Pertemuan pertama kita

2.4K 328 12
                                    

"Kedatangan saya ke sini sebenarnya untuk memindahkan anak saya Sehun ke sekolah ini." Ujar tuan Oh kepada kepala sekolah SMA Gukmin. Dahi kepala sekolah wanita itu kemudian berkerut, dia masih sedikit tak yakin dengan apa yang barusan ia dengar.

"Maksud tuan Oh, tuan Oh akan memindahkan anak anda ke sekolah ini? Apakah anda yakin?"

"Benar nyonya Lee. Saya memang berniat memindahkan Sehun ke sekolah ini."

"Tapi maaf tuan, sekolah kami tidak memiliki reputasi yang baik. Dan bukankah anda sudah memiliki Sekolah sendiri? Bahkan sekolah anda menduduki urutan ke 3 sekolah bergengsi yang paling diminati oleh para siswa."

Tuan Oh jelas tau soal itu. Sekolah yang ia miliki memang salah satu sekolah terbaik yang ada di Seoul. Ia ingin anaknya bersekolah dengan baik disana, namun ia terpaksa melakukan hal ini agar Sehun bisa jera dan belajar untuk hidup mandiri.

"Sebenarnya saya bukan orang yang suka bertele-tele, jika anda menolak maka saya akan pergi ke sekolah lain."

"Baiklah, namun seperti yang anda ketahui, sangat sulit bagi siswa kelas 3 untuk pindah sekolah-"

"Tak perlu khawatir. Saya akan menjadi donatur sekolah selama Sehun berada disini." Seakan mengerti dengan maksud sang Kepala sekolah, tuan Oh segera mengeluarkan sebuah cek dengan nominal 10 juta won dari sakunya.

Kepala sekolah matrealistis itu pun tersenyum senang dan dengan semangat mengantongi cek tersebut.

"Kalau begitu anak anda sudah dapat masuk mulai esok hari. Dan akan saya pastikan bahwa segela kebutuhan anak anda akan terpenuhi selama bersekolah disini."

Tuan Oh tersenyum licik. Dugaannya selalu tepat jika menyangkut orang-orang menjijikan seperti ini. Tapi itu bukan berarti tuan Oh benci dengan orang yang lebih miskin darinya, dia hanya tak suka dengan para penjilat yang rela melakukan apa saja demi uang.

"Kalau begitu saya permisi dulu. Oh ya nyonya Lee, anda tidak perlu mengirimkan seragam baru pada Sehun. Aku akan menyuruh penata busana untuk membuatkan seragam yang sama persis dengan yang kalian pakai disekolah ini, karena Sehun tidak akan mau menggunakan seragam dengan kain berharga murah seperti itu."

Yah... pepatah Like father like son, sepertinya juga berlaku untuk keluarga ini.






Jongin kembali pulang ke rumah dengan kondisi yang selalu sepi dan gelap. Ibunya sudah terbiasa tak pulang dalam waktu yang lama karena pekerjaannya. Padahal mau sekeras apapun ibunya bekerja keadaan mereka akan tetap miskin seperti ini. Ayahnya yang sudah mati meninggalkan setumpuk hutang pada bank sehingga semua uang yang ibunya hasilkan sampai saat ini akan berakhir untuk melunasi hutang tersebut.

Terkadang ibunya akan pulang sebulan sekali, atau jika ia tidak beruntung ibunya akan kembali dalam waktu 3 bulan. Padahal ibunya tidak bekerja di luar kota.

"Bukankah percuma jika aku mengerjakan tugas-tugas itu, toh guru Jang tak akan pernah memeriksanya kan?" Jongin menutup buku matematika nya dan pergi mandi.

Awalnya dia berniat untuk tidur setelah mandi, namun dia tak dapat melawan hasratnya untuk mengerjakan soal-soal matematika itu.

"Jika saja aku masuk sekolah yang lebih baik, aku pasti tidak akan seperti ini." Jongin jadi ragu dengan kemampuan guru-guru disekolahnya. Ia tak yakin jika guru-guru itu lebih pintar darinya.

"Baiklah, aku akan belajar dengan giat saat di universitas saja." Jongin terkekeh dengan perkataannya sendiri, di hanya tak yakin jika dia bisa berkuliah seperti siswa siswi lainnya karena keadaan ekonomi keluarganya saat ini. Mendapatkan beasiswa pun terasa sulit karena dia tak punya guru yang akan merekomendasikannya ke perguruan tinggi. Jadi Jongin hanya dapat berharap untuk saat ini semoga dia bisa berkuliah seperti yang ia inginkan.







▪Problems 1.4▪ -Hunkai- EnD ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang