29. Pesta.

8K 497 12
                                    

Tercengang, kagum, takjub, bahagia, ingin melompat ke angkasa—itulah sekumpulan perasaan yang mendominasi hati teman-teman Pelita usai melihat gadis itu keluar dari ruang ganti, semuanya begitu luar biasa! Jauh dari ekspektasi mereka yang jelas tahu bahwa Pelita sangat ogah-ogahan untuk berdandan, tapi setelah semuanya selesai justru begitu sempurna, gadis itu sangat cantik malam ini.

Ketiga temannya langsung berkerumun di dekat gadis itu sambil meneliti lagi penampilannya dari ujung kaki hingga kepala, sempurna!

Pelita yang memang cantik natural semakin menawan saat serangkaian make up dengan tatanan yang pas membingkai wajah kuarsanya, hal itu jelas memancarkan inner beauty yang makin membuatnya menarik di mata orang lain. Teman-temannya saja sampai melongo melihat Pelita kali ini, mereka tak sanggup untuk berkedip.

"Astaga, Pelita! Untung gue cewek, kalo cowok—ini napsu setan udah menjalar ke seluruh tubuh," celetuk Chintya kagum.

"Iya, Ta. Lo ngaca nggak sih kalau elo tuh seksi banget sumpah, gue jadi iri!" tambah Kamila.

"Seumur-umur kita jadi temen, Ta. Baru hari ini gue lihat dandanan lo paling berani." Anggi mengangkat dua jempolnya. "Pelita Sunny paling the best emang, gue jadi terharu," imbuhnya seraya menggelayut manja pada bahu Pelita.

"Kalian ngomong apa sih, gue risi banget pakai beginian tahu, ganti aja deh ganti." Pelita hendak masuk lagi ke dalam ruang ganti, tapi tangan Chintya lebih dulu mencegahnya.

"Jangan! Nanti napsu setan gue ngikutin lo ke dalam sama gimana? Bubar semuanya," ujar Chintya terdengar menggelitik.

"Setan lo ah!" gerutu Pelita. Ia benar-benar kurang nyaman dengan pakaian yang dipilihkan oleh karyawan salon itu, apalagi memamerkan pahanya cukup tinggi. Ingin rasanya berganti celana berlutut robek saja sekarang.

***

Miris, itulah yang Pelita rasakan setelah turun dari taksi seorang diri karena ketiga temannya berangkat dengan kekasih masing-masing, lalu dirinya bagaimana? Cantik-cantik sendiri, mungkin slogan itu paling pas untuk kondisinya saat ini.

Ia sudah berada di depan rumah mewah milik Valerie yang dijadikan lahan pesta dengan tema Garden Party, mau apa pun temanya jelas pesta itu tetap masuk golongan high class dan didatangi tamu-tamu tertentu karena Valerie adalah tipikal perempuan yang selalu selektif memilih tamu jika ia langsungkan sebuah acara, ia hanya akan undang mereka yang baginya layak datang.

Pelita menatap pagar tinggi di depannya seraya meyakinkan dirinya bahwa ia bisa melewati malam ini, hanya untuk bernyanyi saja bukan? Tidak berdansa, ia masih ingat pesan Karang hari itu.
Akhirnya kaki jenjang gadis itu bergerak masuk dengan high heels yang tingginya entah berapa centi itu, tapi demi apa pun bahwa Pelita ingin melepasnya saat ini juga lalu membuangnya ke dalam selokan air.

Hingga tiba di area pesta yang berada di dekat kolam renang cukup luas, puluhan pasang mata tak satu pun melewatkan kesempatan untuk melirik gadis itu, ada decakan kagum khususnya pada diri para kaum adam dari tiap-tiap bibir mereka, jika tak ada kekasih mereka sudah jelas akan mengajak Pelita yang kosong tanpa siapa-siapa di sisinya malam ini.

Karang yang berada di antara kerumunan teman-teman Valerie juga sudah melihat penampilan Pelita malam ini, dia hanya bisa diam sambil terus melihat interaksi gadis itu dengan orang-orang. Ketika melihat Pelita digoda orang lain, tangan Karang jelas mengepal, andai tak ada Valerie di sebelahnya sudah ia hajar orang-orang itu agar mengenyahkan mata jahatnya dari sang kekasih yang begitu luar biasa malam ini.

Karang melihat ke arah fotografer yang dipesan Valerie untuk acara spesialnya malam ini, fotografer itu terus saja mengambil gambar Pelita dari jarak jauh tanpa bosan sedikit pun seolah hanya Pelita objek paling menarik di sana.

Karang keluar dari kerumunan Valerie serta teman-temannya, ia menghampiri fotografer itu seraya menarik seragamnya dari belakang.

"Eh, kenapa nih?" tanya fotografer itu kebingungan.

"Lo boleh ambil gambar siapa aja di sini, tapi jangan cewek yang baru aja lo foto itu, paham nggak?" pinta Karang.

"Kenapa emangnya? Valerie kan yang minta ke gue buat dokumentasikan acara malam ini, jadi suka-suka gue lah mau foto siapa. Lagian itu cewek nggak ada pacarnya," ujar si fotografer tanpa ia tahu dengan siapa ia berbicara.

Karang yang kesal sontak meremas seragam fotografer itu, "Lo dengerin ucapan gue atau gue lempar kamera lo sampai pecah!" ancamnya.

"Iya deh, iya! Maaf!"

Karang melepas cengkramannya dan membiarkan tukang foto itu beringsut pergi, kini ia kembali menatap Pelita dari jauh. Ternyata pandangan mereka saling menemukan, tiba-tiba saja gadis itu tersenyum mempesona ke arahnya. Karang hanya sanggup menghela napas kesabaran tanpa berani menghampiri gadisnya, ingin sekali dia meraih tangan gadis itu dan pamer kepada semua orang bahwa Pelita adalah miliknya.

Karang? Lo lihat gue kan sekarang? Batin gadis itu seraya tersenyum tipis, ketika Pelita sudah menyadari perasaannya ternyata cukup menyakitkan berada di antara dua orang manusia yang masih mengikat tali kasih. Salahkah jika ia berharap Karang melepas salah satunya?

Pelita langsung mengalihkan arah pandang ketika Valerie dengan dandanan bak princes itu menghampiri Karang lalu menarik tangannya dan menjauh dari posisinya berdiri. Pelita merasa seperti baru saja kehilangan sesuatu yang sudah membuatnya bersemangat, apalagi seharian ini tak ada kabar sama sekali dari sang kekasih, tanpa sadar ia meremas sling bag cokelatnya.

"Pelita," panggil seseorang.

Gadis itu menoleh dan mendapati sosok yang begitu asing di matanya, selama kuliah di Universitas Merah Putih baru pertama kali melihat sosok laki-laki itu, mungkin seumuran dengannya.

"Siapa ya?" tanya Pelita kebingungan, ia melihat keadaan sekitar takut-takut jika Karang akan melihatnya berbicara dengan laki-laki lain, bisa menimbulkan petaka baru.

"Gue Rangga, teman dekat Karang." Rangga mengulurkan tangan kanannya, ia menangkap jelas bagaimana kegelisahan dalam diri gadis itu sampai tak melirik tangannya sama sekali. "Lo nggak usah takut Karang bakal marah, dia sendiri kok yang titipin lo sama gue," celetuk Rangga.

Pelita jadi kehilangan fokusnya, dia menatap Rangga dengan kening berkerut.

"Maksudnya? Titipin gue ke lo? Jadi, lo tahu kalau gue ini pacar Karang?"

Rangga memasukan kedua tangan ke saku celana dan menatap keadaan sekitar dengan santai. "Iya, cuma gue yang tahu kalau lo pacarnya Karang. Gue bukan anak Merah Putih jadi lo nggak akan pernah lihat muka gue sliweran di kampus itu."

"Oh, jadi apa tujuan Karang nitip gue sama lo, hm?"

"Dia takut lo digodain sama cowok-cowok di sini sedangkan posisinya lagi terpenjara sama Valerie, ngenes juga ya kejebak di posisi lo sama Karang sekaligus. Mau pacaran tapi susah," cibir Rangga.

"Bukan gue juga penyebab kesusahan ini, tapi teman lo," ketus Pelita.

"Iya gue tahu, intinya sih lo jaga diri aja baik-baik. Untung Karang sabar nahan diri."

"Maksudnya?"

"Nggak apa-apa." Mata nakal Rangga melirik penampilan gadis yang malam ini begitu seksi, tapi Pelita dapat membaca semuanya hingga ia mengangkat sling bag di depan mata Rangga.

"Jangan lihat gue kayak gitu, ini bukan tontonan, paham?" Setelah itu Pelita beringsut meninggalkan Rangga yang tersenyum miring tanpa melepas tatapan lekatnya pada punggung gadis itu.

"Dasar cewek, lo aja yang nggak tahu apa tujuan Karang pacaran sama lo," gumam Rangga.

Danke (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang