3

947 151 5
                                    

Aku sudah bersiap-siap untuk pergi kekampus. Perkuliahan sudah dimulai. Aku menuruni tangga dan menuju keruang makan, yang kulihat hanya pelayan dan makanan.

"Ayah ibu belum pulang?" tanya ku pada pak Nim, asisten kepercayaan ayahku yang selalu ada untuk mengurusku dirumah.

"Masih belum, kemungkinan besok malam atau seminggu lagi"

Aku hanya mengangguk malas, aku lalu mendatangi pelayan dan menyuruhnya membukusi semua makanan yang disiapkan untukku.

Dari pada tidak ku makan, lebih baik aku berikan ke mereka kan. Selagi pelayan membereskan makanan ku, aku menelepon Sinb.

"Sinb, mau pergi denganku?"

"Oke tunggu didepan rumahmu"

Lalu aku mematikan telepon. Pak Nim hanya memperhatikanku. Pak Min telah bekerja untuk mengawasi ku dirumah sejak aku kecil, tapi aku juga tidak memberikannya tempat istimewa. Karena dia hanya akan mengadu ke ayahku dan apa yang ia adu akan membuatku dimarahi ayahku. Ku rasa dia tidak tau kalau aku berteman dengan para berandalan, jika dia tau mungkin ayahku sudah pulang dan memarahiku. Untunglah dia tidak tau.

Aku mengambil bekal yang sudah pelayan siapkan cukup berat juga, ada 4 rantang dan langsung menuju mobilku. Aku menjalankannya sedang, dan berhenti sebentar menunggu Sinb keluar. Setelah Sinb naik.

"Naik mobil?"

"Lagi pengen" kataku dan langsung menjalankan mobilku.

Sinb memandang sekitar saat aku menghentikan mobil ke minimarket langgananku.

"Mau beli kertas" alasanku, dia hanya mengangguk dan ikut turun.

Sampai didalam aku tidak hanya membeli kertas binder saja, juga beberapa jajanan dan susu kotak. Sinb melihatku tajam dan aku balas tersenyum. Seperti biasa, kasir wanita ini selalu mengoceh.

"Kau sering kesini yah"

"Kau kuliah?"

"Dia temanmu?"

"Penampilanmu berubah, tidak seperti yang kemarin"

Panggilannya pun berubah, dari Anda ke kau. Mungkin sesekali aku harus memperingatkannya. Sinb juga terlihat kesal, tapi dia tetap diam. Seperti yang keluarga dan keluarga orang berada lainnya. Diam menunjukan seberapa terpandangnya dirimu, dari pada membalas ocehan orang yang tidak berguna. Seperti itulah, makanya jika terjadi masalah pada orang tua kami. Mereka cenderung diam dan mengatasinya secara tertutup.

"Wanita itu mengesalkan" ucap Sinb dan masuk ke mobil dan aku juga masuk setelah menaruh belanjaannya ke jok belakang.

Dan kami meneruskan perjalanan.

"Ini bukan jalan kekampus kan?" tanya Sinb sambil meneliti jalanan.

"Aku mampir sebentar untuk menaruh barang" kataku. Sinb membuang nafas kesal.

"Seharusnya bilang dulu padaku" katanya kesal.

"Sebentar lagi sampai kok" kataku.

Setelah sampai aku langsung turun dan mengambil barang-barang dijok belakang. Terlihat dari raut wajahnya, Sinb sangat tidak suka berada disini.

"Jangan bilang tempat kumuh ini rumah teman berandalanmu" selidik Sinb.

"Bukan" kataku, dia bernafas legah lalu kembali berwajah kesal setelah aku mengatakan.

"Tapi kami sering disini"

Dia sangat kesal dan tidak suka tempat terpencil dan terlihat buruk ini, tapi dia tetap mengikutiku.

Aimless Game | Epilog - SequelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang