01. The Full Madness in The Pub

2.8K 125 0
                                    

Suara dentaman musik ditambah suara sorak-sorai memenuhi club malam yang terletak dibilangan kota Jakarta ini. Kalian pasti heran mengapa club malam ini masih bisa beroperasi bahkan tanpa hambatan sama sekali. Kalian harus ingat, kalian hidup pada zaman dimana uang dapat membeli segalanya, bahkan kehormatan seorang wanita.

Uang juga dapat membuat orang gila, hampir separuh ras manusia di dunia bekerja hampir 8 jam tanpa henti untuk upah yang diterima satu bulan sekali dengan nominal yang tidak terlalu besar. Uang juga bisa membuat orang buta akan setiap hal, misalnya saja yang dilakukan orang-orang dengan pendapatan lebih malam ini, menghambur-hamburkan uang untuk membayar sebotor vodka atau untuk bersenang-senang dengan wanita malam, tentu saja dengan alibi menenangkan perasaan.

Dan, jangan menyalahkan wanita-wanita itu. Keadaan dan tuntutan serta tidak ada jalan untuk mereka memilih. Dan, satu lagi uang memang sebuah kebutuhan, tanpa uang, kita tidak bisa bersekolah, makan, berbelanja dan banyak hal lagi.

Tapi, jalan untuk mendapatkan uanglah yang membuat nilai uang itu sendiri berbeda-beda.

"Tolong ya lo antarin minuman ini ke meja nomor 14 disana." Seorang pria yang menjadi bartender diclub malam ini menyorongkan sebotol Vodka kepada seorang gadis berumur 21.

Gadis itu menerima sebotol vodka dan segera berjalan ke arah meja yang tadi ditunjukkan. Namanya Ezzy, pelesetan dari kalimat Easy. Artinya mudah. Itu bukan nama aslinya, seseorang dari masalalu memberikan nama itu agar orang itu mudah memanggilnya. Atau lebih tepatnya, Ezzy tidak pernah memberitahukan nama aslinya pada orang itu.

Ezzy meletakkan vodka yang ia bawa diatas meja bundar yang sudah dikelilingi beberapa orang. Terdiri dari 4 orang pria dan 3 orang wanita yang Ezzy kenal sebagai wanita malam di club ini.

Ezzy sudah biasa dengan segala kegilaan di pub setiap malam, dia sudah biasa dengan suara-suara yang mampu membuat ia mual, namun ia tidak dapat berbuat banyak. Dia butuh pekerjaan ini untuk menghidupi dirinya.

Tatapan mata Ezzy jatuh pada sosok pria berjas kerja lengkap, pria itu hanya menutup matanya tenang tanpa terganggu dengan suara bising disekitarnya. Dibawah penerangan lampu yang tamaram, Ezzy dapat melihat gurat lelah dari wajah sang pria, ada ketegasan disana, dan juga kerapuhan. Ezzy merasa familiar, tapi Ezzy rasa itu hanya perasaan khonyolnya saja.

Karena pikiran yang tidak fokus, Ezzy tanpa sengaja menyenggol gelas yang terletak didekat pria yang ia perhatikan tadi, gelas yang berisi cairan berwarna merah itu langsung saja mengenai pakaian sang pria.

Pria itu kaget, ia membuka mata kelamnya. Sejurus kemudian mata itu memandang Ezzy yang tengah berdiri kaku dengan wajah yang memucat.

"Asataga! Lo lagi ya Zy! Lo tuh bisa gak sih semalam aja gak buat kekacauan." Bentak Amara, seorang wanita malam yang tadi sedang berciuman panas dengan salah satu pria dimeja 14 ini.

"A..aku gak sengaja, biar aku bersihkan." Ezzy membuka blazer hitamnya, dan meninggalkan kemeja putih kerjanya.

Ezzy menunduk dengan tangan gemetar ia melapkan blazernya ke bagian jas pria itu yang basah.

"Biarkan saja." Pria itu menahan pergelangan tangan Ezzy.

"T...tapi." Ezzy tampak tergagap. Pria ini bahkan tidak marah padanya, jika dibandingkan dengan pria yang sering datang ke pub, pria ini benar-benar tidak pantas ditempat seperti ini.

Pria itu bangkit, menatap sejenak ke arah Ezzy, mata keduanya saling bertubrukkan. Ada jenis rasa aneh yang Ezzy rasakan ketika pria itu menatapnya selama kurang lebih semenit tanpa berkedip.

Pria itu memutuskan kontak mata begitu saja, lalu berlalu tanpa bicara.

Ezzy menghela nafasnya, ia kemudian terkejut ketika Amara sudah menariknya dan mendorongnya begitu saja. Tubuh Ezzy yang kecil terpental dan kepalanya menubruk bangku bar. Bayu yang bekerja sebagai bartender dibuat terkejut, Amara berulah lagi.

"Lo tuh selalu bawa sial Zy! Lo liatkan pelanggan kita kabur gitu aja, semua gara-gara lo!"

Ezzy hanya dapat meringis, ia tidak punya kekuatan lebih untuk melawan Amara, Amara itu wanita simpanan pemilik club malam ini, jadi wajar saja dia ingin berbuat seenaknya, tentu saja karena rasa sombong.

"Maaf." Rintih Ezzy. Air matanya hampir jatuh namun dapat ia tahan.

Ingat Zy, kamu butuh pekerjaan ini.

Kamu harus bertahan.

Amara melangkah mendekati Ezzy, dia sering melakukan ini pada Ezzy menendangnya dan menjambak rambut Ezzy, tidak ada yang memperdulikan. Mereka malah bersorak kesenangan.

Biadab! Mereka manusia biadab.

Tapi, malam ini Tuhan mendengar rentetan doa dari Ezzy. Sebelum kaki Amara melayang ke arah wajah Ezzy. Tangan lain sudah menahan Amara hingga wanita itu terjerembab.

"Ups." Ucap pelaku penarikkan.

"Aku tidak sengaja." Ucapnya lagi.

Orang-orang diclub itu mulai berkerumun untuk menyaksikan kejadian itu.

"Kamu tidak apa-apa?" Pria itu melangkah dan membantu Ezzy berdiri.

Amara tampak menahan amarahnya. Pria itu tidak perduli, dengan langkah tenang dan seringan bulu, dia membawa Ezzy pergi dengan tangan Ezzy yang ia genggam.

"Kau tidak bisa membawanya pergi! Dia pegawai disini, membawanya kamu harus membayarnya."

Ezzy terkejut, ia menegang dan tanpa sadar ia mengeratkan genggaman tangannya pada sang pria asing itu.

Pria asing itu melirik dengan ekor matanya, lalu mendesah lelah setelahnya.

"Well, tidak akan pernah jauh-jauh dari uang." Ucapnya sambil membalik badan, dan melatakkan Ezzy tepat dibelakangnya.

"Aku tidak suka bernegoisasi, terima uang dariku atau tidak sama sekali."

Amara menatap meremehkan, "Aku tidak yakin kamu bisa."

"Aku yang menentukkan disini bukan kamu."

Orang-orang mulai bersorak lagi.

"Berapa yang kamu inginkan?" Devan bertanya dengan wajah tenang.

Iya, pria itu Devan. Devan Gekas. Anak dari Riza Gekas dan adik dari Rayhan Gekas. Ia bekerja sebagai seketaris muda untuk kakaknya dia juga seorang CEO untuk kantor cabang dari perusahaan ayahnya. Uang bukan masalah.

"100 juta." Ucap Amara. Orang-orang terkejut, Ezzy apalagi. Tapi tidak dengan Devan.

"Tidak ada penawaran lagi 100 juta." Devan tersenyum miring.

"Aku harap 100 juta mampu memenuhi kehidupanmu yang menjijikkan." Devan mencibir. Dia mengeluarkan handpone dari saku jasnya.

Mengikuti Amara yang masuk kedalam sebuah ruangan. Dia tetap menggenggam tangan Ezzy. Ezzy sungguh tiba-tiba bisu.

Setelah melakukan transfer secara Online Devan membawa Ezzy keluar dari tempat laknat itu, setelah sebelumnya dia berucap pada Amara bahwa Ezzy tidak akan berkerja pada Amara lagi.

Ezzy hampir tidak bernafas, dia mengap-mengap entah mengapa. Devan meliriknya, dan melepaskan genggamannya pada tangan Ezzy, kedua tangan Devan bertengger pada kedua sisi bahu gadis itu.

"Hei, bernafas." Devan memandang tepat pada mata Ezzy.

"Ku bilang bernafas!" Devan berteriak.

Bersamaan dengan teriakan itu Ezzy membuang nafas yang selama beberapa waktu tadi seakan tertahan di tenggorokannya.

"Huaaaaaaaaaaa." Ezzy menangis, dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Dia sungguh syok tadi. Sangat, dan dia sekarang sangat takut pada Devan.

Aku dibeli, aku beli seorang pria. Huaaaaaa, aku dibeli, aku dijual aku sudah dijual.

The Truth Of Love (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang