CHAPTER 12. THE BLACK MADRONS

1.5K 107 25
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Apakah penting sebuah status ketika kita mulai menyukai seseorang?

--Ellio

Mamaku menatap bingung bunga zalae di tangannya yang aku berikan saat aku tiba di kastel.

"Kembang ini berkhasiat untuk menjaga kesegaran dan kesehatan tubuh, terutama bagus untuk kulit? Bisa dimakan mentah?" tanyanya ragu. Aku mengangguk seraya tersenyum.

Kupetik sekuntum dan mulai memakannya untuk membuatnya yakin kalau zalae benar-benar bisa dimakan mentah. Sang Czarina mengamatiku menggigit dan mengunyah sedikit demi sedikit bunga di tanganku. Wanita itu terlihat penasaran.

"Bagaimana rasanya?" tanyanya penuh rasa ingin tahu.

"Aku sudah memakannya dua kali, Ma. Rasanya sama. Enak dan renyah. Awalnya terasa sepat, tetapi kemudian berubah menjadi manis dan segar. Kandungan airnya banyak," ujarku dengan mulut masih mengunyah.

Ah, seandainya aku juga bisa membawa bunga helba dan rumi, aku bisa meminta mama membuat teh herba untuk kami sekeluarga. Aku akan mengingatnya nanti jika aku datang lagi ke rumah Clara.

Mamaku langsung mengambil sisa zalae yang ada di tanganku, lalu memasukkannya dalam mulut dan mulai mengunyah bunga itu. Perlahan raut wajahnya berubah. Awalnya ia meringis, mungkin saat terasa sepat. Kemudian netranya melebar seperti terkejut dengan rasa baru yang dia rasakan.

"Ellio, ini sangat enak!" serunya tertahan dengan penuh kegembiraan setelah menelan bunga yang ia kunyah. Aku tersenyum melihat reaksi mamaku.

"Dari mana kau mendapatkannya? Apakah dari Samara? Ah, kau harus mengantarkanku pada alazne itu. Aku ingin melihat langsung tempat bunga ini tumbuh dan memintanya untuk menumbuhkannya di taman kastel," cecar sang Czarina seraya menatap dengan ain berbinar beberapa tangkai kembang di tangannya.

Aku terdiam sejenak. Apa harus kukatakan padanya bahwa bunga itu bukan berasal dari alazne? Aku bahkan ragu jika alvern penumbuh itu tahu tentang zalae.

"Bukan, Ma. Aku menemukannya di salah satu rumah di Lonia. Aku berencana akan membawa contoh bunga itu ke Alazne Samara agar ia bisa memeriksanya," ujarku.

"Oh, begitu. Mungkin alazne memang menumbuhkannya. Tidak mungkin kalau dia tidak tahu kalau ada bunga seperti ini di Negeri Aleronn," ucap mama.

Aku mengangguk. Kuharap benar begitu, atau akan terjadi masalah baru nantinya.

"Aku akan ke sana sekarang, Ma. Aku hanya akan membawa seperlunya saja. Sisanya untuk Mama dan Alva," kataku sambil tersenyum sebelum mengambil setangkai zalae dari tangannya dan memasukkannya ke saku mantelku, lalu melangkah pergi.

Di ruang utama aku bertemu Papa dan Lucca Dominic yang tampak sedang mengobrol.

"Papa, Lucca Dominic," sapaku sembari menganggukkan kepala pada mereka.

Papa dan sang Lucca menoleh.

"Ellio, kau mau pergi lagi?" tanya papa. Aku mengangguk.

"Aku ada perlu sebentar dengan alazne, Pa," ujarku.

Papa mengangguk mengerti. Aku menoleh pada Lucca Dominic. Dia adalah adik mendiang Lucca Eric. Apa ia tahu soal Terra? Aku tidak bisa membahas soal anak tengil itu sekarang. Ada yang lebih penting yang harus aku lakukan hari ini.

THE BLUE ALVERNS-Book 2 (completed)SUDAH DITERBITKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang