“Saya terima nikahnya, Fadhilatul Laili binti Ahmad Jazuli dengan mas kawin seperangkat alat sholat beserta emas 20 gram, dibayar tunai karena Allah ta’ala.”
“Sah.”
“Sah.”
“Sah.”
“Alhamdulillah.”
“Dhilaaaaa,” Hana, Niswa, Hilya dan Nisa sontak memeluk Dhila. Mereka bersama-sama menghembuskan nafas lega setelah ikut tegang berjam-jam.
“Huaa, dia udah resmi jadi kakak ipar aku sekarang.” Hilya kembali memeluk Dhila setelah sejenak melepaskannya, kali ini dengan pelukan yang lebih erat.
“Ini nikahan yang bener, ngabarin semua sahabatnya. Lah si Hilya dulu, nikahan kagak ada yang tau, apaan.” Niswa mencibir.
“Situasi dan kondisinya belum kondusif pas itu, Nis.” Hilya mengendikkan bahu cuek.
“Selamat jadi istri, Si Cuek.” Hana menepuk pelan bahu Dhila.
“Dhil, barakallah. Udah sah sekarang.” Nisa ikut memeluk Dhila erat.
“Kok nangis, Nis?” Niswa mengernyitkan dahi melihat Nisa meneteskan airmata.
“Eh, apa iya aku nangis? Gak kerasa, terharu aja aku dilangkahin ama Dhila.” Nisa mengusap airmatanya yang tanpa sengaja menetes sembari terkekeh.
“Dia emang cengeng. Dulu pas akad aku juga nangis. Tau tuh anak, tiap ada orang akad nikah nangis.” Hilya menggelengkan kepala heran.
“Suka baper, Hil. Temen-temen aku udah pada sold out.” Nisa membela diri.
“Keluar gih, Dhil. Bang Rafa pasti udah nungguin dari tadi.” Hilya mengusap lengan Dhila, memerintah gadis itu untuk menemui abangnya.
“Kak Dhila, Hilya. Kakak ipar kamu dia sekarang.” Nisa memukul lengan Hilya.
“Aduh, iya lupa. Sana keluar nemuin Bang Rafa, Kak Dhila.” Hilya berucap sok manis pada Dhila, membuat teman-temannya terkekeh geli.
“Aku keluar ya, doain gak gugup.” Dhila meniup-niup tangannya yang mendadak dingin.
“Bismillah,” Nisa menyemangati sembari tersenyum.
Detik ini, Fadhilatul Laili dan Rafa Jamaluddin telah menjadi sepasang kekasih halal. Dan Nisa, sedang berdoa semoga hatinya benar-benar ikhlas.
*****
“Pernikahan itu ibarat kamu akan melakukan sebuah perjalanan jauh. Ada jalanan menanjak dan menurun, jalanan bebatuan, jalanan curam, tidak hanya jalan halus beraspal. Suasana perjalanan kamu juga tidak akan menyenangkan terus menerus. Ada kalanya disapa hujan, ditegur panas terik, diombang-ambing angin. Maka dari itu, kamu harus benar-benar mempersiapkan perjalanan. Dalam pernikahan juga begitu, ada perdebatan, pertengkaran, tidak melulu mesra-mesraan saja. Seseorang yang kamu pilih itu juga tidak akan semanis perjumpaaan pertama. Setelah hari persatuan, kamu akan menemukan banyak kejutan dari seseorang itu.”
“Maka dari itu, pilihlah seseorang yang kamu memang yakin mau melihatnya setiap hari. Setiap sebelum tidur, bangun tidur, mau makan, mengawali dan menghabiskan sisa hari. Pilih seseorang yang memang kau pastikan, ia mau mengawani perjalananmu dengan baik. Memayungimu ketika hujan, memberimu keteduhan di tengah terik, menggenggammu erat ketika tersapu angin. Pilihlah seseorang yang mau mengawani perjalananmu sampai titik terakhir tujuan, bukan seseorang yang mudah menyerah dan meninggalkanmu di tengah jalan. Pastikan, ia adalah seseorang yang benar-benar membersamaimu sampai surga, tujuan akhir perjalanan dalam mahligai rumah tangga.”
“Pernikahan itu komitmen seumur hidup, bukan komitmen yang diberi jangka sebulan atau dua bulan saja. Kamu akan hidup selamanya dengan seseorang yang telah kamu pilih. Maka awali segala sesuatunya dengan hal-hal baik yang penuh berkah, agar sisa harimu bersamanya juga penuh sakinah, mawaddah dan rahmah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahmid Cinta Nisa (Sudah Terbit)
SpiritualNisa telah ikhlas. Demi apa pun, ia telah mengikhlaskan perasaannya. Ia baik-baik saja dan bahagia untuk sahabatnya. Masalah ia yang masih betah menyendiri sama sekali bukan karena hatinya yang pernah patah. Nisa memang masih ingin menyendiri saja...