23. Engagement

938 103 10
                                    

Hari menjelang sore, dan Hinata baru saja selesai ditata rambutnya.

Disana ia berdiri didepan cermin, mengenakan gaun hitam serasi dengan Sasuke. Menampilkan lekuk tubuh indahnya. Dengan rambut digelung tinggi memamerkan leher jenjang tak luput kalung berlian putih yang menghiasinya.

Hinata menghela napas, melirik jemarinya yang akan segera tersemat cincin tunangan baru. Menggantikan cincin bertahta Chopard Blue Diamond pemberian Uzumaki Naruto.

Hinata memainkan cincin seharga jet pribadi tersebut dengan tatapan kosong. Dia tertawa hampa. Untuk apa cincin mahal ini jika yang memberikannya sudah tidak disisinya?

"Hinata-sama," Neji memanggil. Memecahkan lamunan Hinata. Gadis itu bergeming, tak menoleh. "Sudah waktunya."

Sesaat Hinata terdiam, kemudian berbicara, "kemana Naruto-kun?"

Orang-orang yang bertemu dengannya saat ia tanyakan keberadaan Naruto, mereka selalu menjawab dengan panik, seraya menggeleng dan mengatakan bahwa Naruto telah dikirim oleh Hiashi-sama untuk ditugaskan disuatu tempat sampai beberapa hari.

Sejujurnya, Hinata enggan beranjak tanpa Naruto yang memegang lengannya. Keberadaan pemuda itu seolah meyakinkannya bahwa mereka akan tetap bersama.

Namun, sepertinya Neji menggantikan posisi pengawal pribadinya tersebut.

"Naruto tidak akan kembali untuk beberapa waktu."

Sebagai gadis bangsawan yang telah diajarkan etika kehidupan, Hinata dilarang memaksakan kehendaknya. Gadis itu mengangguk, paham.

Dia sudah paham.

Bahwa Naruto, tidak lagi ditugaskan untuk menjaganya, mengingat orang-orang Uchiha yang mulai malam ini akan menjaganya.

Tidak ada lagi campur tangan klan Uzumaki.

Hinata meremas jas lengan Neji. Menahan air matanya.

Apa pada akhirnya Naruto akan benar-benar meninggalkannya? Mengorbankan dirinya agar Hinata bisa melanjutkan hidup.

Bersama Uchiha? Dan menjadi pengkhianat persahabatannya dengan Sakura?

Saat Hinata berhenti berjalan, menelan ludah dan menutup mata seolah menelan kembali air matanya, Neji berbisik, "jangan pikirkan apapun. Kau hanya terlalu banyak berpikir, Hinata-sama. Ini semua... Demi kebaikan Hyuuga dan aliansi bahkan kubu non aliansi."

.

"Jika kau terjebak diantara dua pilihan..." Suara itu mengejutkan Hinata. Ia dengan cepat menyeka air mata yang masih berjatuhan dipipinya. "Ambisi atau cintamu...?"

.

Hinata lagi-lagi menutup mata. Suara Naruto dibenaknya malam itu datang. Ada sebuah beban dihatinya.

Pertanyaan yang sama dengan yang Toneri tanyakan. Dan pemuda berambut biru pucat itu memilih ambisi. Meninggalkan dirinya.

Demi... Semua orang.

Hinata tersenyum hampa, mungkin memang benar ini jalan yang harus ia pilih. Mengorbankan cinta yang menyakitkan, demi kebahagiaan orang-orang yang ia sayang. Ambisi ayahnya masuk akal. Ini bukan hanya sekedar ambisi, ini demi kebahagiaan rakyat Jepang.

Hinata melakukan hal yang benar.

Berkali-kali ia membisikkan itu dihatinya. Dia... Benar.

.

"Uzumaki akan tetap hidup dihatimu." Lanjut Naruto menatap lurus pemandangan didepan.

.

Broken IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang