Alina melempar ponselnya ketempat tidur. Laki – laki pikir ia itu siapa sampai tidak membalas pesanku.
Alina duduk dimeja rias kamarnya, ia membersihkan make upnya menggunakan kapas. Ia terus menggerutu tidak jelas karena merasa kesal kepada Arvin yang juga belum membalas pesan darinya.
Ponsel Alina berbunyi, ia bangun dari tempat duduknya dan mengambil posenlnya.
"Hah." Alina meletakkan tangan didadanya. "Arvin?"
Jantung Alina berdetak begitu kencang, kenapa tiba – tiba ia gugup saat Arvin menghubunginya? Apa karena itu panggilan pertama Arvin. Alina mencoba menenangkan dirinya dan menganggkat panggilan Arvin.
"Iya."
"Tes." Kata Arvin.
"Ada apa?" Tanya Alina jutek.
"Justru aku yang ingin bertanya, kenapa mengirimku pesan seperti itu?"
"Emm ... itu karena aku ingin memastikan apa itu benar nomormu." Jawab Alina.
"Oh begitu."
"Oh iya Arvin. Aku belum sempat menanyanyakan ini kepadamu. Sebenarnya siapa kedua laki – laki yang mengerjarmu malam itu?" Tanya Alina.
Alina tidak mendengar jawaban apapun dari Arvin.
"Arvin?" Panggil Alina.
"Iya, itu mungkin orang yang dendam kepadaku."
"Apa kamu sering mengalami hal seperti itu?" Tanya Alina.
"Tidak juga." Jawab Arvin.
"Sedang berbicara dengan siapa?" Suara Haidar mengejutkan Alina. Alina melirik kedepan pintu kamarnya. Haidar berdiri dengan tangan memegang gagang pintu.
"Em.. Arvin ada pamanku. Kita berbicara nanti lagi." Kata Alina.
"Baiklah." Jawab Arvin.
Alina memutuskan panggilannya. Haidar berjalan mendekati Alina.
"Kenapa saat paman datang kamu menutup telponnya?" Tanya Haidar.
"Oh itu ... Hal yang perlu aku bicarakan sudah selesai." Kata Alina.
Haidar duduk dikasur Alina. "Paman tidak akan bertanya bersama siapa kamu datang tadi sore ke Restoran tadi."
"Hm ..." Alina mengikat rambutnya yang dari tadi terurai "Itu ... Temanku. Kami memang berjanji itu bertemu di Restoran paman."
"Apa papamu sudah tau?" Tanya Haidar.
"Hah?" Alina memandang gugup Haidar. "Dia hanya teman, untuk apa papa mengetahuinya."
Haidar tertawa "Ayolah Alina jangan malu seperti itu. Kamu sudah besar, jadi tentu saja kamu sudah boleh ..."
"Itu hanya temanku paman." Alina berbicara cepat.
"Kalau sudah lebih dari sekedar teman, beritahu kepada paman ya." Haidar tersenyum dan berjalan keluar dari kamar Alina.
Alina mengusap wajahnya. Bagaimana jika papanya sampai tau kalau dia mempunyai teman laki – laki yang sering bertemu dengannya?
Papa Alina melarang Alina untuk terlalu dekat dengan laki – laki. Terutama kepada laki – laki asing yang baru ia temui. Alina mematuhi setiap apapun yang dikatakan oleh papanya. Meski tidak tau apa alasan papanya seperti itu, Alina harus tetap patuh karena pasti papanya punya alasan dibalik semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE SUNSET AND YOU
RomanceSunset memang indah, tapi akan lebih indah lagi jika memandangnya bersamamu