CATATAN KOPI 6 : Wulan?

139 24 1
                                    

              Hari demi hari kulalui, sedikit berbeda sebab kehadirannya; Wulan.
Sesekali ia mampir untuk bertemu denganku dan Fira ataupun sekedar menyantap ramuan caffe late kesukaannya. Aku belum bercerita apa - apa tentangnya pada Fira dan mungkin ia hanya menganggap Wulan sama seperti yang lainnya. Kabarku dan Wulan? Masih seperti biasa, tak terikat dengan hubungan pelik dan masih sebatas pendekatan yang wajar. Kami hanya ingin memantaskan diri dan menumpuk kepercayaan satu sama lain, saling mengerti dan memahami terlebih dulu sebelum berlanjut lebih jauh lagi.
Sampai sejauh ini, aku tak banyak menghabiskan waktu dengannya. Sebab masih ada keperluan yang lebih penting ketimbang memikirkan percintaan, Wulan pun berpikir demikian, kariernya masih menjadi pertaruhan yang serius ketimbang terjebak dalam pertalian asmara. Waktu berjalan apa adanya, aku tak bertemu dengan Wulan lagi.

            Kedai koffee pun tutup sementara karena aku dan Fira disibukkan oleh materi ujian. Kami sepakat beristirahat sejenak, dan kedai pun terlelap. Gaji Fira juga sudah kuberikan padanya karena aku tak ingin ada tunggakan yang ia rasakan. Aku dan Fira tak bertemu beberapa minggu lamanya. Sesekali aku mampir kekedai untuk melihat keadaan, entah sekedar bersih - bersih atau meracik kopi dan merenungkan usahaku membangun kedai ini dari nol, sedikit tak percaya. Kedai yang ku kira hanya akan menjadi omong kosong belaka, kini benar nyata adanya. Tak kusangka akan memiliki banyak pelanggan setia yang memang sudah kuhafal dengan baik wajah - wajah mereka. Sambil kuseruput kopiku, kubayangkan kejadian tentang para pelangganku. Membayangkan kembali saat pertemuan pertamaku dengan Fira, membangun kedai bersamanya, dan tentang para pelanggan yang lupa membawa uang, menjadikan sepatu sebagai jaminan atau pun mereka yang membawa uang kurang. Aku tertawa dan kembali menyeruput kopiku. "Sudah banyak cerita yang ter-rangkum dalam kedai ini" Gumamku dalam hati sambil tersenyum puas.
Setelah puas bersantai didalam kedai, kemudian aku memutuskan mencari makan keluar. Hari yang cerah dengan gugusan banyak awan, tak panas dan tak juga dingin. Tak jauh dari kedai ada warung makan sederhana, saat sedang berjalan aku dikagetkan oleh klakson mobil yang bersumber dari belakangku. Kemudian aku berhenti dan menengok kebelakang, "kira - kira siapa orang iseng yang mengangguku" Begitulah pikirku. Wanita dengan hijab pun keluar dari mobil, Nayla rupanya.

"Hey nan.." Berjalan menghampiriku.

"Eh iya, kenapa kak? Dari mana?" Tanyaku padanya.

"Oh ini tadi kebetulan lewat kedai kopi kamu, tapi kok tutup ya? Terus karena tutup ya saya lanjutin aja perjalanan saya, eh kebetulan saya liat kamu"

"Oh soal itu, iya memang sedang tutup sementara kak. Saya dan teman saya sedang disibukkan dengan ujian ditempat kuliah kami, makanya tutup"

"Oh gitu, saya kira kamu atau temanmu sedang ada masalah lain" Ucapnya dengan lega.

Saat sedang ngobrol, kami mendapatkan klakson dari pengendara lain karena posisi mobil Nayla yang sedikit memakan badan jalan. Kemudian kuputuskan untuk memintanya menunggu sejenak karena aku harus membeli makanan untuk siang ini, dan kami pun menuju kedai kopi. Kubuatkan secangkir cappuccino untuknya untuk menemani diskusi kami dan kutaruh makananku untuk nanti.

"Silahkan diminum kak" Kataku dengan ramah.

"Iya nan, jangan manggil kak. Umur kita ngga terpaut jauh kok. Lagipula, aku dan Wulan itu lahir hanya berbeda setahun saja" sambil tertawa.

"Emang iya? Saya baru tau soal itu" Jawabku polos.
"Lalu, sebenernya ada apa? Kayaknya datang kesini bukan sekedar untuk ngopi aja kan?" Aku bertanya sebab untukku merupakan hal yang aneh, jika dia hanya sekedar datang untuk ngopi.

Catatan Kopi In MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang