11: Geng

1.4K 231 5
                                    

Sekolah tetap berjalan seperti biasa tanpa peduli dengan apa pun yang dirasakan Adina. Setelah mengumpulkan tugas esai, gadis itu merapikan semua peralatan tulis yang ada di atas mejanya dan memasukkannya ke dalam ransel kuningnya.

"Ayo ke kantin," ajak Kiera.

Adina hanya mengangguk tanpa menyahut, lalu mengikuti Kiera keluar kelas.

"Ada apa dengan muka kusutmu itu?" Kiera menyibakkan rambutnya dan menatap Adina lalu kembali lagi menatap ponsel di tangannya.

"Apa sekusut itu?" Adina tidak tahu hendak menjawab apa namun dia tidak ingin mengabaikan perhatian Kiera.

"Terserahmu."

"Apa kau memang mantannya Ed?"

Pertanyaan Adina membuat Kiera memelankan langkahnya, menyimpan ponselnya, dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ma-maksudku, kenapa kau mau berpacaran dengan pembual sepertinya?" Adina mencoba memberi kesan kalau yang tidak beres adalah Ed, bukan Kiera.

"Itu tidak terlalu penting. Aku hanya penasaran bagaimana rasanya berpacaran dengan seorang antagonis," jawab Kiera sambil membalas sapaan seorang gadis berjaket jeans. Mereka berhenti di depan lorong menuju toilet untuk menunggu Lula yang sebelumnya sudah berjanji akan ikut ke kantin.

"Dan aku bisa menebak bagaimana rasanya," sahut Adina. Lula telah muncul, dan gadis itu tidak terlalu penasaran dengan apa yang sedang diperbincangkan Adina dan Kiera. Mereka melanjutkan perjalanan menuju kantin.

"Kurasa kau sangat membencinya," kata Kiera.

"Siapa?" tanya Lula dengan tatapan bingung. Lalu Kiera menjelaskan segalanya.

Mereka membelok. Kewaspadaan Adina semakin bertambah ketika mereka melewati segerombolan pemain baseball yang masih memakai jaket kebanggaan tim itu. Gadis itu bernapas lega ketika menyadari tidak ada sosok Ed di dalam gerombolan itu.

"Kemarin, dia datang ke studio lukis dan membuat kekacauan," kata Adina kemudian.

"Well, aku tidak mau ikut campur dengan urusan anak itu, tapi tidak mungkin asap muncul jika tidak ada yang menyalakan api."

Itu adalah kalimat paling cerdas yang pernah Adina dengar, yang keluar dari mulut Kiera. Adina memang memgharapkan temannya itu mengatakan sesuatu yang mendukung ucapannya. Namun, dia juga tidak terlalu keberatan jika Kiera berpendapat lain.

Mereka sudah tiba di area kantin dan segera menuju gerai makanan. Adina membeli sekotak burger dengan dua daging sapi panggang di dalamnya. Dia sangat kelaparan karena sengaja melewatkan sarapan di rumah. Lula menatap makanan itu dengan memicingkan mata dan diiringi seruan yang pantas diucapkan ketika seseorang menginjak kotoran binatang. Kiera memesan spageti ukuran kecil dan milkshake stroberi. Sementara itu, Lula dengan bangga membawa sekotak salad buah dan jus mentimun dingin. Melihat itu, Adina cukup penasaran dengan kulit Lula yang terlalu pucat, sementara gadis itu mendapatkan asupan nutrisi yang sangat baik.

"Adina, bagaimana kau membenci sesuatu jika kau tidak pernah menjadi bagian di dalamnya?" Lula ikut-ikutan mengeluarkan kalimat cerdas ketika menunggu uang kembalian.

"Itu dia! Bagaimana jika kita masuk ke dalam pertemanan Shad, Ed, dan Jory? Mungkin dengan itu, kau bisa sedikit memahami mereka."

Mendengar usul Kiera, Adina hanya mengangkat bahu dan menyeruput jus jeruknya.

***

Langkah pertama dalam misi menjadi bagian dari Shad dan teman-temannya adalah duduk bersama di kantin.

"Aku tidak mau. Kau lihatlah, Kiera, ada Evan di sana," bisik Lula.

Adina sama seperti Lula yang mempertanyakan kehadiran Evan di tengah-tengah tiga sekawan itu. Dia tidak yakin kalau Evan memiliki hubungan pertemanan apa pun dengan Shad, Ed, maupun Jory. Seolah tidak peduli, Kiera tetap melangkahkan kaki menuju ke arah tiga laki-laki yang tampak sedang mengobrolkan sesuatu. Sementara itu, Adina dan Lula mengikuti Kiera seperti anak-anak ayam yang terpaksa mengikuti induknya.

"Masih banyak meja kosong di sana, Kiera."

Itu ucapan pertama Ed ketika Kiera meletakkan makanannya di samping Jory. Semua seperti kebetulan di mata Adina. Meja di hadapan mereka adalah meja panjang yang muat untuk dua belas orang.

"Kami punya hak untuk duduk di manapun itu. Adina, Lula, kalian mau makan sambil berdiri?"

Adina dan Lula segera mengambil tempat duduk meski gerakan mereka terlalu kaku, lalu mereka segera menyantap makanan masing-masing tanpa suara. Kini, makanan di hadapan Adina terlihat terlalu menyedihkan. Adina hanya mencoba memakannya dengan gigitan sekecil mungkin.

"Apa yang kalian perbincangkan tadi?" tanya Kiera.

"Itu bukan urusanmu," jawab Ed.

Kiera hanya menaikkan bahunya dan mengaduk-aduk milkshake. "Ya, itu memang tidak penting," katanya.

Kecanggungan kembali menguap di meja itu. Adina hanya menghabiskan burgernya seperempat bagian, sementara Lula tampak tidak menyentuh salad-nya sedikit pun.

"Kami hanya membahas tentang pertandingan baseball di akhir tahun nanti." Tampaknya, hanya Evan yang terlihat ramah di sana.

"Oh ya? Aku lupa kalau Ed adalah anggota baseball. Sepertinya pertandingannya akan seru …."

Selanjutnya, hanya percakapan antara Evan dan Kiera yang terdengar. Sesekali, Jory dan Shad menyahut.

"Aku punya ide!"

Adina heran dengan semangat Kiera yang tidak pernah padam.

"Bagaimana jika kita membuat sebuah geng?"

Usulan Kiera membuat Lula memijit pelipisnya dan membuat Adina menggigit sedotan lebih keras.

Apakah ini langkah kedua?

"Berhentilah, Kiera. Kami tidak berteman dengan perempuan," kata Ed.

"Tapi itu terdengar menarik. Apa salahnya memperluas pertemanan?" Jory menyetujui usulan Kiera. Evan ikut mengangguk-angguk, seolah dia adalah bagian dari pertemanan Shad, Ed, dan Jory. Sementara itu, Shad hanya diam sambil mengaduk-aduk cup kosong, bekas susu cokelat dingin, berisi es batu.

"Ini akan terasa menyenangkan. Kita bisa merencanakan untuk liburan bersama." Usulan Kiera semakin menjadi-jadi.

"Berteman dengan kami bukan hanya masalah liburan."

Semua memandang Ed dengan penuh tanya. Ed hanya tersenyum sinis dan melanjutkan maksudnya. "Kalian harus berani untuk melakukan apa pun."

"Misalnya?" Adina menyesal telah bertanya karena semua mata kini menatapnya.

"Misalnya membakar sebuah gedung."

Jejak-Jejak GladiolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang