Sembilan

94 5 0
                                    

Afif berjalan di koridor kampusnya, beberapa hari ini ia mulai rajin mengunjungi perpustakaan fakultasnya. Perjalanannya ke Aceh membawa semangat baru baginya untuk lebih memperdalam pengetahuan sejarahnya.

"Hai Fif, sedang apa kamu disini?" Sapa seorang temannya.

"Eh, hai Zal. Aku sedang mencari buku sejarah Islam di Nusantara. Untuk ujian besok."

"Semenjak pulang dari Aceh, kamu jadi rajin ke perpustakaan."

"Kita ngobrol sambil duduk saja." Ajak Afif kepada Rizal.

"Bagaimana keluargamu disana?" Tanya Rizal setelah mereka berdua duduk.

"Sebenarnya aku belum menemui keluargaku. Aku bertemu seorang gadis di Banda Aceh. Dia mahasiswi kedokteran, tapi dia tahu banyak tentang sejarah Aceh."

"Jadi itu yang membuat kamu jadi rajin gini."

"Mungkin saja, aku ingin bisa lebih dari dia. Aku akan menemuinya lagi dan membawanya ketempat yang dia inginkan dimana aku harus menceritakan sejarah tempat itu."

"Aku rasa kamu jatuh cinta padanya."

"Entahlah. Eh, kenapa bahasan kita jadi kemana-mana. Buku sebanyak ini gak akan habis kalo gak segera dibaca." Elak Afif.

"Oke, aku ingin ke kantin dulu. Selamat belajar. Sampai nanti." Rizal menepuk bahu Afif, lantas bergerak meninggalkan Afif.

Setelah Rizal berbalik membelakanginya, Afif membuka laptopnya, lalu jarinya bergerak di atas keyboard mengetik sejarah Aceh Singkil pada kotak pencarian google.

===

"Hei, apa yang kau pikirkan, Afif ya?" Mala berlari kecil menghampiri Nisa yang sedang duduk termenung.

"Mala, kau selalu saja membuatku terkejut." Saat itu juga, ponselnya berdering, seulas senyum tergambar di sudut bibirnya.

"Tuh kan, pasti dari Afif."

"Kepo deh. Dia bilang dia lagi belajar tentang Aceh Singkil. Katanya dia mau nepati janjinya, membawaku kesana." Jelas Nisa.

"Apasih yang membuatmu begitu tertarik dengan Aceh Singkil. Kau kan tahu sendiri, di sini Aceh Singkil punya citra yang buruk."

"Ya, sayangnya begitu, tapi justru itulah yang membuat rasa penasaranku semakin menguat. Eh Desember sebentar lagi ni. Udah hampir 11 tahun."

"Iya, sudah hampir 11 Tahun, dan kau masih saja menyendiri." Mala menyenggol Nisa sambil tertawa.

Nisa hanya terdiam, otaknya berputar mencerna perkataan Mala. Usianya sudah tidak remaja lagi, tapi dia memang belum terpikir untuk mencari seorang pendamping hidupnya. Bukan hanya karena larangan pacaran yang berlaku di Aceh, tapi ia punya alasan lain sehingga ia menutup hatinya.

Tapi terkadang ia tak bisa membohongi perasaannya sendiri, sejak pertemuannya dengan Afif, ia merasakan ada sesuatu dalam diri pemuda itu lewat tatapan matanya. Sorot mata yang selalu membawanya ke masa lalu. Sebuah masa yang awalnya tidak ingin diingatnya lagi dalam hidup. Dan masa itu jugalah yang kini membawanya ke tanah rencong ini.

"Sampai kapan aku akan hidup seperti ini. Mencoba mengungkap masa lalu yang aku sendiripun tidak yakin bisa." Ungkap Nisa tiba-tiba.

Mala terdiam menatap Nisa dengan tatapan tanya. "Apa maksudmu?"

"Sebenarnya tujuan utamaku ke Aceh adalah mencari seseorang yang pernah aku temui di masa lalu. Tapi aku menemukan sesuatu yang berbeda disini. Dan itulah yang membuatku ingin tetap berada disini. Tapi terkadang aku teringat akan tujuan utamaku. Aku mencari seseorang yang bahkan namanya saja tidak aku ketahui, aku hanya bertemu sesaat denganya, wajahnyapun aku sudah tidak terlalu ingat lagi."

"Aku tau itu. Kau sudah pernah bercerita padaku. Tapi kalo aku boleh tau, kenapa kau begitu ingin menemuinya?"

"Dia satu-satunya diantara ribuan orang yang mengerti kesedihanku. Kenangan masa kecilku ada bersamanya."

"Aku masih belum mengerti maksudmu."

"Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya terlalu dalam." Nisa mengusap pipinya yang mulai basah. "Suatu saat nanti aku akan memberitahumu jika aku sudah merasa lebih baik."

Mala hanya menjawab dengan anggukan kepala. Disaat itu jugalah azan zuhur berkumandang dari masjid raya kopelma Darussalam.

Kutemukan Cinta di Serambi Mekkah (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang