CATATAN KOPI 2 : Kedai Koffee

304 33 1
                                    

Semenjak aku memperkenalkan kopi kepada Frans, ia menjadi pribadi yang curiga terhadap kopi (sangat ingin mengetahui apa yang membuat kopi begitu digemari). Banyak pertanyaan yang ia lontarkan sebab rasa penasaran yang begitu sangat, tapi hanya beberapa yang ku ingat. Frans pernah bertanya padaku seberapa istimewanya kopi bagiku? Dengan senang hati aku menjawab "Kopi sangat istimewa. Sebab ia bukan sekedar buah, tapi ia anugerah yang sengaja diciptakan oleh sang Kuasa, alam pun setuju akan kehadirannya. Kopi bukan sekedar biji biasa, bagiku ia teman bercerita, yang se-iya dan yang setia, ia pelipur lara". Ia tersenyum mendengarkan ucapanku, ia menggelengkan kepala sambil berkata "Gilaaaa, bahasa lu ketinggian nan, gua bener - bener ngga ngerti apa yang lu omongin barusan hahaha"
"Sia-sia gua ngomong ama orang bego. Udah deh, mending lu minum tuh kopi, abis itu temenin gua ke toko gitar" Sahutku.
"Sial amat gua dibilang bego, lu kebiasaan. Kalo orang lagi kesel bukannya minta maaf, tapi malah disuruh minum kopi mulu" (dengan nada kesal)
"Eh, lu jangan salah. Pertemanan kita itu ibarat kopi tubruk. Coba lu perhatiin kopi ini(sambil memegang cangkir kopi), penampilan luarnya emang keliatan biasa aja. Coba lu sruput (kemudian Frans menyeruput perlahan kopi itu), lu rasain perlahan dan pas lu tau gimana rasa didalemnya, lu gabakalan bisa lupain itu" Ucapku sambil menenangkannya.
"Bisa aja lu kacang panjang" Katanya, sambil melontarkan senyum.

•Jika kalian pernah membaca novel filosofi kopi karya Dee Lestari, maka kalian tidak asing dengan kalimat itu. Kalimat yang diucapkan tokoh Ben kepada Jody sobat karibnya. Kalimat itu juga yang ku lontarkan kepada Frans temanku•

Setelah kopi habis, kami pergi ke toko gitar tak jauh dari kawasan rumahku. Ya, selain hobi minum kopi, aku juga penyuka musik terutama alat musik gitar. Aku mengenal alat musik gitar dan mempelajarinya sejak duduk dibangku SD kelas 5, sampai sekarang aku masih gemar untuk mempelajarinya lebih dalam. Hampir 1 jam aku memilih gitar yang akan kubawa pulang, tes suara dan yang lainnya, hingga bernegosiasi dengan kasir, setelah menuju kesepakatan yang diinginkan, aku pulang bersama Frans.
Sesampai dirumah, Frans pamit pulang karena masih ada keperluan. Aku pun jua sama, banyak yang harus ku kerjakan. Oh iya, pertemananku dengannya sudah sekitar 3 tahun lamanya. Kali ini, kami sudah saling akrab dan tau kepribadian masing - masing. Dalam beberapa hal kami memiliki pemikiran yang sama, yang membedakanku dengannya hanya perihal cinta. Masalah percintaanku tak semulus Frans yang beberapa kali sering gonta - ganti pacar. Semenjak mantanku meninggal, aku tak pernah lagi menemukan kecocokan dengan yang lainnya dan berujung patah hati, selalu.

Hari - hari selanjutnya selalu sama, tak ada yang berbeda. Hingga akhirnya aku dan Frans lulus dari SMA. Setelah itu, aku dan dia memilih jalan hidup yang kami pikirkan sejak lama. Aku memilih kuliah di salah satu Universitas Negeri di Jakarta, dan Frans memilih bekerja disalah satu anak perusahaan ayahnya. Keluarganya memang terbilang kalangan atas sejak dulu, jadi pikirku dia tak perlu pusing soal masa depannya nanti.
Semenjak lulus, aku dan Frans sudah jarang bertemu, sekedar bercakap - cakap via ponsel pun tak ada waktu saking sibuknya.
Oh iya, semenjak lulus sekolah, aku mencoba peruntungan dengan membuka usaha kecil - kecilan, aku mencoba membuat kedai kopi dengan bermodalkan ilmu yang ku punya. Dibantu kedua orang tua ku yang menambahkan modal untuk usahaku, ya hitung - hitung laba nya bisa kusisihkan sedikit untuk mencicil biaya dan keperluan kuliahku. Kedai Koffee, terletak diantara ruko - ruko. Tak sekedar kopi yang ku jual, namun ada beberapa makanan dan cemilan untuk menemani momen ngopi para pelanggan. Ada mesin penggiling kopi pemberian pamanku juga disana, yang letaknya tak jauh dari kasir. Aku buka dan bekerja sendiri disini. Aku senang dengan kehidupanku sekarang.

• Taruh ponselmu, lenyapkan tubuhmu dari hiruk - pikuk perkotaan. Mari berdiskusi dan berinteraksi dengan kopi, mari cairkan suasana hati •

Kira - kira begitulah kalimat slogan yang terpampang ditembok kedai ku.


Tak butuh waktu cukup lama, dalam kurun waktu 6 bulan kedai kopi ku sudah banyak memiliki pelanggan setia, sebagian dari mereka para pekerja kantor yang datang siang hari saat jam istirahat, ada juga para mahasiswa yang sekedar nongkrong dan mengerjakan tugas, sisanya para kerumunan orang yang rela antri dan pergi dari kedai kopi. Dengan kedai ku yang seperti ini memberikanku rasa senang yang begitu sangat, tapi disatu sisi terkadang aku mulai sulit membagi waktu antara mengerjakan tugas kuliahku dan menjaga kedai. Aku tak ingin mencoret reputasi absensiku dikelas, "Bersyukur banget bisa serame ini, tapi gua gabisa begini terus. Yang ada bakalan keteteran nantinya, gua butuh satu atau dua orang buat bantuin gua" Gumamku dalam hati.

Hari berikutnya, masih sama seperti hari kemarin. Kemudian aku membuat tulisan dikertas putih kosong "Disini ada lowongan pekerjaan" berharap ada sepasang mata yang membacanya.
Sedari pagi, tak ada yang memperhatikan tulisan itu, beberapa tak tertarik mungkin "Yasudah, mungkin agak lama. Biar kutunggu sampai petang tiba" Gumamku.
Hari mulai petang, dan kedai pun sudah tak ada pengunjung. Aku memilih menutup kedai sebab ada beberapa tugas kuliah yang harus ku rampungkan dengan segera. Saat sudah selesai semua, aku begegas pergi. Namun saat baru beberapa langkah ku berjalan, ada seorang wanita yang menghampiriku dan bertanya "Permisi mas, mau tanya. Apa benar dikedai kopi ini membutuhkan pekerja?"

"Oh iya betul mbak, mbak ini siapa ya?" Sahutku.

"Perkenalkan, nama saya Safira mas (Sambil menjabat tanganku), panggil saja Fira. Eee.. Apa lowongan pekerjaan itu masih berlaku mas?

"Oh, saya Ginan(menjabat tangan lembutnya). Iya masih mbak, kenapa emang ya? Mbak mau bekerja dikedai ini?"

"Iya mas, saya butuh pekerjaan. Untuk bayar biaya kuliah saya mas. Saya sehari-an ini mencari lowongan pekerjaan, tapi susah mas. Apa saya boleh bekerja disini?"

"Yasudah kalo gitu mbak, tapi mbak nya serius ngga mau bekerja disini? Kedai kopi ini baru saja buka 6 bulan yang lalu, ya gaji nya ngga seberapa mbak, karena mbak tau gimana dunia wirausaha kan? Saya juga masih kuliah mbak, jadi ya mungkin gaji mbak disini ngga seberapa dibanding bekerja ditempat lain. Mbak Fira mau?

"Saya ngga terlalu permasalahin soal gaji mas, yang saya cari justru bekerja seperti ini mas. Se-enggaknya waktu senggang saya bisa saya gunain untuk ngerjain tugas kuliah mas"

"Oke mbak, mending kita ngobrol dikedai aja. Ngga enak juga ngobrol sambil berdiri, kaki saya pegel hehe"

"Iya mas, mas Ginan ini lucu juga ternyata haha" Sahutnya sambil tertawa.

Kemudian ku buka lagi kedai kopi itu sedikit, hanya untuk bercakap - cakap perihal lowongan pekerjaan.

Kami larut dalam obrolan, aku dan dia sama - sama bercerita. Aku banyak bertanya padanya tentang asal - usulnya, ya karena dia karyawanku sekarang. Jujur, baru pertama kali aku mempunyai karyawan, aku pun tak berlaku seperti seorang bos. Aku perlakukan ia selayaknya teman.
Safira berasal dari Yogyakarta, kuliah di salah satu Universitas di Jakarta. Ibu dan ayahnya berada dikampung halaman, ia berpikir bahwa ia tak bisa terus - menerus merepotkan kedua orang tua nya disana. Sebab itulah dia mencari sambilan pekerjaan yang tak terlalu memakan waktunya. Aku sih setuju saja, selagi dia mau membantuku disini, setidaknya aku tak akan kerepotan nantinya dan aku harap kami berdua bisa membagi waktu antara pekerjaan dan kuliah kami.
Oh iya, Safira ini orangnya cantik, berkulit putih khas desa, tinggi tubuhnya mungkin sekitar 165cm. Semua pria yang memandang nya mungkin akan terpesona. Tapi aku tidak menaruh hati padanya, karena ku pikir aku tak perlu jatuh cinta untuk sekarang. Ada banyak yang harus ku lakukan ketimbang memikirkan percintaan.
Ku bilang padanya untuk datang esok kesini, pukul 7 pagi. Entah kenapa aku percaya saja padanya karena kurasa ia orang yang baik dan tak neko - neko.

Mulai besok aku dan Fira akan menjaga kedai, ya tinggal satu orang lagi untuk membantu kami menjalankan bisnis kedai ini. Yang aku takutkan jika aku dan Fira benar - benar disibukkan oleh tugas perkuliahan nantinya.

Yaa lihat saja kelanjutannya bagaimana, akan ada dibagian Catatan Kopi 3. Terimakasih telah membaca.

Catatan Kopi In MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang