16. Flashback on

534 17 0
                                    

"Hallo, assalammualaikum Yang?" Sapa Aabir di telepon.

"Walaikumsalam Mas?" Adeeva menghela nafas saat akhirnya ia memilih mengangkat telpon Aabir. Gimanapun ia rindu. Tapi disisi lain Deeva sakit hati dengan perkataan Bu Ratih.

"Akhirnya diangkat. Kemana aja Yang? Tumbenan ga angkat telpon Mas. Marah?" Tanya Aabir disebrang sana.

"Lagi sibuk Mas banyak kerjaan. Kenapa Mas?" Alibi Deeva.

"Mas siang ini pulang dek. Kamu gak jemput?"

"Ngga kayanya deh Mas. Maaf ya Deeva masih banyak kerjaan." Padahal ingin rasanya Deeva ketemu Masnya.

"Hmmm yowis kalau gitu. Udah makan Yang?"

"Udah Mas. Mas sudah dulu ya Deeva masih banyak kerjaan ini." Adeeva mencoba mengakhiri pembicaraannya dengan Aabir.

"Yowis Yang. Maaf Mas ganggu. Assalammualaikum." Ingin rasanya Deeva menangis. Ya setelah kejadian waktu itu Adeeva mencoba sedikit menghindar dari Aabir. Sakit rasanya jika mengingat pembicaraan keluarga Aabir saat itu.

"Maafin Deeva ya Mas." Gumam Adeeva seraya meneteskan air matanya.

Sedangkan di rumah sakit. "Kamu kenapa Yang, ga biasanya kaya gini. Mas jadi pengen cepet pulang biar bisa nemuin kamu. Mas kangen."

***

Setelah Deeva mengangkat telepon dari orang yang sangat dirindukannya. Adeeva pun mulai membayangkan bagaimana saat pertama kali dia bertemu dengan Aabir hingga tanpa ragu-ragu Aabir langsung melamarnya ke rumah.

"Mmmmm permisi Mas, boleh saya duduk di sini?" Saat itu Adeeva sedang berada di perpustakaan kampusnya untuk menyelesaikan skripsinya yang baru direvisi oleh dosen pembimbingnya.

"Eh iya silahkan. Kosong kok." Jawab Aabir tetap menunduk fokus membaca buku yang ia pegang.

"Terimakasih Mas." Adeeva mulai duduk dan sibuk dengan laptop serta kertas-kertas yang setia menemaninya selama 2 bulan ini. Sedangkan Aabir mulai terganggu dengan Adeeva yang grasak grusuk karna kertasnya jatuh dan lain sebagainya, akhirnya mendongakkan kepalanya "Kok cantik" gumam Aabir dalam hati.

1 jam kemudian antara Aabir dan Adeeva tidak ada yang berani membuka pembicaraan. Mereka fokus dengan kegiatan masing-masing. Dan saat Adeeva menghela napas keras hingga Aabir mendengarnya lalu....

"Kenapa mbak? Ada yang bisa saya bantu?" Aabir ragu-ragu bertanya pada Adeeva.

"Eh Mas ngga ko Mas ini saya udah ngetik banyak-banyak tapi laptop saya mati habis baterei mana belum di save." Adeeva memasang wajah sedih nya hingga Aabir bergumam dalam hati "kok lucu"

"Ohh" Aabir manganggukan kepalanya.
"Bawa chargernya? Coba kamu charger dulu laptopmu. Siapa tau masih bisa dibuka. Jangan suudzon dulu." Kekeh Aabir yang sebenarnya dia ketawa karna melihat wajah sedihnya Adeeva yang menggemaskan.

"I...iya Mas." Lalu Adeeva mulai membuka totebag yang ia dapat dari bagian depan perpustakaan. Setelah menemukan charge nya ia langsung menyambungkan kabel tersebut untuk mencharge laptopnya. Setelah beberapa menit kemudian laptopnya nyala dan memperlihatkan bagian word yang sama sebelum laptopnya mati.

"Gimana masih ada?" Tanya Aabir dengan senyuman khasnya.

"Hehe masih Mas. Saya kaget masalahnya kalau tadi beneran gak ke save saya cape ngetik ulangnya terus suka beda juga kalimatnya sama yang sebelumnya. Nanti yang ada skripsi saya direvisi ulang." Curhat Adeeva tanpa ada kecanggungan lagi.

"Loh lagi skripsi toh? Saya kira mahasiswa baru." Kekeh Aabir tidak menyangka bahwa wanita di depannya ini sudah kuliah semester 7.

"Hehe iya Mas sudah bab 4." Adeeva nyengir memperlihatkan gigi nya yang berkawat pink itu.

"Wahh bentar lagi dong wisuda."

"Hehe Insha Allah Mas. Mas sendiri lagi thesis ya?"

"Loh ko tau?" Aabir kaget kok bisa ketebak dia memang lagi mencari-cari judul yang pas untuk thesisnya.

"Lah itu Mas lagi liat-liat contoh thesis barusan."

"Hehehe iyaa dek." Aabir baru sadar kalau barusan ia diperhatikan oleh Deeva.

Setelah beberapa jam Adeeva mengerjakan skripsinya. Ia pun mulai menggerakkan tangan nya untuk melihat jam yang berada ditangan kirinya. Adeeva menghela napas lalu mulai membereskan alat-alat tempur nya. Aabir mengerutkan keningnya.

"Udah selesai?" Tanya Aabir penasaran.

"Belum Mas. Nanti saya lanjut di rumah aja. Sudah ashar saya mau shalat. Lalu pulang. Suka kena macet nanti yang ada saya kemaleman sampai rumah." Jawab Adeeva sambil tersenyum.

"Ohh gitu. Yasudah bareng saya ke mushola nya yaa. Saya juga mau ashar." Pinta Aabir ragu-ragu. Adeeva hanya mampu menganggukan kepalanya tidak berani untuk menolak. Aabir dan Adeeva pun melangkahkan kakinya bersama menuju mushola.

Sesaat setelah mereka selesai melaksanakan shalat ashar. Ternyata mereka bertemu kembali di depan mushola. Jodoh memang ga kemana.

"Saya duluan ya Mas." Pamit Adeeva.

"Pulang bareng saya aja dek. Rumah saya searah sama kamu."

"Loh ko Mas tau arah rumah saya?" Adeeva heran sendiri kenapa Aabir bisa tau arah rumahnya. Padahal setelah diingat-ingat Adeeva belum pernah bertemu sebelumnya.

"Kamu lupa? Saya Aabir Khalis Kamayel kakak kelas kamu waktu SMA. Kamu Adeeva Afshen Mysha kan ketua Osis waktu angkatanmu." Aabir tersenyum lalu mengulurkan tangan kanannya.

"Ehh.. kok aku ga inget ya Mas. Maaf ya Mas." Adeeva membalas uluran tangan Aabir.

"Yaiya kamu ga akan ingat. Saya tau kamu waktu saya diundang kegiatan osis waktu itu. Saya tau kamu waktu kamu sambutan diacara itu." Jelas Aabir tersenyum.

"Ehhhh pantes sekali lagi saya minta maaf ya Mas." Ucap Adeeva tidak enak.

"Gapapa saya maklum. Ya sudah gimana mau bareng gak? Saya bawa mobil di sana." Aabir menunjukan tangannya ke arah parkiran.

"Hmmm ga usah Mas. Saya sudah dijemput sama supir bunda saya. Tuh sudah nunggu di depan." Adeeva tersenyum tak enak.

"Ya sudah gapapa next time mungkin yaahh." Aabir tersenyum.

"Iya Mas. Saya duluan kalau gitu ya." Adeeva pamit pada Aabir karna tak enak supirnya sudah menunggu lama.

"Iyaa eh sebentar dek. Boleh saya minta nomer kamu?" Aabir bertanya takut-takut tidak dikasih oleh Adeeva.

"Oh boleh Mas." Adeeva pun menyebutkan nomernya.

"Oke saya sudah misscall kamu. Di save ya."

"I...iya Mas. Monggo saya duluan yaa. Assalammualaikum."

"Walaikumsalam. Hati hati yaa. Semangat skripsi. Semoga kita bisa bertemu kembali." Adeeva hanya tersenyum lalu mengangguk.

Dan setelah pertemuan itu. Aabir lebih intens menghubungi Adeeva. Karna saat pertama kali Aabir melihat betapa wibawa nya saat Adeeva memberi sambutan waktu kegiatan osis tersebut membuat jantung Aabir berdebar. Dan Allah maha baik ternyata mempertemukan kembali mereka tanpa sengaja. Dan saat itu juga Aabir mulai menyatakan perasaannya di depan kedua orang tua Adeeva. Hingga akhirnya Aabir telah resmi melamar Adeeva untuk dapat dinikahinya dalam waktu dekat.

****
"Dek....sudah siang. Ayo makan siang dulu. Nanti maghmu kambuh." Bunda Fatimah mengetuk pintu kamar Adeeva berkali-kali.

"Ehh.. iya bun sebentar. Bunda duluan aja ke bawah nanti Adek nyusul." Adeeva mulai sadar dari bayangan-bayangan saat pertama dia bertemu dengan Aabir. Jangan ditanya pipinya sudah basah matanya sembab mengingat niat dia untuk menjauh dari Aabir. "Mungkin aku egois Mas. Tapi entah kenapa Deeva butuh waktu untuk sendiri." Gumam Adeeva.

Adeeva pun turun dari kasur menuju kamar mandi untuk cuci muka agar wajah sembabnya tidak terlalu terlihat oleh ayah bundanya. Lalu ia memakai kerudungnya dan turun ke bawah dengan malas.

Waiting MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang