A- aiem bek (baca: I'm back). Maaf, sepertinya saya uplot ceritanya kelamaan yah? *kelamaan gak sih?* hehehe^^ Part ini saya dedicated-in untuk @IndahKancingKeduaMcl. Rencananya sih buat @lukita juga. Tetapi tempatnya tidak memungkinkan yah? Jadi saya putuskan untuk dedicated-in buat kak @lukita pas part 24. Btw, enjoy ceritanya ya. Saya uplot ini chapter jam 2.50 pagi TT^TT mohon tanggapan, kritik, saran, comment, dan kalau suka tolong vote, makasih ^^.
Part 22
Sama seperti hari-hari sebelumnya, rumah sakit umum di Waisen selalu dipenuhi oleh banyak pasien. Kebanyakan penduduk Waisen berobat ke sini karena di sini biaya pengobatan lebih murah dibandingkan biaya di rumah sakit swasta yang berdiri di sekitar rumah sakit umum itu. Biasanya, yang berobat ke rumah sakit ini adalah penduduk yang tidak mampu. Penduduk yang mampu tentunya berobat ke rumah sakit swasta karena di sana semuanya lebih terjamin.
Rumah sakit ini memang bukanlah rumah sakit yang mewah. Bangunan rumah sakit ini tidak terlihat seindah dan seelok rumah sakit swasta di sekitarnya. Semua fasilitas di rumah sakit ini juga sangat tidak memuaskan. Di semua kamar pasien yang reguler maupun VIP hanya terdiri dari satu buah ranjang, laci, dua buah kursi, dan satu jendela kecil yang bahkan cahayanya tak dapat menerangi seisi ruangan secara total.
Di sebuah kamar VIP, kamar yang terlihat lebih lusuh dibandingkan namanya, terdapat seorang pria sedang duduk dengan tegak menatap seseorang yang berbaring di ranjang. Rambut pria itu berterbangan ketika angin yang datang dari jendela tanpa tirai berhembus dengan kencang. Tetapi, pria itu tetap duduk dengan tegak dan menatap orang yang berbaring di ranjang.
Pria itu, Lewis, menggengam tangan Adeline yang tertidur di atas ranjang rumah sakit umum. Lewis mengerutkan keningnya dan menatap Adeline dengan teliti. Tetapi Adeline tak kunjung membuka matanya. Lalu, ia menghembuskan napasnya dengan penuh penyesalan dan menyenderkan punggung lebarnya ke kursi dengan santai. Sekali lagi, ia menatap adiknya dan yang ia dapatkan malah rasa iba.
Lewis merasa kasihan kepada adiknya. Tentu saja ia merasa demikian. Sejak kecil Adeline selalu dilarikan ke rumah sakit. Tubuhnya terlalu lemah untuk bisa hidup di lingkungan Kerajaan Waisenburg. Padahal, baru seminggu yang lalu ia keluar dari rumah sakit dan merasakan betapa nyaman rumput di halaman rumah setelah bertahun-tahun tidak menginjaknya.
Dulu ibunya juga seperti ini. Sejak lahir tubuh ibunya memang sudah lemah. Tetapi setelah melahirkan Lewis, tubuhnya semakin melemah. Benar. Semua hal ini terjadi karenanya. Maka dari itu, ia membenci dirinya sendiri. Ia menganggap kelahirannya adalah beban bagi ibunya dan Adeline. Ia lahir, itulah yang salah, bukan penyakit ibunya. Andaikan saja ia tidak dilahirkan ke dunia ini, apakah ibunya dan Adeline akan tersenyum dan berbahagia saat ini?
Lewis membalikkan tubuhnya dan menatap pintu kamar yang dari tadi tidak bisa menutup dengan rapat karena banyak wartawan yang mendorong pintu itu. Lewis menghela napasnya dengan berat. Ketika ia baru masuk ke area rumah sakit ini, ia sudah dikelilingi oleh banyak wartawan. Dan yang mereka lakukan adalah menanyakan pertanyaan yang sama sekali tidak penting.
“Siapa wanita yang kau kencani sekarang?”
“Apa yang Pangeran William makan pagi ini?”
“Di kamar nomor berapakah Ms. Adeline diistirahatkan?”
Baiklah, pertama, ia tidak tertarik dengan wanita manapun selain adiknya. Kedua, apa yang William makan sama sekali bukan urusannya. Ketiga, bukankah mereka bisa menanyakan sendiri hal itu kepada resepsionis di rumah sakit? Lagipula mereka mengikuti Lewis sampai ke sini, ke kamar istirahat Adeline.
Pintu kamar berdecit dan memperlihatkan sesosok pria mengenakan jubah berwarna merah tua. Wartawan yang tadinya berada di depan pintu menunggu Lewis untuk diwawancarai, akhirnya menanyakan banyak hal kepada pria dengan jubah itu. Pria itu masih berdiri dengan senyum palsunya di depan pintu. Dengan sabar ia menjawab satu persatu pertanyaan para wartawan dan akhirnya ia membawa tubuhnya ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Watchers
FantasyKailynn adalah seorang anak yatim piatu yang diadopsi oleh kepala sekolah militer, harus menjalani kehidupan dan masa depan yang ditentukan orang-orang di sekitarnya. Sebenarnya ia sudah tidak bisa mengelak karena memang banyak hal yang menghalangin...