UJIAN DAN PERTANYAAN

167 5 3
                                    

Mendung, ku rasa memang harus bergegas menyembunyikan diri dari dinginnya angin yang datang bersama hujan. Aku duduk di kursi depan sebuah cafe sederhana, namun punya kenangan yang sulit untuk ku lepas. Dulu, ketika suasananya sama seperti saat ini, aku duduk sembari melihat tetes hujan dan bias-bias cahaya dari celah awan, seolah malu untuk melihatku. Aku duduk berdua dengannya, berbicara tentang cinta seolah kitalah pakar cinta di negri ini. Saling melempar kata-kata indah layaknya para pujangga puisi. Tapi bukan mendengar kata-kata yang dia ucapkan, aku hanya melihat tawanya. Senyumannya mungkin tak semanis karamel dan wajahnya tak seindah pelangi, tapi inilah dia, orang yang selalu membuatku tergoda untuk tersenyum. Orang yang selalu menemaniku entah hujan ataupun terik.

Berlalu...

"Kamu pernah melihat bintang jatuh?" Dia bertanya padaku seolah dia tak pernah melihat hal seperti itu, wajah orang kebingungan seakan bintang jatuh itu hal yang asing baginnya. "Iya, sering. Emangnya kenapa?" Aku menjawab seolah menepis khayalan dalam benaknya, aku rasa ada yang dia pikirkan dalam, sehingga berbicarapun dia tak menatapku. "Kata orang, kalau ada bintang jatuh terus kita lihat, kita sebaiknya membuat permintaan. Apa kamu pernah melakukan itu?" Lagi-lagi pertanyaan yang ia lempar membuat ku tersenyum konyol, "iya, aku pernah. Dia langsung memotong, apa kamu pernah meminta agar aku tetap menjadi milikmu?" Aku terdiam, rasanya seperti ditusuk dan bungkam. "Jujur saja, aku tak pernah meminta hal seperti itu. Yang tetap aku minta adalah supaya kamu tetap bersamaku, karena sejatinnya memiliki bukan hal terbaik, tapi tetap bersamamu adalah hal baik yang bisa membuatku bahagia, jelas?" Dia hanya tersenyum tanpa berkata, seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu hal yang berat. "Dan apa kamu tau alasanmu memilih tetap bersamaku?" Aku merasa seperti sedang menjawab tes lisan untuk nilai akhir. "Kadang mencintai itu hal yang rumit untuk dijelaskan dengan kata-kata, mencintai itu tidak butuh alasan Ta, yang kamu butuhkan hanya komitmen hati untuk tetap berusaha mempertahankan dan memperjuangkan apa yang kamu miliki sekarang. Itulah cara kita mensyukuri apa yang kita miliki."

Selepas hujan reda, yang menyisakan gerimis. Aku bergegas pulang karena memang hari sudah sore. Mengingat apa yang telah terjadi aku merasa bodoh untuk mencintai lagi, setelah usaha dan percaya ku disia-siakan. Namun begitulah jalan cerita jika kita terlalu mengharapkan apa yang sulit, bukan kita tak mampu; namun akan ada pilihan baru yang datang disetiap pase hidup ini.

BERLALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang