Dingin. Seperti itu cuaca hari ini. Terlalu dingin untuk musim panas. Tapi, mungkin lebih dingin hatiku yang seakan membeku dari semalam. Siapa pun, tolong diriku!
Sekarang aku di sini---perpustakaan. Saat ini, hanya tempat ini yang bisa membuatku merasa tenang. Sudut sekolah yang paling rendah kebisingannya ketika hari buruk seperti ini datang. Mereka yang datang ke sini hanya fokus pada buku atau laptopnya. Jadi, aku merasa sedikit lebih baik.
Di depanku terdapat laptop yang sudah menyala. Belum ada satu kalimat pun yang mampu aku ketikan. Terasa hampa. Untuk menulis saja rasanya aku tidak mampu.
Aku menengok ke kanan-kiri. Berjarak tiga kursi dari sebelah kananku, ada seorang pemuda yang sedang menyalin tugasnya. Ia terlihat sangat serius. Di sebelah kiri, mungkin berjarak sembilan langkah dari tempatku duduk, seorang gadis sedang membaca buku di depannya. Sesekali kulihat ia tersenyum. Senyum yang cantik untuk hari buruk seperti ini. Aku iri padanya. Ia bisa menikmati harinya walau cuaca sedang tidak bagus.
Aku menghela napas, "Apa yang ia lakukan di sini?" Tepat di sebelah gadis yang sepertinya sedang membaca novel, aku melihat Hyunjin melambaikan tangan kepadaku. Tapi, tiba-tiba saja seseorang duduk tepat di sebelahku, menghalangi pandanganku kepada Hyunjin.
"Ah, bukankah kau gadis yang di rooftop?" Aku ingat ia gadis asing yang datang kepadaku karena merasa khawatir.
"Lihat saja ke depan. Nikmati saja hujannya. Kalau kau banyak waktu luang, hitung berapa banyak tetes hujan yang jatuh di depanmu."
Aku tertegun. Sementara ia fokus dengan buku yang di bacanya.
Cukup lama kami saling diam. Sampai ia bicara kepadaku, "Aku tidak menyangka bisa menemuimu di sini. Kukira kau sedang menangis histeris di pemakaman ibumu."
Tanganku mengepal. Kugigit bibir bawahku kemudian menarik napas kasar, "Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan? Apa kau mengenal ibuku?" Aku bicara dengan suara bergetar, tapi tidak berani memandang ke arahnya.
"Ia seorang wanita yang anggun dan elegan. Wajahnya yang teduh membuat siapa pun ingin dekat dengannya. Sayang sekali, ia pergi begitu cepat."
Aku berjingkat.
"Bagaimana kau mengenal ibuku?" Aku mendorong kursiku dan segera lari.
Dengan sekuat tenaga aku berlari untuk menghindari gadis itu. Melewati koridor yang ramai. Sekali dua kali aku menabrak bahu mereka. Tapi, aku tidak peduli dengan itu. Aku juga mendengar mereka mengumpatku. Itu bukan lagi masalah untukku.
Jangan percaya kepada orang asing. Itu yang selalu Ayah dan Ahjussi katakan. Mereka yang telah merawatku. Jadi, aku hanya perlu percaya pada mereka, kan? 'Jangan dengarkan omong kosong yang hanya akan membuatmu lemah. Orang lain hanya ingin melihatmu jatuh.'
Kutelungkupkan wajah di antara kedua kakiku. Aku tidak lagi peduli dengan tetes hujan yang membasahi tubuhku. Menangis. Hanya itu yang ingin kulakukan saat ini. Aku tidak ingin percaya dengan gadis itu, tapi hati kecilku menyangkalnya. Dadaku begitu sesak setiap kali mengingat ucapannya.
"Yaa, sudah kubilang, jangan mencari perhatian dari Hyunjin!" Dapat kurasakan percikan air itu mengenai kakiku karena hentakan sepatunya.
Aku menengadah. Ia membagi payungnya agar tubuhku tidak lagi kehujanan. Kulihat punggungnya sedikit basah. "Aku ingin ibuku."
Ia tertegun.
Air mukanya mendadak melunak, "Bukan hanya kau, aku juga menginginkannya. Aku tidak bisa membantumu kalau itu yang kau mau." Ia mengulurkan tangannya. "Berdirilah, kau tahu, mereka semua melihatmu begitu menyedihkan," ucapnya sambil menunjuk setiap jendela yang ada di lantai dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFFER || KNJ
FanfictionIni tentang takdir hidup seorang gadis kecil yang bersinggungan dengan member BTS. Rasa keingintahuan Moonella yang besar tentang asal usulnya, membuat para member kewalahan. Akankah mereka bisa bersabar menghadapi gadis kecil itu? Dapatkah Moonella...