TIGA

58.3K 2K 19
                                    

Luis POV

Aku terbangun mendengar pintu diketuk dengan pelan. Kuangkat kepalaku sejenak. Wajah terlelapnya masih tidak bergeming. Kusentuh pipinya lalu kukecup pelan. Aku merasa bukan diriku yang sekarang. Aku seharusnya tidak seperti ini. Membawa wanita kerumah untuk pertama kalinya. Menginginkan wanita begitu gigihnya juga untuk pertama kalinya padahal kami baru pertama kali bertemu. Tidur bersama wanita tanpa melakukan apapun untuk pertama kalinya. Tidur hingga pagi di ranjang yang sama untuk pertama kalinya. Ada perasaan hangat yang timbul jika dia bersamaku sedekat ini. Aku tersenyum. Dan ini pun pertama kalinya, aku banyak tersenyum. Seketika perasaan kehilangan pun menghantuiku. Bagaimana jika setelah dia sadar dan langsung pergi. Pikiranku buyar oleh ketukan itu lagi. Kulirik alarm yang menunjukkan pukul 8 pagi. Ini rekor aku bangun setelat ini. Biasanya aku selalu bangun sekitar jam 5. Aku melangkahkan kaki dan membuka pintu.

"Tuan besar dan Nyonya menunggu anda di bawah." Kata pelayanku dengan hormat.

Aku hanya mengibaskan tanganku pertanda menyuruhnya pergi. Aku melangkah menuju kamar mandi dan setelah itu menuju ruang bajuku dengan hanya handuk melilit di pinggangku. Kupilih kaos v neck dan celana training abu. Sebelum keluar kamar kembali kucium pelan keningnya dan mengecek suhu badannya.

Aku berjalan menuju bar dapur dan menuangkan air putih. Kuteguk habis ketika ibuku menepuk pundakku pelan.

"Gimana Diana?" Tanyanya lembut. Ibuku berusia 47 tahun. Beliau melahirkanku ketika berumur 17tahun. Pernikahan dengan ayahku pun pernikahan oleh karena bisnis namun seiring waktu mereka begitu sangat mencintai. Ayahku begitu protektif terhadap ibuku.

Aku mengerutkan kening. "Diana?" Kuletakkan gelas di samping meja sampingku.

Ibuku memandangku bingung "Iya Diana. Wanita yang di atas." Pikiranku langsung tersadar. Ayah pasti sudah menyuruh detektifnya untuk mencari latar belakang Diana. Dan Diana adalah nama yang indah. Aku tersenyum tipis. Ibuku hanya menatap lembut melihat aku tersenyum tanpa sadar. "Mami lebih kaget kalau kamu belum tau namanya."

"Jangan kasih tau papi yah, mi." Kataku memelas. Membayangkannya saja sudah membuatku merinding ketakutan. Aku tak siap membayangkan berpisah dengan Diana karena selektifnya ayahku. Ada yang salah dengan diriku. Aku harus menemui psikiater. Kuhusap wajahku lelah. "Luis harus ke psikiater sore ini."

"Untuk?" Ibu menatap heran.

"Luis merasa aneh. Dada Luis sesak dan ketakutan sejak semalam." Ibuku menyentuh keningku, mengecek suhu tubuhku. "Luis baik-baik aja mi. Yang aneh itu disini bukan disini." Aku menunjuk hatiku lalu keningku.

Ibu ku tersenyum lebar. "Itu bukan penyakit kalo disini." Ibu menunjuk dadanya. "Obatnya cuma kalau papimu setuju sama Diana."

Aku memandang heran Ibuku. "Mami tau dari mana?"

"Temukan sendiri jawabannya. Udah yuk. Papimu nunggu kita di meja makan."

"Mi.. mi... Kasih tau Luis dong. Luis hampir hilang akal tadi malam." Aku membuntuti ibuku sambil memelas. Ibu hanya tersenyum lebar. Setibanya di meja makan, Ibu menyentuh pundak ayahku dan membisikkan sesuatu sambil mengelus-elus pundak ayahku menenangkan. Ekspresi ayahku tak berubah sambil wajahnya masih terfokus dengan koran yang dibacanya. Ibu masih membisikkan sesuatu sambil mengelus leher ayah lembut. Pandangan ayah beralih dari koran menatapku tanpa ekspresi. Aku mengambil tempat duduk di arah kiri tangan ayahku sejak kanan tersebut diduduki ibu yang sudah kembali ke tempatnya melihat aku duduk sambil mengoleskan roti dengan selai kacang. Kami terdiam selama 5 menit, ketika ibu bangkit dan menuju dapur.

Ayah dan aku masih diam. Aku merasa begitu ketakutan menunggu reaksinya apalagi mengenai Diana. Aku tak sanggup untuk tidak diperbolehkan melihatnya lagi. Memang seharusnya aku tidak membawanya kerumah sesuai nasehat Jim. Tapi bagaimanapun lambat atau cepat ayahku pasti mengetahui tentang dia.

Peach Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang