar mandi.

Pintunya tertutup. Dissa membukanya perlahan, takut menggangu apapun atau siapapun di sebelah sana. Terlihat satu kamar lagi bernuansa biru dan ada satu cowok yang sepertinya sedang mencoba bangkit dari posisi tidurnya. Oh kamar Satria, I see, batin Dissa.

Mata Satria yang baru bangun dari tidurnya menangkap pintu itu terbuka.

"Saa- Dissa," hampir saja Satria berpikir kalo yang membukanya Sabrina -kembarannya- tapi dia ingat Dissa tidur disana semalam.

"Eh Sat, ganggu ya. Maaf deh," Dissa yang merasa tak enak hendak menutupnya lagi.

"Gak kok, gue emang udah bangun. Masuk Dis."

Dissa melangkahkan kakinya ragu-ragu, berjalan mendekat ke Satria yang sudah duduk di samping tempat tidurnya. Kamar ini lebih besar dari yang tadi, tapi masih tetap sama, rapi. Hanya saja terlihat meja yang berserakan buku. Dissa duduk di sebelah Satria. Baru kali ini dia merasa nyaman dekat Satria. Dilihatnya wajah Satria yang masih penuh bekas luka. Dahinya tertutup kapas yang sudah direkatkan. Tangannya memegang pipi Satria yang terlihat biru sepertinya ini refleks saja.

"Jangan dipegang," kata Satria lembut dan menjauhkan tangan Dissa dari wajahnya.

"Maaf Sat."

"Udahlah Dis."

"Tapi gue udah bikin lo kayak gini."

"Bukan lo, tapi stranger."

"Maaf udah bikin lo dateng kesana."

"Gue sendiri Dis yang pengen dateng. Gue khawatir sama lo."

"Tapi-."

"Gaada tapi-tapian."

Mereka masih saling menatap, Dissa menatap dengan perasaan  menyesal, sedangkan Satria malah menatap mengagumi wajah mungil Dissa. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.

(Please Be) Mine [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang