Empat

147 13 0
                                    

Afif berdiri menghadap sebuah tugu yang kemarin disebut Nisa sebagai tugu Darussalam. Sudah 5 menit ia berdiri disana, panas matahari mulai terasa membakar kulitnya.

"Maaf, membuatmu menunggu."

Afif berbalik mengarah ke sumber suara itu. "Kau terlihat cantik hari ini." Puji Afif. Ia begitu mengagumi sosok Nisa yang terbalut dalam busana muslimah yang begitu sempurna. Bajunya panjang menjulur kebawah, bahkan kakinya sampai tidak terlihat, kerudungnya melebar menutupi kepala hingga dadanya.

"Terimakasih atas pujiannya, sesungguhnya kau sedang memuji Tuhan yang menciptakan. Oh ya ini uangmu saya kembalikan."

"Tidak usah."

"Apa?" Tanya Nisa heran.

"Iya, tidak usah, apa aku bicara kurang jelas, atau kau tak mengerti maknanya? Aku kesini hanya ingin menemuimu, bukan untuk memintamu membayar hutang. Lagi pula aku tidak menganggapnya sebagai hutang."

"Menemuiku? Untuk apa?" Nisa berjalan berdampingan dengan Afif.

"Nah, sebaiknya kau tidak usah pake kata saya, terlalu kaku. Oh iya tadinya aku ingin langsung kembali ke Meulaboh. Tapi setelah aku pikir-pikir, ada baiknya kalau aku berkeliling terlebih dahulu. Dan aku tidak punya teman disini selain kamu. Aku mohon, please."

"Baiklah, anggap saja sebagai tanda terimakasihku kemarin." Nisa menyetujui ajakan Afif. Kebetulan suasana hatinya memang sedang tidak baik, mungkin berjalan-jalan sebentar bisa membuatnya lebih baik. Selama dia di Banda Aceh, dia juga belum pernah melihat secara langsung situs-situs sejarah yang ingin ia kunjungi.

===

"Kenapa kau membawaku ke tempat ini?" Tanya Afif setelah turun dari labi-labi. Ia menatap kehadapannya, terdapat sebuah bangunan megah berwarna putih.

"Sebentar lagi adzan zuhur, aku ingin shalat terlebih dulu. Ayo masuk." Nisa berjalan memasuki gerbang. "Tidak ada larangan bagi siapapun untuk masuk ketempat ini. Selama kamu berpakaian sopan dan tidak mengganggu. Kau kan orang Aceh, kau pasti tau masjid ini adalah salah satu icon Aceh yang paling terkenal." Nisa menghentikan langkahnya di depan tangga masjid. "Oh ya selama aku shalat, kau bisa berjalan-jalan di taman, tapi sedang ada renovasi halaman masjid atau kau bisa ke pasar Aceh, mungkin ada sesuatu yang ingin kau beli untuk keluargamu di Meulaboh. Aku tunggu disini sampai jam 2 siang."

Afif mengangguk, kemudian berjalan mengelilingi masjid raya Baiturrahman. Saat itu pula suara azan berkumandang. Saat ia membalikkan tubuhnya ia hampir saja menambrak seseorang yang mengenakan pakaian satpam.

"Maaf, azan sudah berkumandang, waktunya shalat zuhur, jika anda muslim, tempat wudhu ada di sebelah sana. Tapi jika anda bukan muslim, maaf untuk sementara silahkan keluar dari area masjid sampai shalat selesai." Ucap Satpam itu kearah Afif, lantas berlalu menuju halaman masjid.

Afif mendengus pelan. Tanpa diusirpun ia memang ingin pergi dari tempat itu. Mungkin berjalan-jalan di pasar bukan ide yang buruk.

===

Tepat pukul 13.20, Nisa keluar dari masjid. Di saat yang bersamaan Afif telah berdiri di sana menunggunya.

"Kau menunggu disini sejak tadi?" Tanya Nisa sambil memakai sepatunya.

"Tidak. Satpam menyuruhku keluar, aku hanya melihat-lihat pasar."

"Oh, saya lupa, setau saya, setiap waktu shalat area masjid memang selalu di sterilkan, semua orang harus melaksanakan shalat, bagi mereka yang tidak shalat akan di suruh keluar terlebih dulu. Kemana kita setelah ini?" Nisa selesai memakai sepatunya dan berdiri.

"Kau kembali lagi menggunakan kata saya, itu membuat kita seakan memiliki jarak, kitakan sebaya."

"Oh iya maaf. Aku ingin mengunjungi situs-situs sejarah Aceh. Kau mau ikut denganku?"

"Sepertinya menyenangkan, mungkin bisa menambah pengetahuanku sebagai mahasiswa sejarah. Tapi bangunan ini juga salah satu situs sejarah bukan?"

"Ya, kau benar dan sejarahnya sangat panjang."

"Oh ya. Kau tahu banyak mengenai masjid ini? Bisa kau menceritakannya."

"Kita duduk disana saja. Aku akan menceritakan pengetahuanku tentang masjid ini kalau kau mau." Nisa berjalan mendekati menara dan duduk di atas anak tangga.

"Masjid megah yang ada di hadapan kita ini pertama kali dibangun pada tahun 1612 Masehi di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda." Nisa mengarahkan tangannya menunjuk masjid besar di hadapannya. "Masjid ini salah satu yang termegah di Indonesia, arsitekturnya yang menarik, di penuhi ukiran-ukiran. Halamannya luas dan air mancur itu bergaya arsitektur khas kesultanan Turki Utsmani. Tapi ada dua versi sejarah mengenai pembangunan masjid ini, ada yang mengatakan masjid ini didirikan pada tahun 1292 oleh Sultan Alaudin Mahmud Syah II dan ada juga yang mengatakan masjid ini didirikan pada abad ke-17 di masa kejayaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda seperti yang aku sebutkan sebelumnya. Dulunya masjid ini masih sangat sederhana dengan kontruksi dinding kayu dan atap rumbia. Sebenernya aku ingin enunjukkan sebuah monument kecil disana, tapi halaman masjid sedang dalam renovasi."

"Memangnya itu monumen apa?"

"Jadi ceritanya pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda menyatakan perang kepada Kesultanan Aceh, mereka mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman." Nisa memperbaiki posisi duduknya, ia terlihat begitu bersemangat jika bercerita tentang sejarah.

"Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya adalah perwira. Namun peperangan pertama itu dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, yang memang dikenal sebagai kerajaan yang kuat pada saat itu. Dalam peristiwa tersebut Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler yang merupakan Jenderal besar Belanda tewas akibat ditembak dengan menggunakan senapan oleh seorang sniper Aceh yang usianya masih sangat belia. Nah tempat tertembaknya tadi diabadikan pada sebuah monumen kecil di bawah Pohon Kelumpang yang berada di dekat pintu masuk sebelah utara Masjid ini."

"Aku dengar masjid ini pernah dibakar habis oleh Belanda." Kali ini Afif merasa tertarik dengan pembahasan Nisa.

Nisa mengangguk sebelum menjawab. "Masjid Raya Baiturrahman ini terbakar habis saat agresi tentara Belanda kedua pada tanggal 10 April bulan Shafar 1290 Hijriah atau April 1873 Masehi yang dipimpin oleh Jenderal van Swieten. Tindakan Belanda inilah yang membuat rakyat Aceh murka sehingga melakukan perlawanan yang semakin hebat untuk mengusir Belanda dari Kesultanan Aceh. Salah seorang putri terbaik Aceh, Cut Nyak Dhien sangat marah dan berteriak dengan lantang tepat di depan Masjid Raya Baiturrahman yang sedang terbakar sambil membangkitkan semangat Jihad Fillsabilillah Bangsa Aceh. Singkat cerita masjid ini kembali di bangun oleh Belanda untuk meredam kemarahan rakyat Aceh. Awalnya hanya berjumlah satu kubah, masjid ini terus mengalami perluasan sebanyak empat kali hingga akhirnya masjid ini memiliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara induk. Dan saat ini kita sedang menyaksikan masjid ini kembali di perbaiki, rencananya rumput halaman masjid ini akan di gantikan lantai marmer dengan payung elektrik seperti Masjid Nabawi di Madinah."

"Penjelasanmu lebih menarik di banding dosenku. Aku jadi semakin tertarik. Setelah ini kita mau kemana?"


labi-labi: Kendaraan sejenis angkot di Banda Aceh

Kutemukan Cinta di Serambi Mekkah (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang