Jungkookie?

885 41 0
                                    

“Taehyung!? Kamu sudah sadar?” seorang lelaki berlari menghampiriku kemudian menggenggam erat tanganku “syukurlah...ya tuhan,hiks!”

Kookie langsung — aku memutuskan untuk memanggilnya Kookie — meraih tasnya dan menutup benda itu rapat-rapat, kemudian ia langsung pergi tanpa berucap sepatah kata padaku, ia malah hanya mengucapkan salam perpisahan pada lelaki yang baru saja masuk.

Tiba-tiba lelaki itu memelukku erat, tatapannya terasa lembut. Namun karena aku tidak mengenalnya, aku melepaskan pelukan itu dan menanyai siapa dirinya. Ia mengaku bernama Bogum.

“Aku... orang yang mencintaimu.” Ia tersenyum.

“Maksudmu... pacar?”

Ia terdiam sejenak dan tampak berpikir cukup lama, aku tidak tahu apa yang ia pikirkan, aku sudah mengira kami bukanlah pacar, kalau memang iya, seharusnya ia tidak perlu berpikir segala untuk menjawab pertanyaan sederhana ini.

“Hei?”

Ia menggeleng “tidak tahu,” jawaban yang ia berikan terasa mengambang “kamu... dulu pernah menyukaiku.”

“Sekarang?”

“Tidak tahu.” Ia tersenyum lagi.

“Hem... bagaimana, ya? Kalau begitu kita mulai saja dari awal.”

“Maksudmu?”

“Kita berpacaran, katamu aku pernah menyukaimu, begitupula denganmu, kan?”

Lalu ia terdiam, dan mendadak ia tersenyum lagi.

Selang beberapa menit kemudian aku dipindahkan ke ruang inap biasa, saat aku sedang mengobrol dengan Bogum datanglah dua orang lelaki, yang pertama bernama Namjoon, ia mengaku sebagai sahabatku. Satu lagi bernama Jimin, ia mengaku sebagai orang yang sering menjahili aku.

Tapi, Jimin tidak terlihat seperti orang sering menjahili aku, dia sangat pendiam, bahkan hampir tidak bicara, dan hanya memandangku kosong.

Kemudian, kamarku menjadi semakin ramai, saat seorang remaja yang mengaku sebagai adikku datang.

**








“Hei, jadi kau benar tidak apa-apa, kan?” Tanya seorang ibuku yang sudah berumur 40-an sambil mencuci piring-piring.

“Ya.” Balasku “Aku berangkat bu!”

“H...hati-hati!! Ibu nggak akan memaafkan diri sendiri kalau kau terluka lagi!!”

Aku hanya tersenyum dan mengangguk, kemudian menutup pintu dan mengambil sepeda. Aku sangat bersyukur telah sadarkan diri dari koma selama beberapa hari karena kecelakaan lalu lintas, berada di batas hidup dan mati, hanya siap-siap melihat orang-orang yang mencintaiku meraung sedih menangisi kepergianku — itupun kalau ada yang mencintaiku.

Sekali lagi,  aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena ia memberikan persetujuan kembalinya aku ke dunia bersama orang-orang yang kusayangi meskipun sekarang aku tidak mengingat siapa saja mereka, terima kasih, aku benar-benar mendapatkan kado yang berharga...

Kehidupan.

**






Aku sedang menuruni bukit jalan dengan sepedaku sambil menatap langit berwarna biru keabu-abuan  menandakan aku harus membawa payung untuk berjaga-jaga seperti ramalan cuaca di stasiun televisi, namun aku tidak tahu dimana ibu meletakan payung ditambah lagi aku sedang terburu-buru, aku bahkan lupa mengingat dimana letak sekolahku.

Semenjak tersadar dari koma, ibu selalu berkata aneh dan menjadi semakin over protektif setiap hari, bahkan hari ini ibu tidak memperbolehkanku naik bus, padahal di luar mendung. Tapi, yah... Aku juga bodoh, tidak membawa payung.

Our Promise [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang