7. Dia, Antartika

4.6K 323 18
                                    

Haii semuanyaa? Apa kabar? Semoga baik-baik yaa disana!

Sebelum mulai baca boleh dong seperti biasa aku mau lihat antusiasme kalian duluu

Spam random comment disini yaa!

Ohiya mau nanya juga, kalian tau cerita ini dari mana?

Apa yang kalian harapkan dari cerita ini?

Makasi udah mau jawab!! Met baca <3

***

"Seharusnya aku bisa menerima bahwa dari awal sudah tidak ada harapan lagi, takdir itu bukan untuk kita."

***

Setelah beberapa belasan menit, akhirnya mereka sampai di depan rumah Rifa. Hujan pun sudah mereda menyisakan genangan air di jalanan. Sejujurnya Rifa belum mau keluar dari sini, namun sayangnya dia juga tidak punya alasan untuk tetap berada di sini.

"Makasih ya," Rifa kembali bersuara setelah membisu selama diperjalanan.

"Hm," cowok itu hanya membalasnya hanya dengan dehaman.

"Ohiya," Rifa berusaha untuk mengulur waktu agar dia bisa mengenal lebih jauh tentang cowok yang ada di sebelahnya itu. 

"Kalau boleh tau kenapa berubah pikiran?" Tanya Rifa penasaran. Dia benar-benar tidak bisa menebak apa yang ada di isi kepala lelaki itu hingga dia memutuskan untuk mengantarnya pulang.

"Gak usah kepedean lo, gue mau nganter lo karena rumah gue di daerah perumahan ini juga," sentak cowok itu sedikit kasar dan dingin.

"Serius? Blok berapa? Nomor berapa?" Rifa langsung menyerang lelaki itu dengan pertanyaan-pertanyaannya yang dalam sekejap membanjiri pikirannya.

"Lo gak perlu tahu."

"Perlu dong, jadi nanti kalau gue ada apa-apa bisa mampir ke rumah lo," Rifa tetap berusaha untuk mengetahui alamat rumah sosok yang ada di sebelahnya itu.

Cowok itu kemudian kembali terdiam. Dari raut wajahnya Rifa tahu bahwa dia sudah malas untuk meladeninya. Lelaki itu sudah tidak tertarik untuk berbincang dengannya.

Rifa menghela napasnya, lagi-lagi dia tidak mendapatkan respon dari cowok itu. "Ya udah gapapa gak dikasih tau juga, tapi nanti kalau gue nemu rumah lo bakal diterima kan sebagai tamu?"

"Coba aja kalau bisa," ujar lelaki itu sedikit meremehkan.

"Oke," Rifa merasa tertantang kali ini, cowok yang ada di sebelahnya itu tampaknya ingin menguji kemampuan stalkingnya.

"Ohiya, kita belum kenalan loh padahal udah dua kali ketemu," Rifa nyaris kelupaan untuk menanyakan hal terpenting dari perbincangan mereka kali ini. Ini bukan pertemuan pertama mereka namun Rifa belum mengenal identitasnya, bahkan namanya saja Rifa tidak tahu.

"Nama gue Rifa Aprillia, panggilannya Rifa," Rifa mengulurkan tangannya.

"Nama lo siapa?" Tanya perempuan itu.

Sosok yang ada di sebelahnya saat ini melirik uluran tangan itu tanpa dibalas sama sekali, "Gue bakal kasih tau kalau lo berhasil nemuin rumah gue," tantang cowok itu.

Perlahan senyum Rifa mengembang, "Ohh jadi lo berharap banget ya gue bisa nemuin rumah lo?"

"Bukan gitu, itu artinya gue gak mau kenal sama lo," tegas cowok itu.

"Karena lo gak mungkin nemuin rumah gue," lanjutnya.

Dalam sekejap, senyum Rifa pun kembali memudar. Entah mengapa dia selalu mendapatkan kata-kata yang menyakitkan sebesar apapun usahanya untuk berbuat baik dan ramah kepada lelaki ini. Upayanya untuk mendekati sosok itu sangat sia-sia dan tidak membuahkan hasil sama sekali.

Rifaldino (PREQUEL IPA & IPS) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang