Jarum jam weker di atas nakas bergerak menghampiri angka sepuluh pagi, jendela geser yang terbuka lebar membuat tirai putih tulang tampak menari mengikuti ritme gerakan angin yang kini menyapa pemilik kamar itu, untungnya AC tak dinyalakan, jadi hanya desau angin yang kini menyejukan raga seseorang yang duduk pada sofa panjang di dekat jendela. Kakinya bersila seraya pangku sebuah laptop, ia tatap sebuah flash disk di tangan kanan seraya tarik napas panjang, untuk kesekian kali melakukannya lagi.
Kini Karang menghubungkan flash disk ke laptop, menampilkan begitu banyak file hingga ia meng-klik salah satu di antara deretan banyak file lain, tittle yang digunakan hanyalah sebuah tanggal, tertera sekitar enam bulan lalu. Ia menunggu sepersekian detik sekadar memantapkan benaknya untuk membuka isi file tadi sebelum telunjuk menekan enter.
Kini file berisikan video itu tampilkan seorang gadis yang kenakan rok lipit hitam selutut, kemeja putih dengan lengan yang dilipatnya hampir menyentuh siku. Dia tengah duduk di sebuah kursi dengan posisi paha kiri menumpu di atas paha kanan seraya memangku gitar, terdengar suara petikan gitar akustik bersama suara merdu yang mengalun sendu, sedikit melenakan.
Awalnya gadis itu hanya menunduk sambil memperhatikan permainan gitarnya, hingga kepala itu menengadah menatap orang-orang yang menontonnya di atas panggung. Karang jelas mengenali wajah kuarsa yang kini tersenyum pada orang-orang bersama bibir bersenandung, dia Pelita Sunny.
Karang mengambil video itu secara diam-diam saat acara pensi hari terakhir OSPEK Universitas Merah Putih enam bulan lalu, tiada yang tahu jika perasaan bersarang dalam benaknya sejak lama, memendam dalam diam hingga waktu yang diinginkannya benar-benar tiba meski cara memilikinya bukanlah sesuatu yang tepat.
Jangan berakhir, aku tak ingin berakhir.
Satu jam saja, kuingin diam berdua.
Mengenang yang pernah ada.
Jangan berakhir, karena esok takkan lagi.
Satu jam saja hingga kurasa bahagia.
Mengakhiri segalanya.
Tapi kini tak mungkin lagi,
Katamu semua sudah tak berarti,
Satu jam saja, itu pun tak mungkin,
Tak mungkin lagi.
Suara gadis itu membius suasana, membuat euforia keheningan tercipta saat mereka semua tampak hanyut dalam lantun nada. Sekali lagi, Karang masih bisa tersenyum usai mengulang video itu lagi, tak satu pun tahu selain Tuhan jika ia menyimpan video Pelita.
Ada rasa kesal yang kembali merasuk dalam relungnya ketika teringat masa lalu itu, harusnya dia mendapatkan Pelita sejak lama, tapi Ardo terlalu cepat merebutnya. Tanpa sadar tangan Karang terkepal kuat sebelum ia kendurkan saat tarikan napas panjang berembus pelan.
Hari itu, tepat ketika Ardo mendapat hukuman untuk menyatakan cinta kepada seseorang dan yang dipilihnya adalah Pelita, Karang juga menyaksikannya meskipun ia harus bersembunyi.
Ketika Ardo menghampiri Pelita yang duduk sendirian di tepi lapangan sambil minum sebotol air, Karang berada di belakang gadis itu—tepatnya koridor utama, niatnya menghampiri Pelita ia urungkan ketika Ardo datang, Karang bersembunyi di balik sebuah pilar dan mendengar semuanya dengan jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danke (completed)
Romance"Terima kasih untuk bertahan." Amazing cover by @entwhistle Rate for 17++ Karang tidak mau tahu jika Pelita harus tetap menjadi kekasihnya meskipun Karang memiliki Valerie, yang ia tahu Pelita adalah piala kemenangan yang ia dapatkan dari Ardo--mant...