Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
Cinta dan persahabatan adalah dua hal yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata atau sekadar ucapan, tetapi harus lewat pembuktian.
--Ellio
Aku mendarat tepat di depan rumah Clara. Sayap putihku menjadi samar dan berangsur menghilang kembali ke dalam tubuhku.
Pintu terbuka sebelum aku mengetuk. Mama Clara keluar dengan tergesa-gesa dan wajah penuh kekhawatiran. Sepertinya ia telah menunggu dan mendengar suara kepakku.
"Apa Clara sudah sadar?" tanya wanita itu cemas menatap gadis di dekapan dadaku.
"Tadi dia sempat terbangun ketika masih di Nubia. Sekarang, sepertinya ia tertidur," jawabku mencoba mengurangi kecemasannya.
Wajah mama Clara terlihat sedikit lega.
"Tolong bawa putriku ke kamarnya," pintanya. Aku mengangguk.
Dengan hati-hati aku melangkah sambil membopong kanaya-ku dan mendekapnya lebih erat ke dada. Melewati pintu dan memasuki ruang tamu yang tidak terlalu besar, aku sempat berhenti sejenak mengamati pemandangan beberapa pot kecil dan sedang berisi aneka tanaman yang ditaruh berjajar pada sebuah rak cukup besar yang menempel di dinding kayu.
Amelia, mamanya Clara itu berjalan mendahuluiku menaiki tangga yang ada di ruang tengah. Aku lihat ada sebuah benda kayu bulat di ruangan itu beserta empat buah kursi. Buah-buahan dan seikat bunga berkelopak kecil berwarna hijau segar tersaji dalam sebuah mangkuk besar di atas meja.
Aku mengerutkan kening menatap kembang itu, tetapi memutuskan akan menanyakannya nanti. Melanjutkan langkah menaiki tangga, kulihat Amelia berhenti di depan sebuah kamar. Ia membuka pintu, lalu memandangiku seakan memberi isyarat untuk membawa Clara ke dalam ruangan itu.
Aku pun memasuki ruangan putih tidak terlalu besar, dengan sebuah tempat tidur yang cukup untuk satu orang. Kubaringkan tubuh kanaya-ku di ranjang itu, lantas bergerak mundur memberikan kesempatan pada mama Clara memeriksa keadaan putrinya.
Amelia menyentuh denyut nadi kanaya-ku, kemudian beralih mengecek mata gadis itu. Raut wajah wanita itu tampak semakin tenang dan terukir senyum lega di bibirnya.
"Clarabelle sedang tertidur. Dia akan baik-baik saja," ujarnya sambil menatapku, "terima kasih sudah menolong dan mengantarnya pulang."
Aku menatap netra cokelat wanita yang masih terlihat muda dan cantik itu.
"Sebenarnya ... bukan aku yang menolongnya," gumamku pelan.
Amelia mengerutkan kening, "Benarkah? Lalu, siapa?"
Aku sedikit ragu menjawabnya, tetapi aku tidak mau menyembunyikan kebenaran tentang siapa yang menolong Clara sebenarnya.
"Terra," jawabku pelan. Wanita itu sedikit terkejut setelah mendengar ucapanku.
"Oh, Terra? Maksudmu, sepupu Ruby?" tanyanya heran.
"Iya."
"Clarabelle pernah cerita tentang dia, tetapi aku belum pernah bertemu dengannya. Hanya Ruby dan Xienna yang suka datang ke sini. Itu juga saat dua gadis itu menjemput Clarabelle, atau ketika mengantarnya pulang. Lebih sering Clara yang bermain ke rumah mereka," tutur Amelia.
Aku hanya memberi anggukan kecil, lalu beralih menatap kanaya-ku yang masih tertidur.
"Ah, tuan rumah macam apa aku ini. Apakah kau mau teh? Ayo, kita ke bawah. Aku akan buatkan teh enak untukmu," ajak wanita itu sambil melangkah meninggalkan kamar tanpa menunggu jawabanku. Aku pun mengikutinya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BLUE ALVERNS-Book 2 (completed)SUDAH DITERBITKAN
Fantasía18+ Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Selamat datang di Nubia, sekolah khusus untuk keturunan ras Alvern, hitam dan putih, murni...