Hyun Neim sungguh tak nyaman dengan suasana yang mendadak berubah canggung akibat insiden yang terjadi beberapa menit yang lalu.
Sedari tadi ia hanya diam dan tangannya sibuk menata letak gelas serta perabotan lainnya.
Jimin turut membantu, pria itu memaksa, katanya sembari mengisi waktu luang. Padahal Hyun Neim sungguh berharap Jimin langsung pulang namun rupanya pria itu bersikeras untuk tetap tinggal. Dan sekarang suasananya malah jadi aneh begini.
Sebetulnya Hyun Neim lah yang malu untuk memulai pembicaraan, hanya karena insiden jatuh tadi.
Sementara Jimin, pria itu nampak santai, ia malah bingung melihat Hyun Neim yang mendadak diam saja dan seperti menghindari tatapannya.
"Kau yakin baik-baik saja?" akhirnya Jimin putuskan untuk bertanya, ia sama sekali tak menyukai hawa-hawa canggung begini.
"Ya-yah, memangnya aku kenapa?" Hyun Neim menjawab tanpa menoleh sedikitpun kearah Jimin.
"Hanya saja, aku merasa ada yang aneh." ungkap Jimin ragu-ragu.
"Aneh? Tidak ada yang aneh kok, perasaanmu saja mungkin." ucap Hyun Neim, padahal perasannyalah yang sedang terasa aneh sebenarnya.
Jimin tak membalas, ia justru menghela nafas pelan kemudian kembali melanjutkan kegiatannya menata cup coffee, memposisikannya se rapi mungkin.
"Setelah ini, jam istirahatmu kan?" Jimin bertanya lagi setelah meletakkan kardus yang telah kosong itu di lantai, ia melirik kearah Hyun Neim, nampaknya wanita itu juga sudah hampir selesai.
Hyun Neim mengangguk, "wae?" kini ia sudah berani mempertemukan pandangannya pada Jimin lantaran ptia itu terlihat biasa-biasa saja sejak tadi. Sangat berbeda dengan dirinya.
"Mau makan diluar?" tawar Jimin.
"Tidak perlu, aku membawa bekal kok."
"Bagaimana jika aku memaksa?" Jimin menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menampilkan wajah datar yang dibuat-buat tentunya.
Hal itu mengundang tawa dari Hyun Neim. Tidak, tidak, tawanya tidak langsung menguar lewat mulut, melainkan ia hanya tertawa dalam hati. Bibirnya sengaja ia lipat kedalam agar tawanya tak lolos.
"Jadi, seorang Park Jimin adalah sosok pemaksa?" candanya.
"Ya, aku tidak suka ditolak."
"Eumm, bagaimana ya, aku harus berpikir dua kali lipat untuk pergi bersama seorang pemaksa. Takut juga semisal dia tiba-tiba memaksaku untuk terjun ke sungai han tanpa memiliki alasan yang jelas" Hyun Neim bergidik ngeri, "aku tidak suka dengan orang yang pemaksa" imbuhnya seraya melipat kedua tangannya didepan dada.
Entah kenapa, mood Hyun Neim cepat sekali berubah, rasa malu yang tadi sempat menghampiri dirinya seolah telah terhempas begitu jauh.
"Kau harus suka karena si pemaksa itu adalah aku." kata Jimin mutlak.
"Mana bisa begitu." protes Hyun Neim.
Jimin berdecak, "kau terlalu banyak bicara Nona, sana ambil tas mu. Lagi pula mana mungkin kau menolak jika aku mengatakan akan mentraktirmu."
Hyun Neim terkikik, pria itu memang peka atau bagaimana ya? Jika Jimin mengatakannya dari awal, ia tak mungkin banyak omong, pasti akan menerima ajakan Jimin dengan sekali anggukan.
"Bagus. Aku memang menunggumu mengatakan itu. Sebentar, aku mengambil tasku dulu."
Setelahnya, Hyun Neim segera melesat, membawa tungkainya berjalan menuju ruangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Fell On Your Charm [REVISI]
RomanceLee Hyun Neim tidak mengerti bagaimana cara kerja hati dalam memilih seseorang untuk dijadikan sebagai objek yang dicintai. Hyun Neim tidak tahu, apakah pada akhirnya hati akan selalu benar meski otak merasa menjatuhkan pilihan pada objek yang salah...