Sembilan Belas

91 6 0
                                    


Malam pukul 21.30. suasana kampung sudah mulai sepi, satu tahun pasca tsunami dan setelah perjanjian damai, kehidupan di Aceh kembali normal. Suara deburan ombak terdengar hingga ke rumah pak Abdullah yang berjarak hanya beberapa meter dari bibir pantai. Bagi sebagian orang suara ombak mungkin salah satu suara alam yang menentramkan jiwa, namun tidak bagi Mala, suara ombak selalu mengusiknya, membuatnya rindu akan kedua orang tuanya yang telah lebih dulu menghadap Ilahi.

"Bunda, Mala kangen sama Umi." Rengek seorang anak pada ibu tirinya.

"Mala, kan ada Bunda, Mala udah gede gak boleh cengeng ya, do'ain aja Umi sama Abi tenang di sana. Mala harus jadi orang yang kuat. Bunda boleh bercerita?"

Mala hanya mengangguk sambil menggenggam tangan wanita yang selama ini di panggil bunda. Sebenarnya panggilan itu bukan bermakna Ibu. Mala memang sejak kecil sudah memanggil Ibu Daus dengan sebutan bunda, beberapa masyarakat Aceh menggunakan sebutan Bunda untuk menggantikan sebutan bibi.

"Tau gak kenapa Umi dan Abi memberi nama Mala dengan nama Keumalahayati? "Bunda, Mala kangen sama Umi." Rengek seorang anak pada ibu tirinya.

"Mala, kan ada Bunda, Mala udah gede gak boleh cengeng ya, do'ain aja Umi sama Abi tenang di sana. Mala harus jadi orang yang kuat. Bunda boleh bercerita?"

"Tidak tau Bunda, Mala gak pernah nanya."

Bunda tersenyum sebelum melanjutkan. "Dahulu kala, semasa skesultanan Aceh, ada seorang Bernama Keumalahayati, beliau adalah anak angkatan laut bernama laksamana Mahmud Syah, jika dilihat dari silsilahnya, beliau keturunan pendiri kesultanan Aceh. Dulu Aceh Darussalam adalah negeri yang kuat, susah sekali di taklukkan, pernah ada perang di Teluk Haru melawan Portugis, Aceh menang dalam pertempuran itu, namun, banyak juga memakan korban termasuk suami Keumalahayati. Akhirnya Keumalahayati tergugah hatinya, dan meminta izin kepada sultan untuk memimpin perang, Di Aceh tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, bahkan anak-anakmu memiliki semangat juang, wanita tidak hanya sekedar pengurus dapur, tapi juga turut bertempur, itulah kenpa Aceh sangat ditakuti oleh lawannya."

Mala masih diam mendengarkan Bunda bercerita, ia terlihat antusias.

"Keumalahayati lalu membentuk armada tempur yang diberi nama Inong Balee. Dia merekrut para janda yang suaminya sahid untuk ikut bertempur, dan dengan pasukannya itu, ia berhasil mengalahkan Portugis dan juga Belanda yang ingin menguasai Aceh pada saat itu, pada tahun 1599 ada dua kapal Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Fredick de Houtman berkunjung ke Aceh yang awalnya disambut baik oleh Sultan, namun, kelamaan menimbulkan konflik dan perang hingga akhirnya tanggal 11 September 1599 Cornelis terbunuh oleh rencong Keumalahayati dalam pertempuran satu lawan satu. Karena keberaniannya itu Keumalahayati kemudian diangkat menjadi Laksamana dan menjadi Laksamana wanita pertama di dunia, Mala harus bisa menjadi Keumalahayati selanjutnya, harus kuat dan tegar, jangan mau di jajah sama siapapun termasuk sama nafsu sendiri. Laksamana Keumalahayati mengajarkan pada kita bahwa wanita tak selamanya lemah, begitupun dengan Kartini, yang mengajarkan kita bahwa wanita itu cerdas dan tidak rendah." Bunda berhenti bercerita saat anak angkatnya itu sudah terlelap, ia kemudian beranjak, mematikan lampu dan keluar kamar.

===

"Maaf Bunda, Nisa bukan bermaksud mengungkit, tapi sepertinya Nisa tidak asing dengan foto anak laki-laki yang ada di kamar Bunda." Nisa membuka telapak tangannya yang sejak tadi dipangkunya dan memperlihatkan sesuatu dalam genggamannya.

"Sudahlah, sudah malam lebih baik kalian tidur, besok kalian bisa keliling Meulaboh dulu, peringatan tsunami masih dua hari lagi." Ayah Mala beranjak dari kursi dan masuk ke dalam kamar.

Kutemukan Cinta di Serambi Mekkah (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang