43. Meledak!

8.8K 489 16
                                    

Ibaratnya sebuah bom waktu yang aktif telah tersembunyi tanpa diketahui siapa pun, lalu meledak setelah detik-detik terakhir berbunyi. Begitulah suasana yang terjadi di Universitas Merah Putih, bukan karena ada bom asli yang meledak di kampus itu—melainkan bom yang telah lama Karang sembunyikan dari orang-orang. Lalu apa?

Bukan soal hubungannya dengan Pelita, tapi video saat ia bernyanyi lagu milik Elvis Presley di Kafe Arizona saat itu sudah menyebar luas di kalangan penghuni Universitas Merah Putih.

Karang belum tahu perihal apa pun, saat itu setelah ia bernyanyi dan keluar mengejar Pelita, dengan senang hati Chintya mengunggahnya ke akun Instagram pribadi dengan tagar #KarangSinging #PrinceSinging #UniversitasMerahPutih. Jadilah semua pengikutnya yang kebanyakan juga penghuni kampus itu berbondong-bondong menonton kejadian langka yang akan dikenang massa sepanjang sejarah.

Karang terlihat melangkah dengan santai melewati orang-orang yang ia lalui sepanjang koridor lantai satu, Rangga yang melangkah bersamanya pun tampak biasa saja karena memang tak tahu apa pun. Wajah Karang terlihat datar seperti biasanya, kedua tangan masuk ke saku jaket dengan tatapan lurus ke depan, tak berniat melirik siapa pun yang mereka lewati seolah tak terlihat. Sedangkan Rangga sesekali menunduk melirik ponsel di tangannya, lalu mengadah melambai tangan sambil tersenyum ataupun mengedipkan mata jika melihat gadis yang lumayan cantik.

Beberapa orang berbisik dengan sinis, beberapa orang juga terlihat senang melihat laki-laki itu seakan mereka menyukai aksi Karang yang tak pernah muncul di kampus itu.

"Karang!" seru Valerie yang baru muncul dari balik pintu kelas setelah melihat kekasihnya kebetulan lewat tanpa menoleh sedikit pun.

Karang dan Rangga yang sudah melangkah cukup jauh dari kelas itu akhirnya menghentikan langkah dan menoleh, mendapati Valeire dan teman-teman sosialitanya mengampiri mereka. Rangga bersiul riang, melihat bagaimana teman-teman Valerie yang mengenakan dress begitu sexy, mata lelaki juga sanggup bicara.

"Kamu bisa jelasin soal ini sekarang?" Valerie menyodorkan ponselnya di depan Karang dan ia menerimanya, menatap sesaat video dalam ponsel itu. Lalu ia kembalikan lagi pada Valerie, tak ada raut terkejut sama sekali, Karang tetap datar seolah tak berimbas apa pun terhadap dirinya. "Kenapa diam? Ayo jelasin sama aku, apa maksud video itu. Kenapa kamu ngamen di kafe?"

Ngamen?

Karang mengerutkan kening, "Gue nggak ngamen."

"Terus apa, hm?"

"Maksud lo apa, kenapa kesel gitu."

Valerie memutar bola matanya, "Kok kamu jadi aneh gitu sih ngomongnya, tolong jelasin sama aku kenapa kamu nyanyi di kafe itu? Kamu udah nggak punya uang lagi atau gimana? Bukannya perusahaan papa kamu makin besar, kan?"

"Gue hibur diri."

"Tapi nggak ngamen juga kali, itu tuh low class banget, aku nggak suka! Jangan ulangi lagi!"

Karang melirik Rangga, memintanya pergi dengan gerakan leher.

"Siap, Bos!" Dengan senang hati Rangga melenggang pergi, dia cukup tahu bagaimana Karang hendak selesaikan urusan itu.

"Kamu ngerti kan omongan aku?"

Karang menatap datar Valerie serta teman-temannya, "Gue cuma hibur diri, lagian nggak buat lo rugi, kan?"

"Karang!" Emosi Valerie mulai terlihat, dia meremas ponsel pada genggamannya. "Aku nggak suka kamu nyanyi di kafe lagi, aku nggak mau kamu kayak gitu. Semua orang itu ngomongin kamu, aku malu tahu nggak kalau punya pacar nyanyi-nyanyi di kafe. Tolong dong ngertiin aku ...."

Danke (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang