Diskusi dengan aura menegangkan telah dimulai. Hawa dingin menambah ketegangan di ruang pertemuan itu. Adina memperbaiki posisi duduknya ketika Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah mulai bertindak sebagai pemimpin di barisan terdepan. Diawali dengan penjelasan dari pihak keamanan yang berjaga malam itu.
"Saat itu kami sedang istirahat makan malam. Semua akses masuk telah dikunci dengan baik." Seorang pria berpakaian hitam menjelaskan awal perkara, lalu melanjutkannya dengan lebih jelas. Beberapa orang yang mendengarnya, mengangguk-angguk paham. Martin ikut menyimak dengan sesekali menulis sesuatu di catatannya.
"Apakah sistem proteksi kebakarannya tidak berfungsi?" tanya Martin.
"Kita harus melakukan pengecekan lagi tentang hal itu," jawab Ketua Yayasan.
"Tidak mungkin karena kecacatan instalasi. Ini pasti karena kelalaian." Stacey, selaku kurator di galeri GLAC, sepertinya menjadi orang yang sangat tidak terima akan kebakaran yang terjadi. Hal itu tidak terlalu mengherankan, mengingat banyaknya karya miliknya yang dipajang di galeri. Riasan wajah wanita itu terlihat lebih tajam dari yang pernah Adina lihat.
Tudingan Stacey membuat tiga orang pria dari pihak keamanan gedung terdiam menunduk. Bapak Kepala Sekolah segera berdeham dan melanjutkan diskusi.
"Bagaimana dengan CCTV?" tanyanya.
"Kami sudah memeriksanya. Tidak ada seseorang yang mencurigakan," jawab Martin.
Bisik-bisik mulai berdengung. Beberapa orang memperkirakan kebakaran terjadi akibat arus pendek. Tetapi tidak sedikit yang menyangsikannya. Beberapa staf keamanan kembali ditanyakan tentang situasi terakhir sebelum kebakaran terjadi. Setelah lima belas menit, Derida mengatakan sesuatu dengan suara pelan kepada Kepala Sekolah. Tidak jelas apa yang dikatakan wanita itu. Mereka seperti berbisik. Kepala Sekolah mengangguk dan kemudian memanggil sebuah nama.
"Shad."
Adina menutup matanya. Panggilan itu membuat jantungnya bekerja lebih cepat. Sebelum dia menoleh, Shad sudah menaikkan kepalanya, menatap Kepala Sekolah dengan nyali penuh.
"Lebih dari seminggu yang lalu, ada seorang murid yang memberitahu kami tentang rencana yang kau ciptakan. Bisakah kau menjelaskan rencana itu?"
Sekarang, terlalu banyak pandangan yang menuju Shad. Adina bisa merasakan lembab di telapak tangannya.
"Ya." Shad menjawab dengan singkat.
"Apa yang kalian rencanakan?"
"Membakar gedung itu."
"Untuk apa?"
"Aku hanya ingin melakukannya."
"Kau mengatakan 'aku'. Jadi, ini rencanamu sendiri atau ada orang lain yang terlibat?"
"Tidak. Itu hanya aku."
Apa-apaan? Adina berteriak di dalam hati. Dengan cepat, dia menoleh untuk memberikan peringatan kepada Shad. Namun, pandangan laki-laki itu masih lurus ke depan.
"Jadi, kau tidak bersekongkol dengan Ed dan Jory?"
Kali ini, Derida dan Adina saling memberi sinyal. Mempertanyakan kebenaran yang ada.
"Yang benar saja! Ed tidak mungkin ingin memusnahkan karya milik ayahnya!"
Kepala Sekolah memberi kode kepada Stacey agar tidak memotong ucapannya. "Jadi, kau tidak bersekongkol dengan Ed dan Jory?" ulangnya.
"Tidak."
Adina tidak tahan mendengar semua pengakuan Shad. Kakinya kembali gelisah. Pandangannya tidak lagi fokus. Berkali-kali, dia menoleh ke berbagai arah. Shad, Derida, Martin, Kepala Sekolah, orang-orang, pintu masuk, dan kembali lagi kepada Shad.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak-Jejak Gladiol
Teen FictionSatu-satunya yang Adina syukuri adalah dia kembali satu sekolah dengan Shad. Namun ada yang tidak beres. Teman kecilnya itu sekarang berteman akrab dengan Ed, si perusuh yang belum juga tobat. ⚠️UNEDITED VERSION⚠️ Genre: Fiksi Remaja ©Kopa Iota 2018...