Sudah 6 hari, Ryan Satya belum juga bangun dari tidurnya. Keadaannya membuat sang adik semakin sedih, takut akan hal-hal terburuk yang mungkin saja terjadi. Kini Dissa baru saja duduk -masih berseragam- di sisi tempat tidur dengan menggenggam tangan kiri kakaknya dan berharap bisa memberi kekuatan.
"Hai kak, gimana kabarnya? Bangun dong! Dissa kan kangen. Jarang-jarang kan Dissa bilang kangen," kata Dissa berbisik di telinga kakaknya, berharap kakaknya bangun.
Ryan yang masih tertidur, perlahan membuka mata. Dia mengerjap melihat keadaan yang sangat asing. Seingatnya dia berada di mobil bersama kekasihnya, Rika.
"Rik..."
Mendengar ada suara, sontak membuat Dissa mendongakkan kepala. Kak Ryan sadar!
"Kak? Kak Ryan?"
"Dis..sa.. in..i dima..na?" kata Ryan yang masih terbata.
"Rumah sakit kak, bentar ya aku panggil dokter sama mama," kata Dissa.
Segera dia memencet tombol untuk memanggil dokter dan dia menelfon mamanya yang masih menebus obat.
"Ada Apa Dis?"
"Kak Ryan sadar Ma! Sadar," kata Dissa dengan gembira.
Setelah 6 hari diliputi ketakutan, kini hatinya lega. Kakaknya kembali! Kak Ryan kembali! Kak Ryan kembali!
***
"Ma, Ryan kenapa yaa?" tanya Kak Ryan setelah menjalani pemeriksaan dan akhirnya benar-benar sadar.
Mamanya yang mengingat kata dokter kalau Ryan masih proses pemulihan dan tidak dapat berfikir terlalu keras, khawatir malah dapat mengganggu ingatannya -amnesia- hanya bisa menjawab ringan, "Kecelakaan sayang, udah istirahat dulu aja ya."
"Rika gimana Ma?"
Blam, pertanyaan itu tepat di hati. Dissa dan mamanya langsung bungkam mendengar pertanyaan Ryan. Tak ada yang berani mengeluarkan suara. Masih bingung, haruskah jujur sekarang? atau berbohong dulu? Hanya saja takut keadaan Ryan semakin buruk jika tahu kalau Rika, harus pergi meninggalkannya. Bukan, bukan pergi tapi 'pergi', selamanya.
"Ma? Kok bengong. Dis, Rika gak kenapa-napa kan?"
Perkataan Ryan mengejutkan lamunan mereka. Bingung harus menjawab apa, Dissa memandang mamanya mengode untuk sang mama saja yang menjawab.
"Ryaaan, isitirahat dulu deh ya. Masih harus banyak istirahat kata dokter."
"Tapi, tadi Ryan mimpi ketemu Rika tapi Rika nyuruh Ryan balik dan dia pergi gitu aja. Dia pake baju putih cantik banget deh Ma. Takut aja dia pergi ninggalin Ryan. Dia gak 'pergi' kan Ma?"
Dissa dan Mamanya saling pandang seketika saat mendengar cerita Ryan. Bagaimana hati putranya saat mengetahui perempuan yang dicintainya harus pergi? Itu sulit dibayangkan. Mereka dalam posisi sulit, tak mungkin mengatakannya sekarang! Tidak!
"Rika ada sayaang, tapi kamu istirahat dulu deh," Mamamnya mencoba mengalihkan topik.
"Kalo udah baikan, boleh kan ketemu Rika?" tanya Ryan sekali lagi.
Terlalu sering menyebut kata Rika membuat Renata -Mamanya- semakin takut sekaligus sedih. Bagaimana bisa putranya harus kehilangan orang yang dicintainya saat ini? Ingin rasanya menangis, merasakan hati putranya. Dia menangguk kecil menjawab pertanyaan tadi. Sedih rasanya melihat putranya tergolek lemah fisik dan batin. Air matanya hampir saja lolos, tetapi buru-buru diusapnya, takut akan ada yang melihatnya.
"Mama, keluar sebentar ya," kata Renata berbohong.
"Kak Ryan istirahat ya, Dissa mau cari camilan bentar," kata Dissa ikut berbohong, dia tau Mamanya tadi hampir menangis. Dia keluar, mengejar Mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Please Be) Mine [completed]
Roman pour AdolescentsTak mudah menyadari cinta yang tulus walau dia sudah di depan mata, tak mudah pula untuk memilikinya walau cinta selalu berbunga *** Cover by : just-anny