(Jika aku tau ada bahagia yang seperti ini tak akan ku rapuh oleh bahagia yang tak menghargaiku sedikitpun. Aku juga baru tersadar jika didunia ini masih banyak pilihan yang baik untuk ku perjuangkan, tak hanya dia. Jujur, ini seperti mimipi yang menjadi kenyataan; bisa bertemu dengan perempuan sepertimu, Alitta).
Malam itu aku tak menghubungi Alitta, karena aku tau dia pasti capek. Dan aku juga memang sangat merasakannya. Jadi aku cukup mengerti saja, mungkin besok akan ku jumpai dia di kampus. Aku tak sabar untuk melihat mentari esok, sungguh. Ternyata begini rasanya bahagia yang tak direncanakan. Malam itu aku hanya menulis beberapa puisi yang memang aku sangat suka menulis. Tak lama setelah aku selesai menulis aku memainkan beberapa lagu yang aku suka, lewat alunan gitar aku temukan diriku, bagaimana rasa bisa memahami asa.
Setelah terbangun dari tidur lelapku semalam aku baru ingat jika aku harus menyelesaikan tugas akademik yang harus dipresentasikan hari ini, dan ya aku tidak mengerjakan pekerjaan membosankan itu. Aku pasrah saja untuk hari ini.
"Baru bangun? Mandi, langsung sarapan. Ibu berangkat dulu ke kantor, banyak yang harus dikelarkan." Tanya dan seru bunda.
"Siap bun. Oh iya bun, kemarin aku nggak masuk satu mata kuliah. Abisnnya bosen, maaf ya." Seru ku seolah-olah tak melakukan kesalahan.
"Uang jajan dipotong!!" Jawab bunda sambil bergegas keluar rumah.
"Yaahh bun, aku nggak bakalan mengulangi lagi, bunda!!" Teriakku sambil mengikuti bunda keluar. Tapi bunda hanya menatap kejam terhadapku.Rutinitas sehari-hari yang membuat ku bosan adalah kuliah, sungguh aku tak begitu semangat. Tapi harus bagaimana lagi, itu kebutuhan ku.
Hari itu aku berangkat dengan hati kecewa karena uang jajan dipotong bunda, tapi ya nggak masalah karena hari ini aku begitu semangat untuk berangkat ke kampus.Di perjalanan aku bertemu seseorang teman yang memang tak asing bagiku. Di lampu merah lima menit dari lokasi kampus.
"Pras!!" Suara itu sontak membuatku terkejut. Seorang gadis yang sebaya dengan ku memanggil ramah.
"Eeeh,. Karin!!" Iya dia Karina. Teman SMA ku dulu.
"Aku duluan ya Pras." Ujar karin terhadapku.
Aku hanya mengangguk dan bergegas menarik gas motor, karena sebentar lagi jam pelajaran segera dimulai."Permisi!!" Jam pelajaran sudah dimulai, dan aku terlambat masuk. Pasti akan kena marah.
"Masuk!!" Ujar pak dosen.
"Terimakasih pak." Jawabku sambil masuk dan hendak duduk disalah satu deretan para pengajar masa depan.
"Siapa yang menyuruhmu duduk?" Ungkap dosen tegas, yang memiliki nama sangar juga "BAMBANG".
"Terus saya harus ngapain pak?" Tanyaku polos.
"Ini hari apa Pras, masa lupa? Tanya pak Bambang tegas.
"(Astaga aku lupa, hari inikan giliranku mempersentasikan tugas penelitianku)" ucapku dalam hati.
"Maaf pak, tugas laporannya belum kelar. Bisa minggu depan?" Balas ku sopan dan lugu.
"Kamu ke ruangan bapak setelah perkuliahan hari ini selesai." Tegas pak Bambang sambil menulis note yang sumpah bikin aku enek untuk belajar. Iya, karena memang aku mengambil musik diperkuliahan. Itu pilihanku, tapi karena perintah Ayahku. Aku suka musik, tapi tidak mau untuk mencari lewat akademik, karena bagiku musik itu untuk dirasakan bukan untuk di mengerti. Semua orang bisa mengerti musik itu apa, tapi tak semua orang bisa merasakan musik itu seperti apa.Ayahku seorang penulis lagu dan pengaransmen yang cukup di gandrumi dikalangan remaja 80-an. Sebab itu ayah ingin melihatku mengikuti jejaknya. Begitulah pola pikir orang tua, ingin melihat anaknya sukses tapi tak mengerti bahwa seorang anak juga ingin memilih jalan lain. Meskipun orang tuaku sekarang berpisah ranjang, tapi syukur kasih sayang dan perhatian mereka tak pernah mengering untukku. Aku memang pernah mengalami sakitnya perceraian tapi sekali lagi aku bersyukur aku masih bisa mendapat kasih sayang.
"Baik anak-anak hari ini kita cukup kan, karena Bapak harus berbincang empat mata dengan Bapak PRASERTIA yang ganteng." Ujar pak Bambang seolah meledekku karena terlambat dan tidak mengerjakan tugas.
"Baik, selamat siang anak-anak. Ayo Pras ikut bapak!!" Serunya kepadaku.
Aku hanya terdiam dan mengikuti langkah pak Bambang. Banyak dari teman-teman ku yang pernah di interogasi berbisik kepadaku..
"Hati-hati Pras, kamu akan di kuliti Bapak. Haha.." bisik anak-anak kepadaku.Aku berjalan dibelakang pak Bambang dan hanya menunduk. Memasuki gedung para pejabat kampus aku bertemu dengan Alitta yang sedang berbincang-bincang asik dengan Karin. Dan ternyata mereka saling mengenal, apa mereka teman sekelas? Renungku dalam benak. Ketika bertatap dan melaluinya aku hanya tersenyum kecil kepadanya, karena memang tak ada kesempatan untuk berbincang dengannya. Dia hanya menatapku sampai hilang pandang setelah aku masuk ruangan pak Bambang.
Klungg..!!
Suara notif dari ponsel miliku. Pesan dari Alitta.
"(Kamu kenapa? Ada masalah?)"Aku tak membalas pesan darinya, karena tak berani.
"Kenapa kamu tidak mengerjakan tugas Pras?" Tanya pak Bambang sambil membereskan berkas diatas meja.
"Tadi malam ketiduran pak." Jawabku lemah lembut.
"Habis ngapain Pras, konser full album ya?" Balasnnya mengejekku.
"Tidak pak. Tiba-tiba ketiduran."
"Jangan sampai terulang lagi ya. Nanti Bapak bisa laporin kamu ke Bapak mu." Jawabnya tegas. Pak Bambang adalah teman SMA ayahku, dan pernah satu Band dengan ayahku, Band SMA. Jadi beliau sangat mengenal ayahku, dan ayahku juga pasti mengenal pak Bambang. Beliau juga sering ke rumahku jadi aku tidak berani untuk terlalu bertingkah.
"Baik pak!!"
"Minggu depan bapak tunggu tugas laporan mu, bisa?"
"Siap pak!!"Setelah proses interogasi yang menurutku biasa saja aku langsung pamit keluar karena malas mendengar cerita dari pak Bambang yang pasti panjang lebar. Aku berjalan di koridor dan menatap sekeliling, berharap bisa bertemu Alitta. Tapi aku tidak melihatnya, mungkin dia sudah masuk kelas atau pulang. Sayang, aku tidak bisa menemuinya hari itu. Padahal aku sangat berharap untuk bisa bertatap muka dengannya. Tapi sudahlah, bahagia tak datang selalu, pasti ada garam yang melengkapi sebuah kisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLALU
Romancesebuah cerita dimana seseorang yang mengungkapkan kesulitannya menghapus kenangan masa lalu.