Keputusan

892 59 5
                                    

Bab 31

Aroma kapuccino menyapu indra penciuman seorang gadis berbaju biru langit yang sedang berdiri tepat di depan sebuah kafe kopi, sejenak gadis itu menarik sudut bibirnya, manis gadis ini semakin manis setelah ia tersenyum tipis.

"Sepertinya secangkir kapucino mungkin menyenangka di hari yang dingin ini," gumannya kemudian melangkahkan kakinya menju kafe itu.

Tepat setelah ia berada di depan pintu kafe, ia pun menarik ganggang pintu itu. Kedua bola matanya langsung membulat, bahkan bibirnya terbuka sedikit karena terlalu terkejut dengan apa yang ia lihat sekarang.

"Alex?"

"Alisha?"

Sedetik kemudian Abraham yang di panggil Alex oleh Alisha mendorong pelan bahu Alisha agar gadis itu memberinya ruang untuk lewat. "Minggir gue mau lewat," kata Abraham

Alisha hanya bisa menghela nafas jengah dengan sikap kasar sekaligus dingin yang selalu di keluarkan untuknya dari pria bertubuh tegap dan tinggi ini.

Kemudian dengan gerakan cepat Alisah menarik tangan Abraham dan memutarnya hingga tubuh Abraham kini menghadapnya. Abraham yang tidak menyangka dengan apa yang di lakukan gadis ini tidak sempat menoka.

"Mau sampai kapan kamu ngejauh dan nggak mau denger cerita yang sebenarnya,huh? kamu tau nggak, yang kamu lakukan itu sifat anak SD," kata Alisha dengan nada penuh dengan penekanan.

Abraham menaikkan alisnya, "Anak SD katamu? Lalu sikap penghianat itu apa? Huh? setan? Iblis?" kata Abraham naik pitam.

Alisha menghela nafas jengah, kemudian menarik lagi tangan Abraham masuk ke cafe itu lagi, Abraham ingin membrontak, memang jika ia memaksa ia akan bisa lepas dari cengkraman gadis ini tapi entah kenapa Abraham ingin mendengar apa yang ingin di katakan gadis ini.

***

Alika terbahak-bahak di depan sebuah sofa sambil mendengarkan lelucon yang di ucapkan Devan, sementara ibunya sedang berkutak di dapur dan ayahnya sedang berada di ruang kerjanya.

"Udah deh Dev, sakit perut gue dengernya," kata Alika

"Iya iya gue juga capek cerita ama lu," tiba-tiba ponsel Devan berdering tanda ada pesan masuk, awalnya Devan berharap itu Aileen tapi sepertinya gadis itu tidak akan seperti dulu lagi, ia tidak akan lebih sering menghubunginya sekarang. hubunganya dengan gadis itu sudah berakhir mungkin sejak beberapa tahun yang lalu saat ia pergi meninggalkannya dan untuk kedekatannya akhir-akhir ini hanya sebuah pemanis belakang agar hubunganya dengan gadis itu lebih baik.

Satu pesan baru dari Vanilla membuat Devan terheran sendiri, sangat jarang gadis itu meminta bertemu kecuali ada masalah.

Dev, bisa ketemu di cafe nggak? Bentar aja?

Kenapa? Ada masalah?

Enggak ada, Cuma ada yang harus gue omongin aja, hehhe tenang bukan soal Naruto kok kalau soal Naruto gue ngajak Aileen aja bukannya lo, hehhe

Oh iya, kita ketem jam 4 aja yah, gue ada urusan bentar,

Oke.jangan boong gue laporin ke sasuke lo,

Devan kemudian langsung menaru ponselnya itu di sakunya dan bergegas pergi dari rumah itu. Jika di pikir-pikir sikap Vanila hampir mirip dengan Aileen, bedanya Vanila cukup pintar dalam beberapa hal sementara Aileen terkadang gadis itu harus membuat Devan menjelaskan panjang lebar baru ia mengerti, kepolosan Aileen sangat berlebihan dan itu yang membuatnya terlihat berbeda.

Oh iya, Devan pensaran apa yang sebenarnya yang ingin di ucapkan gadis itu kepadanya. "Dev? Lo mau pulang?" kata Alika

Astaga, Devan lupa jika ia sedang berada di rumah Alika, bahkan ia lupa jika Alika sedang ada di hadapannya. Ada apa dengannya, putus dari Aileen membuatnya begitu frustasi hingga pamitan dengan sang pemilik rumah saja ia lupa.

Fisika Vs Bahasa Inggris [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang