2

1.7K 35 1
                                    

"Yang, kamu udah beres ngajar belum?" Tanya Aabir melalui pesan Whatsappnya.
"Udah Mas, ini baru aja Deeva keluar kelas."
"Yaudah Mas jemput sekarang ya, 15 menit lagi sampai."
"Siap Mas. Hati-hati. See ya 💕."
"See you too kesayangannya Mas 💕."
Adeeva hanya tersenyum membaca isi pesan whatsapp dari Aabir calon suaminya. Moodnya kali ini sangat baik. Kelas yang Adeeva masuki tadi cukup membuat mood Adeeva baik. Ditambah lagi ia membaca isi pesan terakhir dari Aabir sebelum menjemputnya yang membuat mood Adeeva menjadi lebih baik lagi.
"Ehm Bu Adeeva senyum-senyum sendirian aja nih." Pak Anwar berdeham. Pak Anwar sendiri adalah salah satu rekan kerja Adeeva.
"Eh Bapak, ngga Pak." Adeeva hanya tersenyum seraya membereskan barang-barang ke dalam tas. Adeeva orangnya memang begitu. Gak banyak omong kalau dilingkungan yang baru. Ya seperti tadi diajak ngomong jawabnya seadanya dan selalu diakhiri dengan senyuman mautnya.
"Ya sudah saya duluan ya Pak, Bu." Pamit Adeeva pada rekan kerja yang berada di dekatnya seraya melangkah meninggalkan ruang guru.

"Eh Bu Adeeva mau kemana ko ya buru-buru amat, baru juga bel pulang Bu,di luar juga masih rame anak-anak yang rebutan keluar." Ujar Bu Ria, masih rekan kerja Adeeva yang kebetulan berpapasan pada saat Adeeva menuju keluar gerbang.
"Eh iya Bu, mau pulang sudah ditunggu soalnya." Adeeva menjawab sekenanya seraya tersenyum.
"Hoalah Bu Adeeva ini, mau ngapain juga pulang cepet. Lah wong Bu Adeeva kan belum nikah,paling juga sampe rumah tidur toh,ya kan Bu?" Bu Ria menjudge Adeeva sembarangan.
Mendengar ucapan Bu Ria, Adeeva hanya membalas dengan tersenyum serasaya menganggukkan kepalanya tanda untuk berjalan duluan melanjutkan niatnya untuk pulang.

***
"Assalammualaikum Mas." Sapa Adeeva seraya mencium tangan Mas kesayangannya itu.
"Walaikumsalam sayang." Jawab Aabir seraya mengusap lembut puncak kepala Adeeva yang tertutupi hijab berwarna pinknya.
Mendengar jawaban Aabir Deeva hanya tersenyum, namun bukan senyuman biasanya yang Adeeva perlihatkan. Tapi senyuman yang amat tipis. Hingga membuat Aabir mengerutkan sedikit keningnya.
"Loh kamu kenapa Yang? Gak biasanya toh? Ada masalah sama ngajarmu tadi atau apa hmmm? Cerita sama Mas." Cecar Aabir seraya melajukan mobilnya.
"Mmm gapapa Mas, masalah sepele ko Mas." Elak Adeeva.
"Yaudah kalo ga mau cerita sama Mas." Ucap Aabir dingin.
"Gak gitu lho Mas."
"Kita bentar lagi nikah lho dek, masa kamu mau tertutup terus sama Mas. Gimana nanti kalo udah nikah dek. Kan kita harus saling terbuka. Kebiasaan kamu tuh suka mendem masalah sendiri. Lama-lama kamu sakit kebanyakan mendem masalah sendiri." Aabir menasehati panjang kali lebar.
"Maafin Deeva Mas." Selanjutnya Deeva hanya mampu menangkupkan tangan ke wajahnya. Ya Deeva menangis dalam diam.
"Lho kok nangis, maafin Mas dek. Mas gak maksud." Aabir mengelus lembut puncak kepala Deeva agar Deeva mau berhenti nangis.
"Bukan karna Mas kok. Deeva capek Mas dari awal Deeva masuk kerja sampe sekarang lingkungan kerja Deeva gak mampu buat Deeva nyaman dan betah Mas." Deeva melepas tangan yang menangkup wajahnya sendiri seraya menghapus sisa-sisa air mata yang membasahi pipi chubby nya.
"Emang lingkungan kerjanya kenapa? Kamu tuh dek berarti udah 2 minggu ini memendam masalah ini. Walaupun masalah kecil cerita sama Mas dek. Mas gak mau ada yg ditutup-tutupi sekalipun ini masalah pekerjaan kamu."
"Iya Mas, tapi sebelum Deeva cerita, Deeva itu laper gitu lho Mas belum sempet makan tadi." Deeva menyengir disela-sela kesedihannya itu.
"Kan kamu kebiasaan dek, kalo laper tuh jangan ditahan-tahan, sakit baru tau kamu dek."
"Kalaupun sakit kan nanti tambah diperhatiin Mas."
"Emang selama ini kurang?"
"Mas kan kadang ga peka."
"Dasar. Cewek hobbynya kode-kodean Mas gak paham dek." Aabir terkekeh melihat kelakuan Deeva yang gak berubah. Selalu kekanak-kanakan jika didepan Aabir. Beda kalau sudah berada di area sekolah. Tapi Aabir menyukainya bahkan sangat.
Aabir melajukan mobilnya menuju tempat makan favorit Deeva. Ya kedai bakso. Adeeva sangat menyukai bakso. Tiap kali ke kedai bakso. Belum makan bakso kalo tidak nambah. Itulah Deeva. Namun walaupun makannya banyak. Badan Adeeva tak pernah gemuk. Masih ideal. Aabir akan bahagia jika melihat Adeeva mampu menghabiskan beberapa mangkok bakso. Pasalnya jika di rumah Adeeva sangat sulit untuk makan. Terkadang harus selalu diingatkan bahkan bisa sampai disuapi oleh bundanya.
"Eitss dek, sambel nya itu lho pedes jangan banyak-banyak. Kamu belum makan nasi lho."
"Yah mas. Kali ini aja Mas, aku lagi mumet nih Mas maunya makan yang pedes-pedes. Yah pliss, Mas ganteng deh." Rayu Adeeva seraya memasang puppy eyesnya.
"Yaudah sekali ini aja ya, besok-besok jangan. Tapi ada syaratnya juga. Kamu harus selalu terbuka dek sama Mas. Ceritain masalahmu tadi setelah makan nanti."
"Siap grak." Adeeva langsung melahap bakso super pedasnya. Aabir pun hanya mampu meringis melihatnya saja sudah pedes apalagi memakannya. Aabir bergidik ngeri.
"Enak Mas, mau coba?" Tawar Deeva.
"Gak usah dek makasih." Adeeva hanya terkekeh melihat wajah Aabir yang sedang meringis melihat bakso pedasnya Deeva. Seperti yang dikatakan tadi. Adeeva nambah porsi baksonya lagi.
"Mas gak ada ngajar lagi setelah ini?" Tanya Adeeva seraya memasukan bakso ke dalam mulutnya.
"Kebetulan gak ada Yang, makanya Mas bisa jemput kamu."
"O". Adeeva hanya mampu membulatkan mulutnyaa membentuk huruf O.

Waiting MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang