Aku benci ketika tidak bisa mengendalikan pikiranku sendiri. Entah ... sudah berapa lama aku terbaring lemah. Serasa semua tulangku mendadak melunak. Aku hanya berguling tak jelas di atas kasur. Untuk sekedar memejamkan mata saja aku tak mampu. Terkadang aku benar-benar muak. Kenapa banyak sekali kelemahan dihidupku.
Aku menghela napas, "Apa yang Ahjussi lakukan dari tadi, sih?"
Sudah beberapa kali aku melihat Jimin Ahjussi memerhatikanku dari taman. Terlihat samar dari kaca meja riasku yang berada tepat di sebelah kiri ranjangku. Tapi, aku yakin itu postur tubuh Jimin Ahjussi.
Sangat menganggu. Haruskah kututup tirainya? Ah, tidak. Itu ide yang buruk. Aku yakin begitu tirai tertutup, mereka satu per satu akan mengetuk pintu kamarku setiap beberapa menit sekali. Itu akan lebih merepotkan.
"Hyung, gwenchana?"
Hatiku tiba-tiba saja seperti tersengat begitu mendengar sesuatu yang jatuh dan pertanyaan dari Jungkook Ahjussi yang terdengar begitu khawatir. Itu pasti Ayah. Seiring berjalannya waktu, aku sudah jarang melihat kecerobohan Ayah. Tapi, hari ini ... hari ini aku banyak melihat sesuatu yang tidak biasanya. Bukan hanya Ayah yang bersikap ceroboh, tapi semua ahjussi juga bersikap aneh.
"Namjoon-ah, apa yang terjadi? Yaa, katakan ada apa!" Seokjin Ahjussi bertanya dengan lantangnya.
Kemudian, pintu kamar ada yang membuka. Aku buru-buru memejamkan mata. Langkah kaki itu sangat familiar. Aku begitu yakin itu suara langkah kaki Ayah. Setiap larut malam, aku selalu mendengarnya. Mungkin ia diam-diam menyelinap ke kamar untuk sekadar mengecup kening atau membetulkan letak selimutku. Tapi, aku mengetahuinya. Karena saat Ayah melakukannya, aku tidak benar-benar tertidur. Tidur malam itu sangat sulit untuk aku lakukan. Sungguh, mengalami insomnia selama bertahun-tahun itu melelahkan.
Aku dapat merasakan kalau Ayah meringkuk di belakangku. Kemudian tangannya terulur ke depan untuk memelukku. Hatiku berjingkat, Ayah bukan tipe orang yang seperti ini. Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi? Tiba-tiba saja kurasakan tubuh Ayah bergetar. Saat itu juga hatiku terasa begitu nyeri. Aku tidak pernah melihat Ayah menangis di hadapanku. Dan sekarang, ia menangis sambil memelukku. Apakah sesuatu yang buruk telah terjadi?
Ia mengenggam tanganku dan menempatkannya tepat di atas jantungku. Detak itu terasa begitu kuat. "Apa kau bisa merasakannya?" ucapnya dengan suara yang bergetar.
Lalu, ia melanjutkan, "Sesulit apa pun keadaan yang kau alami, selalu ingatlah kalau yang sekarang kau rasakan ini, detak jantung ini, selalu menyemangatimu. Ia selalu ingin kau tetap bertahan. Seburuk apa pun itu." Ia kembali mengeratkan pelukannya. "Da-dalam sesuatu yang terburuk sekalipun, akan selalu ada hal baik, kan?" Ada sedikit ragu yang terdengar dari kalimatnya. Itu berarti, bukan hanya aku yang akan mengalami kesulitan. Tapi, Ayah juga akan merasakan hal yang serupa.
Tanpa terasa, air mataku lolos begitu saja dari sudut mataku. Aku berusaha untuk tidak terisak, tapi kurasa itu sia-sia. "Dadah tahu kau belum tertidur," ucapnya lirih.
"Dad, apa sesuatu yang buruk terjadi?"
Ia sekali lagi mengeratkan pelukannya. "Iya, Dadah tidak tahu harus bagaimana memberi tahumu. Dadah takut kau akan terluka. Maafkan aku."
"Dad..."
Aku berusaha untuk membalik badanku, tapi Ayah menahannya. "Diam saja. Jangan bergerak, itu akan lebih menyakitiku."
"Apa ini ada hubungannya dengan Mamah?" tanyaku sambil menahan tangis.
Hening. Tidak ada jawaban yang kudengar. Hanya suara isakan Ayah yang perlahan mulai terdengar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFFER || KNJ
FanfictionIni tentang takdir hidup seorang gadis kecil yang bersinggungan dengan member BTS. Rasa keingintahuan Moonella yang besar tentang asal usulnya, membuat para member kewalahan. Akankah mereka bisa bersabar menghadapi gadis kecil itu? Dapatkah Moonella...