Act 16: Epilogue

759 74 22
                                        


Eren memandang tanpa kedip, puluhan baris kursi yang berjajar rapi dan terisi penuh dari berbagai angkatan. Semuanya kini menghadap Eren. Menunjukkan ekspresi yang beragam. Ada yang tersenyum, ada yang menangis. Eren sendiri bingung, masih tidak percaya bahwa hari ini akan menjadi hari yang begitu menegangkan. Ia tatap jari-jarinya yang membeku, dingin—Eren gugup luarbiasa.

Salam pembuka dari seseorang membuat wajah itu kembali menoleh ke depan. Ia lihat punggung kokoh Armin yang berdiri membelakanginya, sedang memberikan pidato kelulusan dari atas podium sebagai perwakilan murid terbaik seangkatan. Ludah diteguk Eren, keras. Ia dan sisa delapan orang yang lain telah berdiri sigap, laksana sayap yang mengiringi Armin menuntaskan salam perpisahannya di momen yang membahagiakan hari itu.

Connie dari kursi penonton memandang mereka semua dengan kilauan mata takjub yang tak henti dipancarkannya. Ia duduk bersebelahan dengan Marco dan memerhatikan jalannya acara secara khidmat.

"Siapa sangka ya—" si kepala plontos mendengus, menatap wajah polos Eren yang nampak serius di atas panggung hari itu. Marco pun hanya manggut. Dengan ramahnya ia balas tersenyum.

Ah, siapa yang tidak takjub.

kalau bocah yang terkenal pernah mencetak nilai dua dalam sejarah ulangan tengah semester—

Ternyata bisa masuk ke dalam jajaran 10 besar kebanggaan Elite S.

Sepuluh.

besar.

Yang sangat dibanggakan.

.

.

.

.

.

Live on Weirdos

Shingeki no Kyojin (c) Hajime Isayama

Rate T+

Warnings : AU, OOC beneran, Typo(s) maybe, non-baku

.

.

.

.

.

:Epilogue—Still, Live on Weirdos:

Hiruk pikuk masih diisi dengan acara peluk dan salam antar sesama murid. Eren yang sudah mendapatkan kuntum bunga kelulusannya, langsung mencari kursi kosong di aula dan menatap sekeliling dengan napas yang tertahan.

Dia terhenyak sebentar—astaga.

Eren. sudah. lulus.

LULUS.

wajahnya sontak terbengong di tempat, menampilkan mimik yang seolah tidak percaya. Tanpa sadar kepalanya kini memutar kenangan yang berwujud seperti potongan roll film. Mereka berputar silih berganti dalam imajinasinya. Eren terkekeh sendiri saat ia ingat Armin yang dulu pernah menyabetnya dengan kain seprai karena lalai mengerjakan PR. Ia sedikit banyak wajib berterimakasih pada si pirang mungil itu, karena telah menyanggupi permintaan Eren untuk menjadi pengingat waktu belajarnya, tutor pribadi sekaligus algojonya.

Heh, kalau saja Eren tahu, Jean pernah cemburu habis-habisan padanya karena si kepala cokelat lebih sering menempeli Armin sejak Rivaille angkat kaki dari Elite S. Tak peduli meskipun kenyataan berkata bahwa Eren tak mendekati si malaikat untuk hal lain—seperti yang sering Jean bayangkan—selain karena belajar.

Live on WeirdosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang