Vanya and Marlo (4)

3.5K 80 0
                                    

Sebulan berlalu setelah pertemuan terakhir Vanya dan Marlo.

Vanya sama sekali tidak mengetahui bagaimana kabar pria itu, Sedihkah?, Atau telah bahagia dengan istri yang dipilihkan mamanya?, sungguh Vanya tidak ingin tau. Yang Vanya tau, kini pria itu sudah mengikat janji suci dengan wanita yang pernah Vanya temui. Acha, atau Marlo memanggilnya Caca.

Tidak ada perubahan yang berarti ditubuh Vanya, selain perutnya yang mulai kelihatan membesar dari bulan kebulan tanda kehamilannya cukup baik untuk seseorang yang merawat kandungannya seorang diri, dokter Maulida memperkirakan kemungkinan akhir tahun ini Vanya akan melakukan proses persalinan, tentu Vanya merasa senang bukan main.

Kesenangan itu berganti menjadi rasa bingung dan takut tak kala memikirkan persiapan apa saja yang harus dibawa ketika dia melahirkan nanti, demi tuhan!, ini persalinan pertamannya dan dia hanya seorang diri, bagaimana saat proses bersalin dia malah meregang nyawa?, pikiran negatif tak henti-hentinya memenuhi pikirannya.

Lamunan Vanya buyar ketika mendengar bel apartemennya berbunyi, Vanya menetap disebuah apartemen sederhana setelah memutuskan menjual rumah pemberian Marlo.

Dengan langkah pelan Vanya menghampiri pintu, terkejut bukan main menatap tamu yang ada didepan pintunya.

"kamu tidak ingin membiarkan aku masuk little girl?" tanya suara yang sangat Vanya rindukan.

"Ansell!!" pekik Vanya girang dan menghambur kedalam pelukan pria yang ia sayangi.

Tubuh Vanya menegang ketika Ansell menahan tubuhnya untuk tidak menghambur kedalan pelukan pria itu.

"kamu... Membenciku?" tanya Vanya dengan mata memanas menahan tangis.

"astaga!, gak mungkin aku membenci adikku sendiri, senakal apapun dia, yahh meskipun dia sudah mencoreng nama baik keluarga dengan hamil diluar nikah" kata Ansell dengan santai berbanding terbalik dengan arti ucapannya.

"kamu tau dari mana aku hamil? Dan tadi kamu bilang gak membenciku, tapi kenapa gak mau aku peluk?" tanya Vanya sarat akan kebingungan.

Ansell tersenyum sambil mengelus sayang kepala Vanya, adik perempuan semata wayangnya.

"melihat perutmu yang membesar membuat semua orang langsung tau kalau kamu sedang hamil, dan maafkan aku kalau kamu tersinggung, bukannya aku tidak mau dipeluk, hanya saja aku sangat mengkhawatirkan kandunganmu tergencet saat kita berpelukan" kata Ansell panjang lebar dibarengi cengiran lebar khas seorang Ansell.

Vanya merasa lega saat mendengar penjelasan Ansell, dia kira kakaknya akan membencinya saat mengetahui kehamilannya.

"tapi tetap saja aku marah padamu little girl karna berani-beraninya gak memberi tauku masalah sebesar ini" kini wajah Ansell tidak lagi menampakan senyuman seperti tadi, ada kemarahan dibola matanya yang persis sama dengan milik Vanya.

"aku tau, aku cuma takut kamu membenciku kalau tau apa yang sebenarnya terjadi"

"sebenarnya aku tau siapa pria yang menghamilimu" kata Ansell dengan suara pelan.

Vanya menatap Ansell tak percaya, dari mana Ansell tau tentang dirinya dan Marlo, seingat Vanya tiga tahun terakhir Ansell berada diluar negeri dan pastilah tidak mengetahui apa-apa tentang kehidupan Vanya.

"ck..., Vanya bodoh!, kamu pikir selama aku diluar negri tidak tau apa-apa tentang adikku sendiri?, oh ya dan satu lagi, sepertinya mama dan papa juga sudah tau kalau kamu hamil Vanya" kata Ansell dengan wajah horor.

Vanya sukses dibuat terkejut dengan ucapan terakhir Ansell, tubuhnya seketika lemas jika saja Ansell tidak sigap menahan tubuhnya.

Ansell membawa tubuh Vanya ke sofa, mendudukan Vanya dan memberikan segelas air putih untuk menenangkan adiknya yang nampak ketakutan.

I LOVE YOUR BODYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang