8

935 147 34
                                    

Aku terbangun pagi, sungguh aku masih memikirkan apa yang Yoongi lakukan malam itu. Aku jadi takut untuk keluar saat aku tau Yoongi ada disana, jantungku berdetak cepat. Tapi dengan segera aku ingin keluar dari sini, ditempat ini membuatku terus-menerus memikirkan perlakuan Yoongi. Dan ah, kenapa aku juga memikirkan Jungkook.

Tunggu dulu, jika Jungkook dan Yoongi bisa melakukan itu. Bagaimana dengan yang lainnya? Apa mereka juga punya niat untuk melakukan itu?
Ah sial. Aku takut.
Seberani apapun aku berteman dengan mereka, mereka jugalah pria. Mereka bisa termakan nafsu birahi, lalu sekarang apa?

Dengan berberani diri aku membuka kunci dipintu dan membuka pintunya. Aku berjalan keluar melewati dapur lalu sampai pada ruang depan, dengan langkah sepelan mungkin.

Aku lihat Yoongi tertidur di sofa, wajahnya sangat damai berbeda saat dia sadar begitu kaku dan datar. Dan aku masih bisa memperhatikan wajahnya, saat aku merasa takut bertemu dengannya. Bodohnya aku. Menghempaskan apa yang aku pikirkan tentang Yoongi, dan melanjutkan pergi dari apartemen ini dan kembali ke rumah.

Tanpa Yewon sadari, Yoongi terbangun saat Yewon baru saja pergi. Yoongi berpura-pura tertidur pulas, padahal ia sendiri tidak pernah tertidur sejak malam itu.

"Aku menginginkan lebih" ucapnya sambil tersenyum miring penuh arti.

Yewon berjalan pulang kerumah, menghiraukan orang-orang yang melihatnya aneh karena di keadaan pagi yang dingin dia masih menggunakan gaun pestanya dan rambutnya yang sudah tidak rapi lagi. Membuat orang-orang berprasangka lain.

"Dan aku harus canggung ketika bertemu Yoongi dan Jungkook, semoga saja tidak berpengaruh pada misi ini" racaunya dalam perjalanan, lalu langkahnya terhenti ketika mengingat sesuatu.

"Ah aku lupa, jika aku harus tau rahasia mereka" lanjutnya berbicara, dia tampak gusar lalu kembali berjalan sampai kerumah.

Akankah semua termakan cinta.?

Aku telah sampai dirumah, dan hal yang tidak mengenakan pertama adalah aku bertemu dengan pak Nim di ruang tamu. Aku sekilas menatapnya dan meninggalkannya untuk pergi kekamar, satu-satunya yang bisa dia lakukan hanya mengadu dan mengadu. Disaat aku harus belajar untuk menghormati yang lebih tua dan menyayanginya, aku hampir mati karena membencinya -pakNim. Aku tau aku terkesan sangat membencinya, aku sengaja. Agar dia tau bahkan aku ingin pak Nim menghilang. Salah satu alasan kenapa aku menerima tawaran Kakek, untuk melenyapkan Pak Nim.

"Yewon"

Belum sempat aku membuka pintu kamar yang sudah ada di hadapanku, suara wanita menyentak Indra pendengaranku. Aku berbalik, entahlah aku bingung harus senang atau sedih.  Dan aku harus memaksa tersenyum.

"Mama.." ucapku terkesan melambai.

"Kau tampak tidak senang" ibuku menghampiriku, dia melihatku dengan wajah --entahlah terkesan sombong, tidak perduli dan tidak tertarik.

"Seperti biasa ma.."

Ibu menatapku dari batas kepala dan kaki.

"Terserah, pergi ke kamar ku dan biarkan pelayan itu mengurus mu" ucapnya.

"Ada apa?" Tanyaku.

Bukankah percakapan kami kaku dan seakan bukan percakapan antara ibu dan anak? Ah... Aku jadi ingat percakapan Sinb dengan ibunya yang manja dan manis, ibuku? Aku bahkan meragukan jika ia pernah ingin menjadi ibu.

"Pertemuan dengan teman-temanku, dan anak mereka juga" jawabnya lalu pergi dari hadapanku.

Aku tersenyum lucu dan sedih, apa kami benar-benar ibu dan anak? Ini justru terlihat seperti jika ada urusan mari jadi ibu dan anak jika tidak maka pergilah.

Aimless Game | Epilog - SequelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang