40. I'am Single Happy.

8.7K 477 12
                                    

Selama seminggu, Pelita tak masuk kuliah. Ia dan Mona pergi ke Singapur untuk menemui ayahnya yang bekerja di sana, sengaja menghibur diri karena luka yang teramat dalam. Jika bukan ia yang harus mengubah nasibnya sendiri, lalu siapa lagi? Menunggu Tuhan yang melakukannya juga perlu waktu. Manusia hanya harus berusaha, Pelita juga butuh bahagia sebanyak-banyaknya.

Di sana gadis itu menjelajah banyak tempat, seperti Garden Bay the by, berbelanja di Marina Bay serta naik salah satu capsule bianglala terbesar yakni Singapore Flyer. Iya, Pelita sangat suka berada di ketinggian yang fantastis, ia juga bisa melihat Indonesia ketika posisi capsule berada di puncak perputaran bianglala itu. Sayangnya, ia sendiri. Tak ada seseorang di dekatnya, lagi-lagi miris.

Ia berubah, benar-benar ingin jadi Pelita yang baru setelah akhir-akhir ini menjadi gadis yang begitu menyedihkan dan penuh luka. Ia ingin jadi Pelita yang penuh tawa dan bahagia, sengaja gadis itu membuat tampilan baru dalam dirinya. Ia potong rambut setelah pulang dari Singapur sebagai ajang buang sial karena hubungannya berakhir dengan sad ending.

Gadis itu tampil ceria seperti dulu, tak takut bergaul dengan laki-laki mana pun karena ia kembali jomlo, meyakinkan dirinya bahwa ia adalah seorang single happy. Bukankah bebas itu menyenangkan?

Seperti biasa, celana berlutut robek tak luput dari tampilan casual hari ini. Sepertinya isi lemari Pelita hanya celana robek semua sampai-sampai ia jarang mengenakan celana yang benar, itu ciri khasnya. Ia juga mengenakan kaus hitam serta cardigan dan rambut barunya yang dicepol, dilihat dari sisi mana pun gadis itu akan tetap mempesona.

"Pelita, kamu bisa keluar sekarang," perintah si dosen pria berkacamata.

Dengan senang hati Pelita menggendong ranselnya, ia baru saja menjawab sebuah kuis dengan benar, alhasil diperbolehkan keluar kelas lebih dulu. Gadis itu menatap ketiga teman-temannya yang terlihat keheranan.

"Bye, muwaah!" Pelita melempar ciuman menggunakan tangannya pada mereka, lalu mengedipkan mata sembari keluar dari kelas.

Anggi yang notabene duduk di belakang gadis itu menganga, "Sejak kapan dia segila itu, jangan-jangan kesurupan setan pas di Singapur lagi," gumam Anggi.

Pelita keluar dari kelas seorang diri, lalu duduk di sebuah kursi besi yang terdapat di depan kelasnya. Ia merogoh ponsel dari saku celana, sejak hari perpisahan dengan Karang hari itu—sengaja Pelita mengganti nomor ponselnya, jadi hanya teman dekatnya saja yang tahu. Ia benar-benar ingin move on dari sosok Karang.

"Kok sendirian?"

Pertanyaan itu membuat Pelita yang sebelumnya menunduk fokus pada ponsel jadi menengadah, menemukan Ardo berdiri di depannya dengan kedua tangan masuk ke saktu hoodie hitam yang ia kenakan sembari melempar senyum.

Pelita membalas senyuman itu, "Sini duduk, temenin gue."

Dengan senang hati Ardo duduk di sebelahnya, mengamati gadis itu lekat-lekat. "Kayak ada yang beda gitu yah habis pulang liburan," sindir Ardo.

"Ng ... apa emangnya? Bukannya gue masih Pelita, kan? Nggak berubah jadi Patung Pancoran?"

Ardo tertawa kecil, "Bukan itu, Ta. Lo kelihatan lebih fresh aja, lebih bahagia. Apalagi rambutnya udah baru."

"Cantik nggak?"

"Cantik kok, Pelita nggak pernah jelek."

Pelita menoyor kepala mantan kekasihnya itu, ia sudah anggap Ardo sebagai sahabatnya sendiri, untuk apa hanya karena mereka pernah menjalin hubungan lebih lalu berakhir dan harus berubah jadi musuh, tak perlu. Apalagi Sofi teramat menyayangi Pelita seperti anak perempuannya sendiri.

Danke (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang