Dibalik pintu

216 22 0
                                    

Namjoon dan Jimin tidak masuk sekolah, padahal aku ingin bertemu mereka dan bercerita tentang Kookie perihal kemarin, tetapi karena mereka tidak masuk sekolah, aku mengurungkan niat dan langsung pulang saja.

Niatnya begitu, mengayuh sepeda sampai rumah, lalu bersantai. Tapi, begitu tersadar, aku berada di depan rumah tradisional itu.

Gerbang itu terkunci begitu aku mendorongnya, aku bertolak pinggang sambil memandangnya kecewa. Ada apa dibalik gerbang ini?

“Heei, sedang apa kau di situ??” Seorang pria tua memanggilku.

“Maaf, aku mencari pemilik rumah ini...”

“Pemiliknya seorang janda yang sudah meninggal setahun lalu, tidak ada lagi yang tinggal di rumah itu, seram.”

“Anda kenal janda itu? Apakah tidak ada lelaki muda yang tinggal di situ??”

Ia berpikir sambil bergumam “hah?lelaki muda...?” 

“Aku kenal wanita itu, dia sering pergi ke luar negri, makanya jarang di rumah, tapi dia sudah meninggal karena sakit keras. Sepertinya dia punya anak lelaki, tapi sudah meninggal karena kecelakaan sebelum ibunya meninggal. Aku lupa bagaimana sosok anaknya, kalau tidak salah dia seumuran denganmu, anak muda.”

“Namanya?”

Pria tua itu menggeleng “aku tidak tahu.”

Aku menghela napas panjang, ah, aku tidak dapat membuka misteri tentangnya lebih dalam lagi.

“Pulanglah, sudah sore.”

“Baik. Terima kasih atas informasinya.”

Lalu pria tua itu menganggukan kepalanya dan kembali ke rumah, letak rumahnya tidak jauh dari sini, ia berjalan dengan bongkok. Aku kembali menatap gerbang rumah itu dengan kecewa, dari dasar hatiku begitu ingin tahu ada apa dibalik tembok itu.

Aku nekat, kuparkirkan sepedaku di mini market dekat situ dan kembali ke tempat ini, aku mencari sesuatu yang dapat dipijak dan melihat tempat pembuangan sampah, serta pijakan tiang lampu. Aku naik dan memanjat tembok ini merasa seperti ninja profesional, padahal kalau orang lain yang melihat, aku lebih mirip seperti pencuri.

Aku melompat dari atas tembok, namun bukannya jatuh dengan mulus, aku terjatuh dengan kasar dan terguling sehingga lengan kananku yang membenturnya langsung kesakitan dan nyeri akibat benturan tadi. Aku meringis. Aku mengedarkan pandangan.

Dedaunan berserakan, pohon eunhaeng dan sakura yang sangat besar menghiasinya, kolam ikan yang kering, lampu rumah yang tidak menyala, hembusan angin yang dingin, taman yang tidak terurus, benar-benar mencerminkan rumah yang tidak berpenghuni.

Kuputuskan untuk memasuki rumah, lantainya tidak berdebu, di dalamnya tertata sangat rapih. Di ruang keluarga terdapat banyak foto-foto keluarga, kebanyakan foto seorang sepasang suami isteri dan seorang anak lelaki. Sudah pasti wanita itu janda yang disebut pria tua tadi, foto ini pasti foto lama karena si anak masih kecil, dan janda itu bersama pria yang terlihat mencintainya.
Baru saja aku ingin menaiki lantai dua, tiba-tiba aku berhenti karena mendengar suara seseorang dari halaman belakang.

Aku berjalan dengan hati-hati, lantai kayu yang tidak berdebu itu kupijak begitu lembut untuk berjaga-jaga kalau-kalau ternyata lantai kayu ini sudah lapuk dan akan membuatku terjatuh karena jebol.

“Eh?”

Aku terkejut, aku melihat Kookie sedang berjongkok di depan kolam, ia menumpuk batu-batu kecil dan menatapnya dengan kosong, namun ia seperti mengucapkan sesuatu, seperti sedang meratap.

“Kookie?”

Ia bergeming.

“Jungkookie??” Aku memanggilnya lebih keras, hantu itu menolehkan kepalanya, ia sedang menangis, dua jalur sungai kecil membasahi pelupuk mata dan pipinya.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Ia langsung menyeka air matanya “cepat pergi, sudah malam!!”

“Ini rumahmu?”

Ia tidak menjawab “cepat pergi!”

“Kookie... Kenapa kamu menangis?”

Lagi-lagi ia tidak menjawab, ia malah tersenyum seolah-olah tak terjadi apa-apa “aku akan mengantarmu sampai gerbang! Ngomong-ngomong bagaimana caramu bisa masuk?”

“Jangan laporkan polisi kalau kubilang aku memanjat.”

Ia tertawa “tenang saja. Polisi akan mengira kamu pelajar bandel yang seenaknya masuk ke rumah kosong.”

Kookie mendorongku, aku menahan tubuhku agar tidak bergerak sehingga ia kesusahan “ayo jalan!”
Aku terpaksa mengikuti kemauannya, Kookie menuntunku keluar, bahkan saat aku melintasi tangga, aku meliriknya karena penasaran ada apa di atas sana. Aku tidak berani menaiki tangga itu, mungkin aku terlalu pengecut untuk menyelesaikan level rumah hantu ini.

“Kookie.”

“Apa?”

“Kamu tidak akan pergi, kan?”

Ia tertegun “maksudmu?”

“Kamu tidak akan pergi, kan? Berjanjilah padaku, jangan pergi dan tetaplah di sisiku. Kalau bisa minimal, jangan pergi sebelum ingatanku kembali.”

Ia tergugu dan terlihat gugup “eh? A... aku...?”

“tolong janji padaku,kook?”

Aku mengulurkan kelingkingku.

Kookie terlihat bingung dan ragu sebentar, sampai akhirnya ia menetapkan jawabannya dengan mantap dan melilitkan kelingkingnya dengan kelingkingku.

“janji!”

Ini... seperti mimpiku.

“Ini seperti mimpiku, Taehyung,” katanya “Ini juga seperti masa lalu kita, kamu pernah berjanji seperti ini sebelumnya padaku.”

“Janji?”

“Ya, kamu tidak akan melepaskan aku untuk kedua kalinya, kan? Aku juga. Aku tidak akan melepaskanmu untuk kedua kalinya.”


















Eh?
***

Regard,

Ren

Our Promise [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang