Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
Menonjolkan diri tidak akan membuat siapa pun bahagia. Menyombongkan diri hanya akan mengakibatkan sengsara.
-Ellio
Mereka membawanya. Aku telah berusaha menghalangi para neci, tetapi genggaman tangan dan rangkulan Raven, serta bisikannya di telingaku memintaku bersikap tenang demi keselamatan Clara, membuatku tak berdaya.
Tak lama setelah Ardian dan Alvero meninggalkan ruangan kompetisi, putra elvir itu malah meminta bantuan Gregory menyeretku ke ruang escolastico saat aku berupaya mengejar kanaya-ku.
Dadaku terasa sesak oleh amarah yang tertahan. Ada rasa nyeri di tenggorokanku karena tangis yang kutahan. Untuk pertama kali dalam hidupku, aku merasakan sebuah pengkhianatan. Ia dan Gregory membuatku membiarkan mereka membawa kanaya-ku pergi untuk menjalani hukuman.
"Ellio ...."
Tanpa menoleh, aku tahu siapa pemilik suara itu. "Pergilah, Raven. Aku sedang tak ingin bicara denganmu."
Putra elvir itu duduk di sampingku dan menghela napas "Siente, jika aku memilih cara yang menurutmu salah untuk menyelamatkanmu. Percayalah, aku tak akan membiarkanmu kehilangan Clara. Aku berjanji. Aku akan membantumu mencari jalan keluarnya."
Aku diam membisu. Ingatanku akan tatapan Clara ketika mereka membawanya membuat hatiku terasa seperti diiris sembilu.
"Raven benar, Ellio. Kita tak punya jalan lain. Kanaya-mu adalah keponakanku. Ia juga penting bagiku. Namun, kau putra pertama Czar Aleronn. Kaulah prioritas utama kami. Kita akan menemukan cara untuk menyelamatkan Clarabelle," ujar Gregory pelan.
"Bagaimana caranya? Seharusnya akulah yang mesti mereka bawa, bukan Clara!" desisku geram.
"Lalu membiarkan mereka memberikan alasan pada negeri ini untuk memulai pertikaian kembali? Papamu bukan seorang yang penyabar seperti kakakku, Ellio. Ia pasti akan murka bila mengetahui kau dibawa oleh Ardian. Apakah kau akan membiarkan terjadi pertumpahan darah kembali di Aleronn?"
Aku menatap tajam Gregory. Lelaki itu membalas tatapanku dengan pandangan yang sama. Aku pun memejamkan mata, menyadari kebenaran ucapannya.
"Aku tak bisa kehilangan Clara .... Aku harus bagaimana? Tolong katakan padaku ...." Untuk pertama kali aku menyadari, ada cairan hangat di mataku yang membuat pandanganku sedikit kabur.
"Clarabelle dibawa menghadap sidang casimira. Jadi, ada satu orang yang bisa membantu kita ...," gumam Gregory.
Aku terdiam dan mengerjapkan netra, mencerna kata-katanya.
Escoveo itu memandang ke arah alvern di sampingku. Aku pun menoleh pada Raven.
Kami bertatapan beberapa saat sebelum putra elvir itu berkata tanpa ragu, "Ayahku."
***
Setelah memberitahu Benjamin tentang rencanaku dan memintanya untuk tak mengkhawatirkanku, aku pun pergi bersama Gregory dan Raven menuju rumah elvir.
Aku berdiri mengamati beberapa hiasan dinding, perabotan, dan patung di ruang utama yang bernuansa putih dan cokelat, sementara Gregory duduk di kursi. Aku menyadari, ternyata sudah cukup lama sekali aku baru bertandang ke rumah Raven lagi, dari semenjak hari kelulusan kami.
Raven baru saja masuk ke dalam menemui ayahnya untuk memberitahukan tentang kedatanganku dan Gregory. Kuharap ini adalah solusi terbaik yang kami miliki.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE BLUE ALVERNS-Book 2 (completed)SUDAH DITERBITKAN
Fantasy18+ Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Selamat datang di Nubia, sekolah khusus untuk keturunan ras Alvern, hitam dan putih, murni...