Pengakuan

1.1K 67 5
                                    

 

Bab 33

Aroma kapucino langsung menyapa indera penciuman, Alisha dan Abraham tengah duduk di salah satu meja di sebuah kafe. Tak ada yang terlihat mengobrol, keduanya sibuk dengan dunianya masing-masing. Seakan mereka berdua lebih nyaman diam dari pada harus mengucapkan sepatah kata.

Tiba-tiba ponsel Alisha berbunyi tanda ada pesan masuk. Dengan perlahan gadis itu membuka isi pesannya. Kening Alisha langsung mengerut, bukan isi pesannya yang membuatnya terheran tetapi orang yang mengiriminya pesan.

Bagaimana tidak, orang yang mengiriminya pesan adalah pria yang sedang berada di hadapannya. Memang pesan dari Abraham sudah beberapa tahun ini tidak pernah muncul di notif ponselnya, bahkan pesan yang mungkin sudah beratus-ratusan yang ia kirim baru di baca pria itu beberapa detik yang lalu.

"Kenapa baru di baca?" tanya Alisha

Namun Abraham tidak menjawab, ia memilih mengetik di ponselnya dan mengiriminya ke Alisha.

Melihat tingkah pria ini membuat Alisha teringat dengan Abraham beberapa tahu yang lalu, sangat kekanak-kanakan. Tapi sifat itu hanya ia perlihatkan dengan orang tertentu saja. Yang orang lain tahu tentang Abraham itu, pria dingin, cuek, sombong, tapi tampan.

"Udah deh,Lex. Kalau kayak gini lo boros pulsa tau nggak," kata Alisha

Abraham kini meletakkan ponselnya dan memilih menatap Alisha. Tentu saja orang yang menjadi objek akan sangat risih dengan itu terlebih lagi cara pandangan Abraham lebih intens kemudian di ikuti senyuman khasnya.

"Apaan sih, berhenti nggak liatin gue kayak gitu. Serasa gue emang monster deh,"

"Gue minta maaf," tiga kata yang harusnya di ucapkan dari tadi oleh Abraham bahkan beberapa bulan yang lalu kata itu yang harus ia lontarkan kepada gadis ini.

"Lo emang harus bilang itu,"

Abraham tersenyum singkat,"Maaf atas semua sikap gue salam ini,"

"Nah itu yang gue tunggu dari berbulan-bulan yang lalu. Sikap kasar lo itu hampir buat gue ngubur lo hidup-hidup tau nggak," celoteh Alisha.

Lagi-lagi Abraham tersenyum, "Tapi lo nggak akan tega, iya kan?" tanya Abraham.

"Yee.. mana, kalau bukan karena kasihan sama Aileen dan bunda sama Ayah lo udah gue bunuh hidup-hidup lo,Lex," katanya

"Berhenti manggil gue Alex, sekarang nama gue itu Abraham,"

"Wah pentesan aja, semua orang manggil lo Abraham, ternyata udah ganti nama lo, tapi tetap aja awalan nama lo tetap A jadi kalung itu tetap berlaku. Alisha dan Abraham itu lumayan cocok," kata Alisha

Abraham tersenyum lagi,"Gue udah nggak pantes buat lo,Sha. Ada orang lain yang jauh lebih pantes buat lo," ucapan Abraham langsung membuat Alisha terheran.

"Nggak. Yang gue mau itu lo," katanya

Abraham menggeleng, "Gue udah nyakitin lo semua itu karena ke egoisan gue. Gue yang nggak mau dengerin lo, hingga akhirnya kita break beberapa tahun,"

"Itu juga salah gue yang nggk coba jelasin ke lo waktu itu, malah biarin lo pergi," Abraham menggeleng, "Kita udah jadi lo dan gue," ucapan itu membuat Alisha bagaikan tersambar petir.

"Tapi...," lirih Alisha, air matanya sudah mulai tergenang di pelupuk matanya. Sungguh, inikah akhir hubungannya? Setelah dengan susah payah mengejar orang ini dan menjelaskanya tapi hubunganya tetap tak bisa kembali. Bukankah usaha tidak akan menghianati hasil? Lalu apa ini? Sepertinya kalimat itu wajib di pertanyakan kebenarannya.

Fisika Vs Bahasa Inggris [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang