19. Air Mata Yang Membeku

154 22 0
                                    

By : @Another_KIRA

Ray mulai melangkah masuk. dengan niat mengejutkan Alice yang hanya tinggal sendirian. Terlebih dengan cerita-cerita Alice yang berbau mistis. Sebelumnya Ray telah menghubungi Alice beberapa kali namun tak ada jawaban dari Alice. Karenanya sebagai balasan menghiraukan teleponnya ia melakukan hal ini.

Ray menyadari bahwa di depan rumah Alice ada sepatu lelaki yang tergeletak. Seakan menandakan seseorang  telah masuk ke dalam dengan terburu-buru. Seketika Ray mulai meningkatkan kewaspadaannya.

Sementara itu, Dista yang menyadari seseorang  telah menerobos masuk berusaha melindungi Alice yang masih belum sadar seutuhnya. Dista khawatir jika yang mendekat kepadanya adalah makhluk-makhluk aneh seperti yang diceritakan Alice.

Bayangan yang dipantulkan cahaya matahari perlahan mendekat ke arah Dista berada. Sesosok lelaki tengah berdiri menatap Dista dengan tatapan tajam.

Ray terperangah mendapati Alice sedang tertidur di pangkuan seorang  lelaki asing yang sama sekali tidak ia kenal. Tatapan mereka berdua bertemu. Ray langsung menatap Dista penuh dengan kebencian. Sedangkan Dista menatap Ray penuh dengan rasa curiga sekaligus waspada.

"Siapa kau?!" tanya Dista dengan nada tinggi.

"Oh jadi ini bajingan yang membuat Alice sedih!"

"Apa maksudmu? Memangnya tahu apa kau tentang Alice?"

"Tentu saja aku tahu, karena Alice terlihat selalu resah ketika melihat ke Hp-nya. Ternyata itu ulah cecunguk sepertimu!"

Dista termangu mendengar kata-kata Ray yang menurutnya tidak salah. Selama ini Dista sangat sibuk dengan skripsinya  hingga ia tak menghiraukan panggilan Alice. Ada rasa bersalah yang menyelimuti perasaan Dista. Kenapa aku sebegitu bodohnya menghiraukan Alice yang telah rapuh sendirian?

Rasa bersalah Dista menjelma menjadi perasaan menyesal yang tak terelakkan. Dista memutuskan akan bersama Alice mulai hari ini. Aku tidak akan meninggalkan Alice sendirian lagi! Tidak akan! Aku akan berada di sampingnya mulai saat ini!

Ray semakin geram dengan lelaki yang berada di depannya itu. Ray bergerak dengan cepat menarik kerah baju Dista. Ray membangun paksakan,Dista dari sofa. Ditariknya Dista dengan sekuat tenaga. Meski Dista melakukan  perlawanan, namun apa daya. Dista yang hanya seorang mahasisiwa biasa tak bisa berbuat banyak.

"Hei!  Apa yang kau ...."

"Orang yang berpikir bahwa hanya dengan kata 'maaf' sudah bisa menyelesaikan semuanya tak pantas ada untuk Alice! Enyah kau dari sini!"

Ray mengatakannya dengan perasaan marah yang meluap-luap.

"Tahu apa kau!? Jangan berlagak seperti orang yang memahami keadaanku!"

Dista ikut geram. Tangannya yang sedari tadi melawan cengkeraman tangan Ray mengepal lalu mendarat di wajah Ray.

Meski pukulan Dista tepat mengenai wajah Ray, ia tetap menyeret Dista seakan pukulan dari Dista tak pernah mengenainya. Dista mengulangi perbuatannya. Akan tetapi, Ray tak berhenti menyeret Dista meski wajah Ray menjadi berwarna merah sebagian.

Dista tak kehabisan akal. Kali ini ia menggunakan kakinya untuk menghentikan perbuatan Ray. Ray terdorong satu langkah ke belakang yang membuat cengkeramannya terlepas.

Ray semakin murka. Ia menarik sesuatu yang berada di balik pinggangnya. Ternyata sebilah pisau yang panjangnya hanya sepanjang telapak tangan orang dewasa. Kilatan pantulan pisau menandakan pisau tersebut bukanlah pisau yang tak sengaja ditemukan Ray. Namun, Ray telah sengaja mempersiapkan pisau itu untuk hal seperti ini.

Pena HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang