Setelah perjalanan selama lima jam, akhirnya kami sampai di Boseong. Kami tiba di sini saat langit sudah gelap. Dan Ayah memilih untuk mencari penginapan dekat dengan area perkebunan teh. Dari jendela penginapan, aku bisa melihat hamparan kebun teh yang di selimuti kabut. Lampu rumah di bawah penginapan terlihat seperti bintang, menambah keindahan malam di sini.
"Apa yang kau rasakan?"
"Tenang ... aku harap seperti itu," ucapku lemah.
"Kau mau bercerita? Sini, Dadah ingin mendengarmu."
Aku menoleh, kulihat Ayah sedang menuangkan teh dari poci kecil. Aku mendekat. "Dad, bolehkah aku libur menulis?"
Ayah tersenyum, "Apa ada sesuatu yang menganggu pikiranmu?" Ayah menyodorkan segelas teh kepadaku. Sesaat aku hanya terdiam. Bisakah pikiranku sejernih teh hijau yang Ayah berikan kepadaku? Aku jenuh. Suara di kepalaku terlalu berisik.
"Apa yang menganggumu?" tanyanya lagi.
"Entahlah ...," kuminum teh hijau buatan Ayah, "kurasa, aku butuh tidur seharian. Aku perlu memulihkan energiku."
"Maaf belum bisa menjadi Dadah yang baik untukmu." Ayah terlihat memelas, mungkin merasa bersalah.
Aku menggeleng, "Aniyo, terima kasih telah merawatku dengan baik." Tanpa terasa air mataku jatuh. Hatiku selalu sakit saat mendengar Ayah mengatakan hal yang sentimental.
Ayah mengusap air mataku menggunakan ibu jarinya. Kupegang tangannya untuk menghentikan. Kemudian Ayah tersenyum, "Menangislah sesukamu, jika itu bisa meringankan beban di hatimu."
Detik itu juga aku mulai menangis dengan keras. Entah berapa lama aku telah menangis malam itu. Saat aku terbangun, Ayah tidak ada di kamar. Kasurnya sudah terlipat rapi dan diletakkan di sudut ruangan. Tepat di sebelah kananku, Ayah telah menyiapkan roti gandum dan segelas teh hijau untukku. "Terima kasih, Dad."
Istirahatlah, Dadah memberimu waktu untuk memulihkan energimu. Besok kita bicara. Ingatlah selalu, kau adalah putri Dadah yang berharga. Jangan meredup, tetaplah bersinar di galaximu.
Senyumku mengembang membaca notes dari Ayah. Aku usap perlahan kertas itu, kemudian aku letakkan pada halaman tengah buku yang Ayah letakan tepat di samping sarapanku.
Setelah mandi, aku memakan sarapanku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelahnya. Hari ini pasti Ayah akan pulang sore hari. Setiap kali aku bilang padanya kalau aku ingin sendiri, Ayah pasti tidak akan mengangguku. Mungkin Ayah akan bersenang-senang di luar. Suasana di daerah ini sangat cocok dengan Ayah. Ayah pasti sedang mengisi ulang energinya juga.
Hariku aku gunakan untuk menonton drama korea favorite-ku. Entah sudah berapa lama aku tidak menontonnya. Tanpa terasa, hari sudah mulai siang. Perutku mulai terasa lapar. Aku mengambil satu potong roti gandum sisa sarapan tadi. Sengaja aku sisakan karena aku malas keluar untuk memesan makanan. Tanpa aku sadari, sudah lima episode aku menonton drama korea. Mataku mulai lelah. Aku mematikan laptopku. Kemudian berbaring di lantai. Aku telentang dengan kedua tangan aku sejajarkan dengan bahu. Kutatap langit-langit yang berwarna krem. Warna yang serupa dengan dinding dan perabot di penginapan ini. Perlahan kupejamkan mataku. Aku mulai menarik napas dengan perlahan. Merasakan napas yang mulai naik turun mengikuti irama detak jantungku.
"Ah, aku benci suara berisik dari kepalaku. Mereka tidak bisa diajak kompromi," keluhku lirih.
Aku bangun dari tidurku. Kulangkahkan kakiku menuju jendela. Wow ... sangat indah. Hamparan kebun teh yang menghijau itu sangat serasi dengan langit yang begitu cerah. Di sisi luar dari perkebunan ini terdapat jalanan yang cukup lebar. Pepohonan yang menjulang tinggi tumbuh dengan baik tepat di sebelah jalan. Sangat asri. Para pekerja yang memetik teh juga terlihat dibeberapa jalanan kecil di tengah perkebunan. Ada juga beberapa wisatawan yang asyik mengambil gambar. Mungkin Ayah salah satunya. Ada sepasang kekasih yang menyusuri jalanan utama dengan menggunakan sepeda. Terlihat sangat serasi. Sesekali saling menyalip, kemudian tertawa bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFFER || KNJ
FanfictionIni tentang takdir hidup seorang gadis kecil yang bersinggungan dengan member BTS. Rasa keingintahuan Moonella yang besar tentang asal usulnya, membuat para member kewalahan. Akankah mereka bisa bersabar menghadapi gadis kecil itu? Dapatkah Moonella...