:Sebelumnya:
"Lalu, Jaeger, kau sendiri melihat siapa HM?"
Eren mundur beberapa langkah saat Hanji mendekati wajahnya dengan mata yang mengobservasi.
"I-Itu—" Eren menggosok belakang kepalanya, "Uh, entah kenapa wajah Connie jadi mirip—"
Jeda beberapa saat. Eren mengayunkan bibirnya, menyebut sebuah nama sakral. Dan—
Cengiran lebar Hanji pecah.
"—Sir Rivaille."
Seperti yang ia duga. Hanji membatin dengan bangga.
"Begitu."
Ah. Ia tidak sabar untuk segera memberitahukan kedua murid manisnya itu tentang apa fungsi dan arti dibalik ramuan misterius tersebut.
.
.
.
.
.
Live on Weirdos
Shingeki no Kyojin (c) Hajime Isayama
Rate T++ (add one + for some reason)
Warnings : AU, OOC beneran, Typo(s), non-baku, Parodi, RivaEren, Possibly harem!Eren
.
.
.
.
.
:Act 14 – Camp Party part 3:
Panas. Pipi Connie entah kenapa terasa panas. Warnanya merah terang, lebih-lebih tiap kali ia menghadap Eren—yang notabene-nya terlihat seperti Armin sekarang—Connie merasa terpacu karena suatu alasan tertentu.
Alih-alih karena tidak kuat, Connie pun memunggungi Eren dan berjongkok sambil menutupi wajah. Ia harap sih, dengan tidak melihat sosok 'baru' Eren, Connie bisa menahan diri.
Tapi sial—
Sosok yang satunya punya iman yang tipis,
Connie terlonjak saat tahu-tahu Eren dengan tubuh yang berkeringat—memeluknya dari belakang. Napasnya memburu.
Si gundul kecil berbalik—dan di dapati wajah Armin yang merona disana—merangkulnya dengan tubuh berdada yang bahkan ia bisa rasakan efeknya. Connie menelan ludah.
"E-Eren ... minggir."
"T-Tubuhku refleks. Aku, t-tidak ... kuat—" Eren memperkuat pelukannya, "Perutku r-rasanya geli—"
Hanji berjongkok di depan mereka dan tersenyum kuda. Beberapa murid yang berseliweran hanya berpura-pura menutup mata melihat kondisi Connie dan Eren yang nampak absurd dalam keadaan jongkok dan berpelukan canggung.
"Wow, dahsyat juga efeknya."
Connie mencengkeram lengan Eren yang memeluk lehernya. Tapi bukannya menepis tangan itu, Connie malah mempererat cengkeramannya. Ia lantas menggigit bibirnya sendiri, kemudian.
"A-Apa yang anda berikan pada kami, s-sir?" Connie mulai was-was. Keringat masih terus membanjiri dahinya. Wajah merah itu belum kunjung reda.
Disana Hanji, hanya melebarkan lubang hidungnya dan mendengus bangga.
"Percampuran Aphrodisiac dan Ketamin dalam dosis yang tepat—anak-anakku,"