Naruto mengernyit dan menoleh, "Apa dikehidupan sebelumnya aku adalah artis?"
Toneri diam, ia tampak berpikir. Naruto pergi melanjutkan perjalanannya menuju kelas. Kedua lensa matanya bergulir turun menatap kosong.
Gambaran-gambaran tidak jelas didalam pikirannya ikut berputar mencari identitas Toneri yang rasanya ia kenal. Sebuah informasi penting tersimpan dalam didalam pikirannya yang masih terselimut kabut.
Toneri mengangkat gawai-nya, menghubungi salah satu orang yang bekerja dengannya.
"Kirimkan aku data lengkap tentang Uzumaki Naruto. Dan periksa kembali riwayat kematiannya."
**BROKEN ICE**
"Waah~" Kedua pipi Hinata merona, seperti anak kecil yang takjub melihat perut besar dihadapannya. Hampir saja Hinata ingin menyentuh perut Rin sensei, Naruto menahannya. "Kenapa? Aku kan penasaran,"
Rin sensei tertawa merdu, melihat tingkah kedua muridnya ini lumayan menghibur pagi nya yang melelahkan karena usia kandungannya yang menua.
"Naruto-kun, jadi.. Bagaimana hari pertamamu?" senyum Rin sensei merekah, Naruto mengangguk sekali.
"Semuanya berjalan dengan baik, sensei."
"Dia bohong." Hinata memotong, gadis itu kembali berdiri tegak disamping Naruto. "Sejak tadi pagi, wajahnya mengerucut terus. Sepertinya Naruto-kun tidak bisa mengerjakan fisika, "
Naruto memberikan cengirannya. Jujur saja jemarinya sudah gemas ingin mencubit Hinata.
"Itu karena kau sejak tadi mengajakku berbicara." Gumam Naruto. Rin tertawa, wanita itu cukup mengenal tingkah Hinata yang semakin hari berubah-ubah saja sikapnya. Meskipun hari ini tidak lebih parah dari kemarin. Mungkin ini adalah limit usilnya Hinata.
Hinata kembali sibuk memainkan earphone tanpa kabel ditelinganya. "Hehe, sensei, hari ini Naruto-kun yang menyelamatkanku dari omelan Anko sensei usai KBM." Curhat Hinata menunjukkan jajaran giginya.
"Mengapa Anko-sensei memarahimu lagi, Hinata?
Naruto tersentak, reflek ia membekap mulut Hinata. "Summimasen, Rin-sensei, saya baru ingat Kakashi sensei memanggil kami," Naruto mengangguk cepat memberi hormat, "Kami mohon pamit." dan menarik Hinata menjauh.
**
Hinata menyentak jemari Naruto dari bibirnya. "Tanganmu rasa jeruk!"
"Kau menjilatnya?"
Hinata bersungut-sungut. "Jangan-jangan jeruk dimeja, kau yang menghabiskannya."
"Mana mungkin." bantah Naruto santai, ia memasukkan kedua pergelangan tangannya ke saku celananya. Hinata menatap pemuda disebelahnya itu dengan tidak percaya.
"Lipstick ku jadi berantakan," keluh Hinata lagi membersihkan sekitar bibirnya.
"Kau tidak memakai lipstick."
Hinata mendelik, "Kau memerhatikan bibirku? Sejauh mana kau memerhatikanku, tuan?"
Menerima tatapan intimidasi Hinata, Naruto hanya bergumam tidak jelas sementara matanya melirik hal lain.
"Ada fatamorgana," Naruto menatap jauh dibelakang Hinata, mengalihkan pembicaraan mereka. Hinata memajukan bibir bawahnya.
"Sejak kapan muncul fatamorgana disini," meskipun begitu, Hinata tetap berbalik mengarah dimana Naruto melihat pemandangan tersebut. Beberapa detik kemudian, kedua mata perak itu membulat takjub. "Pegunungan!" Pekik Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Ice
Fanfic"Dia... Tunanganku. Telah mengalami pertukaran hidup denganku." - Hinata. Hati yang sudah membeku takkan bisa menghangat semudah itu. Siapa yang duga jika hari indah itu akan berubah menjadi hari tragedi? Berkat teknologi dan kecerdasan ayah Naruto...