Enam Belas

92 8 0
                                    

Pukul 4 dini hari, mobil sedan hitam itu masih terus melaju di jalanan kota Medan yang sudah mulai padat. Nisa terbangun dari tidurnya, ia menutup mulutnya saat menguap, dilihatnya ke depan, Firdaus tengah tertidur pulas di jok depan sebelah kiri, sementara Afif yang kini ada di balik kemudi. Dari kaca spion tengah mobil Afif melirik Nisa. "Guten Morgen und willkommen in der Stadt Medan." Sapanya.

Nisa tersenyum, "guten Morgen, Wie geht es dir?"

"es geht mir gut."

"Oh ya? Keliatannya semalam kau galau sekali. Secepat itukah?"

"Apa kau sudah pernah ke Medan sebelumnya?" bukannya menjawab Afif malah mengalihkan pembicaraan.

"Mulai deh lari dari pembahasan, dulu sih pernah waktu aku kecil, setelah itu gak pernah deh kayaknya."

"Bagus dong, aku bisa mengajakmu berkenalan dengan Medan."

"Rame sekali di Medan masih pagi gini. Kata orang, Medan itu agak serem, orang-orangnya banyak yang jahat gitu."

"Iya lah rame, ini kan kota besar, di Indonesia dia urutan ketiga dan menjadi kota besar di Sumatera. Kamu jangan sering percaya sama omongan orang kalo belum buktikan sendiri, kita liat aja Medan seperti apa, baru kamu bisa menilai sendiri, kalo ngomongin orang jahat dimana-mana juga pasti ada orang jahat, itu karena karakter orang Batak memang keras, logat bicara mereka sekilas terdengar kayak orang marah-marah, tapi bukan berarti mereka-mereka itu orang jahat bukan."

"Tenang aja, aku gak gampang percaya kok sama omongan orang, tanpa terkecuali." Nisa meninggikan nada suaranya di ujung ucapannya.

"Nah ini rumah aku. Hmm tepatnya rumah keluarga angkatku." Afif membelokkan stir mobil menuju sebuah halaman rumah yang cukup luas yang di hiasi dengan beragam tanaman hias dan air mancur. "Firdaus, ayo bangun kita udah sampe." Menggoyang Firdaus yang masih terlelap di sebelahnya.

"Kau beruntung sekali diangkat anak oleh orang yang berkecukupan, seharusanya kamu bisa lebih bersyukur."

"Ayo masuk, aku sudah gak sabar pengen tidur. Hei Firdaus, ayo bangun, kita istirahat dulu disini."

Firdaus membuka mata sambil menutup mulutnya yang sedang menguap. "Udah sampe ya, aku langsung pulang aja lah."

"Eh, kau gila. Dari Medan ke Singkil itu gak dekat. Setidaknya istirahat lah dulu sebentar."

"Ya udah, ya udah, aku nyusul, kalian duluan aja."

"Jangan lama-lama, barangnya diturunkan nanti saja, aku udah ngantuk berat. Ayo Nis, kita masuk."

Afif membuka pintu rumah dengan kunci yang dimiliknya, begitu pintu di buka Nisa tercengang melihat pemandangan isi rumahnya. Di ruang tamu yang tidak terlalu luas itu ia mengedarkan pandangannya, salah satu sisi dinding ruang tamu itu tergantung lukisan besar bayi Yesus bersama Bunda Maria, disisi lain terdapat pula Salib berwarna emas yang berukuran sedang. Memang suatu hal yang wajar jika dua benda tersebut ada di rumah seorang penganut Katolik.

"Kau bisa istirahat di kamarku, biar aku sama Firdaus tidur di ruang tengah aja, orang tuaku mungkin masih tidur, ayo aku antar ke kamarku." Suara Afif membuyarkan lamunannya ketika Firdaus juga menyusul mereka memasuki rumah.

Setelah menaiki tangga mereka berdua tiba di kamar Afif, baru saja Afif berbalik hendak kembali turun menemui Firdaus saat Nisa kembali memanggilnya. "Fif, sebentar, sebelum kau tidur dan berhubung waktu Subuh akan segera tiba, dimana aku bisa mengambil air wudhu?"

"Kau tinggal lurus saja kesana persis di sebelah kamarku."

Nisa mengikuti arahan Afif, dan betapa terkejutnya ia menyaksikan apa yang ada di hadapannya. "Ini tempat apa Fif?"

Kutemukan Cinta di Serambi Mekkah (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang