"Aku tidak mencintaimu, tapi aku membutuhkanmu ... sekali lagi." Kulihat tangan Ibu gemetaran. Ponsel yang ia pegang seketika terjatuh saat tatapan matanya bertemu denganku.
Hanya itu yang terakhir kali aku ingat tentang Ibu. Aku tidak tahu, saat itu Ibu sedang berbicara kepada siapa. Yang aku tahu, setelah malam itu, tidak ada lagi kehangatan yang aku dapat dari pelukan Ibu.
Sudah tujuh tahun berlalu. Dan aku masih belum mendapatkan jawaban yang jelas. Bahkan, Ayah seakan sengaja menutupi semuanya. Aku harus berpura-pura baik-baik saja saat dihadapannya. Setidaknya hanya itu yang bisa aku lakukan untuk membuatnya tidak mencemaskanku.
Pekerjaan Ayah sudah cukup melelahkan, aku tidak mungkin menambah bebannya dengan rasa penasaranku. Aku sungguh berterima kasih, selama ini ia telah merawatku dengan baik. Sebagai single parent, ia telah melalui banyak waktu sulit karenaku.
"Ini ...." Seorang pemuda menyadarkanku dari lamunan. Pemuda itu menyerahkan sepucuk surat berwarna ungu muda. Aku embuskan napas---kecewa. Aku kira, Ayah yang akan menyerahkan langsung kepadaku. Nyatanya ia mengirimkan seseorang yang bahkan tak kukenal, untuk memberikannya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, hari ini Ayah terlalu sibuk untuk menemuiku. Bisa aku maklumi. Ayah sibuk berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang sangat berarti untuknya.
"Namjoon-ssi akan menghubungimu ... nanti." Ada sedikit ragu tergambar di wajahnya. Sepertinya itu inisiatifnya untuk menghiburku. Aku hanya tersenyum, tapi ia terlihat begitu canggung.
"Aku tahu ...," ucapku tenang, "Dadah tidak pernah lupa menghubungiku ... setiap hari."
"Syukurlah." Ia membungkuk hendak pamit.
"Apakah bisa kau menemaniku di sini?"
"Eoh?" Ia terkejut dengan permintaanku, tapi ia tetap duduk saat aku memintanya.
Tidak ada alasan khusus memintanya untuk tinggal. Aku hanya tidak ingin sendirian untuk saat ini. Ia juga setuju saja, jadi kupikir ia memiliki banyak waktu luang. Tidak ada pembicaraan yang berarti. Hanya sekali menanyakan namanya. Selebihnya aku asyik membaca buku. Sesekali melihat dirinya yang juga sibuk mengamati orang berlalu-lalang di bawah sana. Kemudian menulis sesuatu ke dalam buku diary.
Ya, kami berada di lantai atas kafe. Meja yang persis menghadap jendela kaca besar, memungkinkan kami mengamati aktifitas yang terjadi di depan kafe. Beberapa anak berseragam sekolah berlarian di depan kafe. Salah satu diantaranya menabrak seorang bapak tua di samping kanannya. Mereka serempak membungkuk untuk minta maaf, kemudian berlalu begitu saja. Di bawah pohon yang berada beberapa meter dari kafe, aku melihat seekor kucing kampung tidur dengan begitu pulas. Tanpa sadar aku tersenyum.
"Kau ingin sepertinya?" tanya pemuda yang sedari tadi di sampingku.
Aku menoleh ke arahnya. "Eoh? Siapa yang kau maksud?"
"Bukankah menyenangkan untuk tetap merasa nyaman di mana pun tempatnya?" Ia menunjuk ke arah kucing kampung tadi. Ternyata dari tadi ia juga mengamatiku. Aku bahkan tidak menyadarinya.
"Aku nyaman di sini ...," ucapku lirih. Aku berharap ia tidak mendengarku.
"Es krim." Ia menunjuk es krim di depanku yang sudah meleleh. Beberapa tetes jatuh di meja. Aku segera mencari tisu di tas untuk mengelapnya.
"Aku tidak makan es krim."
Ia hanya diam, memandangku dengan tatapan heran.
Aku tidak bisa menahan senyum melihat ekspresinya yang mengemaskan. "Aku kira Dadah yang akan menemuiku, makanya aku memesannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFFER || KNJ
FanfictionIni tentang takdir hidup seorang gadis kecil yang bersinggungan dengan member BTS. Rasa keingintahuan Moonella yang besar tentang asal usulnya, membuat para member kewalahan. Akankah mereka bisa bersabar menghadapi gadis kecil itu? Dapatkah Moonella...